[48] Pupus

25 3 5
                                    

Denisa melirik Arga dengan jail. Berondongnya itu tampak tegang ketika berhadap-hadapan dengan papanya di meja makan. Dari sikap Arga, Denisa dapat melihat bahwa ego yang tinggi masih menguasai diri Arga.

Sedari dulu, emosi dan Arga merupakan dua hal tak terpisahkan. Sering kali Arga dikendalikan oleh emosinya, yang membuat laki-laki itu tampak buruk di mata banyak orang. Namun, setelah Arga tinggal di Semarang, Denisa dapat melihat bahwa emosi Arga tidak lagi menggebu. Arga lebih memilih diam ketika kesal, daripada berduara dan membut keadaan kian runyam.

"Ayam telur asinnya pas banget di lidah, Den. Tapi, sayang ya, cuma sedikit. Padahal kalau banyak, bisa tante serbu saking sukanya," ucap mama Arga kepada Denisa.

Denisa tersipu mendengar pujian dari calon ibu mertuanya. Kemudian pandangan matanya tertuju pada Arga yang sedang memainkan makanannya. Denisa menyenggol kaki Arga, berniat mengingatkan apa yang terjadi di pasar, sehingga ayam yang Denisa beli hanya berjumlah sedikit.

"Iya, Tante. Emang tadi beli ayamnya sedikit aja, soalnya ada insiden di pasar," jawab Denisa sekenanya.

"Loh, kamu belanjanya di pasar? Bukannya kamu pergi bareng Arga, ya? Arga mana mau masuk pasar. Selama ini aja kalau dia terpaksa nganterin tante ke pasar, enggak pernah mau masuk pasar. Bahkan dia sering ninggalin tante buat jalan-jalan ke tempat lain. Iya, 'kan, Arga?"

Mata Arga langsung membulat ketika mamanya memberi tatapan jail padanya. Kali ini dia dibuat malu oleh dua orang paling penting di hidupnya karena keduanya bersekongkol untuk mengingat tingkah lucu Arga ketika di pasar.

Arga berdeham. Lantas, dia mengiyakan ucapan mamanya dengan sebuah anggukan. Sekrtika tawa Denisa dan mama Arga pun mengudara.

"Duh, Denisa, coba kamu lihat wajah Arga, merah banget kayak buah apel. Dia itu emang paling gemesin kalo lagi malu. Nanti kalau kamu udah halal sama Arga, harus sering godain dia ya biar aura anak kecilnya keluar." Mama Arga kembali mengusulkan hal jail kepada Denisa.

Denisa menganggukkan kepala. Tanpa diperintahkan oleh mama Arga, Denisa pasti akan rajin menggoda Arga. Karena untuknya, menggoda Arga adalah sebuah keharusan yang membuatnya seperti kekurangan suplemen jika absen dilakukannya.

"Oh, iya, brownies buatan kamu lucu banget. Tapi, kok topingnya kok kayak bentuk air mata gitu, ya. Apa tante yang salah nangkap?"

Pandangan mata Denisa langsung tertuju pada brownies yang terletak di meja. Denisa mulai tersenyum kikuk, mengingat kembali motivasinya ketika membuat brownies tersebut.

"Sebenarnya emang sengaja dibikin gitu, Tante. Tujuannya buat nyindir Arga yang suka mewek," ucap Denisa, yang tak henti menggoda Arga.

Arga hanya dapat tersenyum kecut. Denisa dan mamanya seperti sedang bersekongkol untuk mengerjainya. Arga kesal dengan perilaku mereka, tetapi dia juga senang karena mamanya sangat menerima Denisa. Dan itu berarti, hambatan pada hubungan mereka hanya terletak pada papa Arga.

"Tante rasa Arga enggak salah memilih pasangan. Kamu bukan cuma cantik dan sopan, tetapi juga asyik diajak ngobrol. Semoga hubungan kalian langgeng ya dan bisa cepat-cepat halal."

"Aamiin."

"Aamiin, Ya Allah," ucap Arga dengan penuh semangat.

Wajah papa Arga datar melihat keakraban mereka bertiga. Pandangannya bahkan dialihkan, seperti tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Bukannya papa Arga tidak menyukai kehadiran Denisa, tetapi Denisa datang di saat yang tidak tepat dan membuat papa Arga merasa tidak nyaman.

"Mama dari tadi nyebelin banget, ya. Bisa-bisanya ngajarin Denisa yang enggak bener. Denisa ini polos, Ma. Jangan membuat kepolosan dia hilang," ucap Arga kepada mamanya.

Bangish (Badboy Nangish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang