[36] Pertemuan Tak Terduga

70 4 14
                                    

Arlogi gold yang bertengker di pergelangan tangan Najwa, menuju ke angka delapan pada jarum pendeknya. Di waktu yang terhitung masih pagi, Arga sudah berdiri di depan indekos Arga karena suatu urusan. Wildan meminta Najwa datang ke indekos Arga terlebih dahulu, sebelum mereka masuk kuliah, supaya dapat berbicara intens dengan Arga.

Najwa tidak yakin cara ini akan berhasil, mengingat tempo hari Arga begitu murka kepadanya dan melakukan hal yang di luar batas. Namun, tidak ada salahnya juga untuk mencoba. Setidaknya dengan mencoba, terdapat dua kemungkinan yang akan datang, yaitu berhasil atau gagal. Dan Najwa siap atas dua kemungkinan tersebut.

"Coba telepon Arga, Dan. Suruh dia keluar," ucap Najwa kepada Wildan.

Wildan menggelengkan kepalanya. "Enggak perlu deh kayaknya, gue langsung gedor kamarnya aja. Soalnya kalau ditelepon, dia enggak bakal mau ngangkat."

Najwa mendesah lelah. Sedemikian marahnya Arga atas perasaan Najwa, sampai Arga ikut menjauhi Wildan. Padahal seharusnya hal tersebut hanya menjadi urusan di antara mereka, tidak perlu melibatkan orang lain. Najwa merasa Arga cukup kekanakan dalam menyikapi hal ini karena tidak dapat membedakan antara hal yang benar dengan yang salah.

"Lo tunggu di sini dulu, biar gue tarik Arga kemari."

Najwa menganggukkan kepala. Kemudian dia duduk di bangku khusus tamu, sembari menunggu Wildan datang membawa Arga

Otak Najwa tidak dapat berhenti memikirkan tentang Arga. Beberapa hari ini Najwa dilanda perasaan yang tidak enak, hingga sering membuat malamnya terganggu. Najwa merasa tidak nyaman ketika harus bertengkar dengan Arga seperti ini.

Beberapa detik kemudian, Najwa tertawa renyah. Dia merasa dejavu. Dulu bertengkar dengan Arga, bagaikan hobi yang tidak terlepas dari aktivitas perkuliahannya. Setiap hari ada saja ulah Arga yang membuatnya kesal dan mengujarkan kebencian kepada laki-laki itu. Lalu ketika hubungan mereka sudah baik, Najwa merasa ada yang hilang ketika sikap Arga tidak baik-baik saja kepadanya.

"Pliss, jangan baper. Aku harus bisa lupain perasaanku ke Arga. Aku enggak mau makin sakit karena sadar kalau perasaan ini hanya akan bertepuk sebelah tangan." Najwa mencoba untuk menasehati dirinya sendiri, sebelum dia terlalu jauh mengharapkan Arga.

Melepaskan sebelum memulai, mungkin itu kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan Najwa kepada Arga. Ketika perasaan tersebut mulai tumbuh, Najwa harus dihancurkan oleh kenyataan bahwa dia tidak akan memiliki Arga. Najwa mencoba ikhlas, meski tidak sepenuhnya begitu. Karena tidak ada kata ikhlas yang benar-benar berasal dari hati. Gadis itu hanya dipaksa oleh keadaan yang sedang menghimpitnya dan membuatnya tegar dalam menghadapi situasi yang kurang baik.

"Najwa?"

Najwa sontak mengangkat kepalanya dan melihat Denisa sudah berdiri di hadapannya. Dia dan Denisa sama-sama terkaget, seperti tidak percaya bahwa mereka akan bertemu di tempat ini.

"Kamu ngapain ada di sini? Janjian sama Arga?" tanya Denisa. Gadis itu kemudian menatap Najwa dengan tidak suka.

Najwa menggelengkan kepalanya. "Bukan, Kak. Aku janjian sama Wildan ke sini."

Wajah Denisa tampak kebingungan ketika Najwa menyebutkan nama Wildan. Seketika gadis itu teringat pada mimpi yang semalam menghampiri tidurnya dan merasa takut jika hal tersebut akan sungguhan terjadi. Apalagi Denisa belum sempat menjelaskan apa-apa kepada Arga, yang dapat membuat Arga makin salah paham kepada Denisa.

"Kalian ... mau ngapain? Kok sampai harus ke kos Arga. Bukannya kalian kelas, ya, kalian?"

"Eum, iya, kita satu kelas. Tapi, Kak Denisa enggak perlu tahu deh ada apa di antara kami. Karena ini urusan kami. Maaf, ya, Kak," jawab Najwa sekenanya.

Bangish (Badboy Nangish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang