4

2.4K 359 18
                                    

Ucapan itu masih membingungkan [name]. Si perempuan sudah rela keperawanannya diambil senior manis yang nampak selalu searah jalan pikirannya.

Sekitar jam tiga pagi keduanya sudah kembali ke tenda masing - masing. Mereka menghabiskan sekitar tiga jam untuk berendam sekaligus melakukan kegiatan bercinta yang umumnya hanya dilakukan sepasang kekasih atau pasangan hidup.

Malam itu [name] tak bisa tidur, ia masih memikirkan tentang Wakasa yang belakangan baru ia sadari begitu tampan.

Apa mungkin ia menyukai Wakasa? Atau ia hanya takut kalau Wakasa akan meninggalkannya setelah puas memakainya?

[name] begitu pusing, ia akan mencoba berbicara saja dengan lelaki itu pada jam istirahat nanti.

Matahari telah muncul, para anggota senior yang bertugas membangunkan calon anggota dengan cepat melakukan tugas mereka. [name] yang hanya tidur selama beberapa menit terbangun akibat dikejutkan dengan goncangan dari Hinata pada tubuhnya.

"[name] ayo bangun! Nanti gak kebagian sarapan loh"

Mendengar kata sarapan, [name] segera melebarkan matanya. Ia sudah sangat lapar dan ia tak ingin mengalah soal makanan.

"Hm! Tadi malam kau kemana?" Hinata bertanya, ekduanya tengah duduk berdampingan sambil memakan semangkok bubur panas yang telah disiapkan.

"Aku pergi sebentar, menelpon teman"

"Yang bener?"

"Benerlah" [name] menyipitkan matanya, mengalihkan pandangan dari Hinata yang terlihat suka menggodanya.

Ia masih berusaha mencari Wakasa yang hingga kini belum kelihatan batang hidungnya, padalah semua calon anggota dan anggota senior telah berkumpul di satu lingkaran besar untuk makan bersama.

Acara pelantikan anggota baru telah usai, dan [name] telah membersihkan area perkemahan mereka sebagai tugas terakhir sebelum mereka kembali.

[name] jadi teringat soal keinginannya tadi, ia ingin mencari Wakasa kan?

[name] sudah merasa buntu, padahal ia sudah berkeliling area perkemahan namun Wakasa sama sekali tak terlihat. Mungkin ia harus bertanya saja pada anggota senior disini, pasti ada yang kenal kan.

"Permisi, Shiba-san" [name] memanggil senior perempuan yang tengah melipati tenda. Senior itu kemudian menoleh pada [name] disampingnya disertai senyuman.

"Eh.. mm.. [name] ya?" senior itu mencoba mengingat nama sang adik tingkat sambil menunjuk - nunjuk [name].

"Iya benar"

"Panggil aku Yuzu saja" Yuzuha mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan diterima dengan sopan oleh [name].

"Ada apa [name]?" Yuzuha kembali menaruh perhatiannya pada tenda yang sedang ia lipat.

"Apa senpai melihat Wakasa-san?"

"Hah? Apa?" Yuzuha menolehkan kepalanya ke arah [name] dengan alis berkerut, ia tak ingin salah dengar jadi ia kembali bertanya.

"Aku sedang mencari Wakasa-san. Kami bertemu semalam dan ada hal yang harus kami bicarakan"

Mata Yuzuha melebar begitu juga dengan mulutnya.

"Jangan ngawur kamu!" suara sang senior memekik namun dengan cepat ia menurunkan suaranya dan lanjut berbicara dalam mode berbisik.

"Imaushi Wakasa sudah mati empat tahun yang lalu. Katanya dia jatuh dari situ, lalu mayatnya ditemukan di kolam yang ada di bawah gunung" tangan Yuzuha menunjuk pada ujung bukit tempat ia dan Wakasa berdiri semalam.

[name] melotot tak percaya. Pengalamannya dengan Wakasa semalam terasa sangat nyata, bahkan bagian bawahnya juga masih terasa sakit. Apanya yang ngawur?!

"M-mayatnya?" [name] memberanikan diri untuk bertanya.

"Sebenarnya aku juga tidak begitu tahu, karena dia mati sebelum aku masuk kampus ini. Itu hanya dari cerita yang ku dengar saja"

[name] masih melotot, tubuhnya seketika merinding. Kalau Wakasa mati, lalu yang semalam itu apa? Kepalanya benar - benar pusing setelah mendengar pernyataan Yuzuha. Ia ingin menangis tapi untuk apa? Tak ada gunanya.

"Apa kau yakin bertemu dengan Wakasa semalam?" Yuzuha merapatkan dirinya, ia jadi penasaran soal pengalaman seram yang baru dialami [name].

"Aku yakin senpai. Kami bicara banyak semalam dan aku masih ingat wajahnya" [name] diambang tangis, matanya sudah memerah ingin mengeluarkan air mata.

Melihat hal itu Yuzuha merasa tak tega. Ia tentu saja terkejut namun ia harus bisa menenangkan [name] setidaknya sampai mereka keluar dari tempat ini.

"Tenanglah [name]. Lebih baik kita jangan bicara soal dia disini. Bagaimana kalau di kampus saja nanti, hm?"

"Terimakasih Yuzu-san"

[name] merasa gundah, tangisannya bukan hanya soal Wakasa yang ternyata adalah setan, atau arwah, atau apapun itu. Tapi soal dirinya yang jelas telah ditiduri oleh Wakasa, jika sesuatu terjadi padanya apa yang harus ia lakukan?

[name] menatap takut sekeliling area perkemahan. Berusaha meluruskan fikirannya untuk berfikir rasional tentang hal ini.

Matanya yang berkeliling berhenti pada sebuah bukit yang semalam ia dan lelaki itu kunjungi, matanya semakin menajam melihat sosok yang ia cari seharian ini.

Wakasa tersenyum sambil melambaikan tangannya pada [name]. Seakan punya kekuatan telepati, [name] dapat merasakan Wakasa sedang memberinya sambutan selamat datang berulang - ulang kali.

Satu kedipan yang [name] lakukan mengundang banyaknya orang atau perkiraan [name] adalah makhluk halus yang tengah berkeliaran disana. 

Tachibana Hinata18 y/o

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tachibana Hinata
18 y/o

Seni Musik - Semester 1

Malevolent | Imaushi Wakasa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang