[47] Tragedi Pasar

25 3 11
                                    

Denisa mengamati pantulan dirinya di cermin. Baju putih lengan panjang, celana santai berwarna abu-abu, serta rambut dikuncir kuda. Style ini paling disukainya ketika sedang ingin melakukan aktivitas santai karena membuatnya dapat bergerak dengan leluasa.

"Kelihatan simpel, tapi elegan," ucapnya kemudian.

Denisa membalikkan badan dan berjalan ke tempat menja belajarnya. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di sana, kantas mengecek notifikasi oada ponselnya. Senyum Denisa seketika mengembang ketika melihat pesan masuk dari Arga.

Bronies: Aku tunggu di depan, ya, Sin. —07.26—

Dengan penuh semangat, Denisa langsung mengambil tasnya dan keluar dari indekos. Segera Denisa menghampiri Arga yang sedang berdiri membelakanginya.

"Dorrrrr!" Denisa menepuk keras punggung Arga yang membuat laki-laki itu terkaget.

Arga langsung membalikkan badannya dan mencubit hidung Denisa. Makin lama menjamin hubungan dengan Arga, ternyata tingkat kejailan Denisa makin tinggi.

"Untung aku enggak punya penyakit jantung, Sin. Coba kalau punya, udah menjanda kali kamu karena aku kena serangan jantung," kata Arga kepada Denisa.

"Hah, menjanda?" Denisa langsung tertawa renyah. "Nikah aja belum, udah bahas janda menjanda. Urus dulu sana papamu, baru bisa menghalu tingkat dewa."

Lagi-lagi Arga menoel hidung Denisa sebagai bukti rasa gemasnya kepada gadis itu. "Ini kan kita otw minta doa restu, Sayang."

Wajah Denisa langsung speechless ketika Arga menyebutnya dengan sebutan 'sayang'. Dulu Denisa merasa begitu jijik dengan kata itu karena terkesan berlebihan. Oleh karena itu, Denisa menciptakan panggilan sayang sendiri, yang sangat seksi menurutnya. Namun, ketika Arga memanggilnya dengan sebutan sayang, entah mengapa dia merasa sangat bahagia.

"Cieeee, wajahnya merah. Kelihatan banget kalau tingkat sayangnya kamu ke aku, makin meningkat tajam," ucap Arga menggoda Denisa.

Denisa langsung menginjak kaki Arga. Meski ucapan Arga memang benar, tetapi Denisa merasa sangat malu jika digoda begitu.

"Tapi, kamu yakin mau lakuin ini, Sin? Selera papaku tinggi, loh. Kalau papa enggak suka, ucapannya juga suka bikin sakit hati. Aku takut kamu sakit hati nanti." Arga menatap Denisa dengan penuh rasa iba. Dia paham betul sikap papanya yang suka sekali mengkritik dan terkadang ucapannya pedas. Dia takut kalau Denisa tidak dapat memenuhi standar papanya, yang membuat hati gadis yang dicintainya itu terluka.

Denisa sangat memahami ketakutan Arga, dia pun merasa takut pada sosok papa Arga yang cukup keras. Namun, tekadnya sudah bulat untuk melakukan ini. Setidaknya dia sudah berusaha, meski hasil tidak akan sebaik yang dikehendakinya.

"Sejak kamu kuliah di Semarang, kok sifatmu jadi berubah, sih, Bron? Penakut gitu ih. Mana Arga yang selalu yakin terhadap usahanya dan ber-positif thinking dengan keadaan?"

Arga menggaruk kepalanya. Bukan dia yang berubah menjadi penakut, tetapi sikap papanya yang tak tertebaklah yang membuatnya ragu. Arga hanya tidak ingin Denisa kecewa atas perilaku papanya. Karena Arga tidak akan rela ada yang membuat Denisa sedih, apalagi papanya sendiri.

"Aku hanya takut kehilangan kamu, Sin," ucap Arga dengan lirih.

"Kita enggak akan kehilangan satu sama lain, Bron. Kamu harus percaya itu." Denisa mulai mengangkat tangan Arga dan menggenggamnya erat-erat. "Kita udah pernah melewati hal yang lebih parah dari ini dan kita bisa. Jadi, selama hati kits masih tertaut, tidak ada yang bisa memisahkan kita. Janji."

Ucapan Denisa sukses membuat kepercayaan diri Arga kembali. Laki-laki itu menatap gadis yang dicintainya dengan begitu dalam, seperti tidak ingin melepaskannya. Arga sadar bahwa dia sangat mencintai Denisa dan tidak ingin satu hal pun memisahkan mereka. Hal itulah yang membuat Arga sedikit menyesal karena sempat ingin melepaskan Denisa, hanya karena masalahnya bersama Najwa.

Bangish (Badboy Nangish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang