Kita tidak bisa menyudutkan salah satu, karena semua yang terlibat punya alasannya masing-masing ....
***
Hai, Readers!
Semoga tetap betah ya!
Pantengin terus ceritanya ..., Author juga minta dukungannya kalian.
Terima kasih telah sedia membaca tulisan ini. JJJ
***
Kak Nada menjewer Nindi, dan Ibu menjewer Faiz. Kedua remaja itu terlihat tampak bersalah ketika melihat mas Rifki datang dan Imah langsung memburunya, seakan ada celah kesempatan untuk mengadu pada sosok yang berwenang.
Walaupun mas Rifki jarang marah, dan mungkin memang enggak suka menampakkan diri ketika marah. Tapi dia seperti punya ciri khasnya tersendiri. Orang-orang selalu takut dengan tatapan mas Rifki. Bukan takut dengan ucapannya yang akan keluar, meledak dan menyembur seperti gunung berapi dengan deretan ucapan kasar atau semacamnya. Tapi justru diamnya mas Rifki-lah yang menjadi senjata menakutkan bagi mereka. Terkhususnya Faiz.
"Imah mau martabak. Sekarang!" kata Imah seperti membuat perintah. Faiz dan Nindi malah menahan tawa mereka. Mungkin melihat Imah seperti itu, kesannya jadi terlihat seperti Ratu kecil yang setiap permintaannya harus segera dituruti.
"Udah sore, Bungsu. Besok aja ya, pas sekolah," tawar Ibu. Padahal, Ibu juga tahu kalau si Bungsu itu tidak akan bisa dicegah.
Kak Nada dan saya pun hanya tersenyum melihat sikap manja Imah dan terus menyalahkan kedua remaja yang salah di hadapan kami ini, Faiz dan Nindi yang sudah terhakimi oleh pandangan mas Rifki. Dan dalam hitungan beberapa detik, secepat kilat mereka malah pergi menjauh. Entah ada urusan apa, dua saudara itu.
"Nindi, udah mau jam 5 nih. Bentar lagi pulang," kata kak Nada setelah Nindi dan Faiz beranjak kabur.
Nindi menyeringai. "Iya Ma, bentar lagi. Ada bisnis nih sama si Faiz." Mereka pun terbirit-birit pergi ke kamar Faiz.
Mas Rifki dan Imah kemudian pergi ke luar. Ke mana lagi? Pastinya mas Rifki mau nurutin kemauan Imah. Saya pun juga mengekor ke luar.
Mas Rifki mulai menghidupkan motor, karena dia membawa kunci motornya di saku celana. Imah langsung naik bersamanya dan memegang erat sang ayah dari belakang.
Saya hanya berdiri di lawang pintu memperhatikan mereka. Tidak tahu lagi harus berkomentar apa dengan sikap manja Imah.
"Ayah pergi dulu, Ma." Mas Rifki pamit.
"Iya, hati-hati."
Setelah mas Rifki dan Imah hilang dari pandangan, saya pun kembali menghampiri Ibu dan kak Nada lagi.
"Si Imah masih gituh, Met?" tanya kak Nada.
"Maklum, anak bungsu. Seharusnya si Imah punya adik lagi, biar dewasa," komentar Ibu. Sama saja dengan kak Nada. Sama-sama menyudutkan saya.
"Dua anak lebih baik, Bu," balas saya sambil nyengir.
Guyonan mereka jadi membuat saya kembali diingatkan. Bagaimana mau buat anak lagi? Mas Rifki mendatangi istrinya lagi saja, baru semalam. Rasanya getir juga jika diingat-ingat. Ya sudahlah. Kita saksikan dulu ke depannya, saya harap mas Rifki memang hanya sedang sibuk saja dengan pekerjaannya dan tidak seperti apa yang dibilang oleh kak Nada.
***
"Iz, kamu punya urusan apa sama sepupumu?" Sepupu yang saya maksud tentunya adalah Nindi.
Bukan maksud mencampuri urusan Faiz. Saya hanya senang jika berkunjung ke kamar anak lelaki ini. Apalagi sekarang Faiz sedang kasmaran, sikap jahil Nindi sepertinya juga menular pada saya. Senang mengorek-ngorek kehidupan Faiz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Cinta Berpaling
RomanceBerkisah tentang seorang Meta Antaliza yang dinikahi oleh gurunya sendiri setelah lulus SMA. Guru muda nan baik itu bernama Muhammad Rifki, dia sangat baik sekali. Rifki memperlakukan Meta bak seorang Ratu satu-satunya yang sangat ia cintai. Meta ya...