5

10.7K 2.3K 338
                                    


"Tolong bantu Mama susun buah cherry-nya, Princces."

Kyra yang semenjak tadi mengoles krim, langsung mengambil sewadah besar buah cheryy. Gadis itu mengambil alih tahap akhir menghiasi black forrest dari tangan ibunya.

Ini hari minggu dan seperti biasa, jika sedang tidak berkumpul keluarga dengan Bibi Khayra, Kyra dan mamanya sering menghabiskan waktu merawat tanaman atau membuat kue.

Meski sudah gatal untuk melanjutkan investigasinya, Kyra menahan diri agar tak terjun ke jalanan dulu. Ancaman Birendra tadi pagi benar-benar menganggu. Nyali Kyra sedikit ciut. Masalahnya Birendra bukan pria sembarangan, saat berjanji pada sesuatu, hampir mustahil lelaki itu mengingkarinya.

Kyra cuma tidak mau harus terjebak dengan Birendra, hidupnya pasti kacau sekali. Birendra sudah memiliki Sarah. Meski belum mengakuinya, Kyra yakin perempuan itu spesial. Karena Sarah menjadi satu-satunya yang tahan berdekatan dan paling sering terlihat bersama dengan anak mama yang sering bersikap seperti es batu itu.

Gadis itu mendesah. Ia meletakkan buah cherry dengan malas-malasan.  Apa yang terjadi antara dirinya dan Birendra harus tetap dirahasiakan. Dan gadis itu berharap pada Tuhan, semoga dirinya diampuni dan diselamatkan.

"Apa yang mengganggumu, Princces?"

Kyra sedikit tergagap saat mendapatkan perhatian penuh neneknya. Bu Indah sedang memarut keju tadi, sangat fokus, hingga Kyra merasa cukup aman untuk melamun.

"Tidak ada, Nek."

"Tidak ada?"

Kyra mengangguk lagi.

Nenek Indah menghela napas. Wajah tuanya menggambarkan kebijaksanaan setelah ditempa kepedihan terus-menerus. "Nenek memahami ekspresi itu."

"Ekspresi?"

"Gundah." Nenek Indah tersenyum maklum. "Nenek melihatnya pada Mamamu dulu, saat baru terlibat dengan Papamu."

"Saya tidak menyembunyikan apapun."

"Tenang, Princces, reaksimu cepat sekali."

Kyra mendesah lagi. Ia mulai bertanya-tanya apakah sekarang semua anggota keluarganya tiba-tiba memiliki indra keenam. Kyra tidak percaya sesuatu yang berbau mistis, jadi kemungkinan Mata tua neneknya memang sejeli itu.

"Menyembunyikan atau tidak, kamu harus mengingat, kami semua menyayangimu, Princces. Apapun yang terjadi--kesalahan apapun yang sudah kamu lakukan-- kami tidak akan menutup mata dan meninggalkanmu."

Kyra melepas wadah buah cherry itu kemudian mengitari meja untuk memeluk neneknya.

"Perempuan-perempuan di keluarga kita sering dianggap salah jalan menurut standar masyarkat, tapi pada nyatanya mereka mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Kamu hanya harus percaya pada hatimu, Princces."

Hati?

Kyra sungguh tidak mau menaruh hatu pada Birendra. Rasanya tidak lucu saja jatuh cinta pada lelaki yang pipis bersamanya saat kecil.

Di seberang ruangan, Surayya menatap adegan itu. Kyra memeluk neneknya denfan sayang. Sementara gagang telepon tetap menempel di telinga, ia berusaha fokus pada pembicaraan Khayra di telepon.

"Apa?!" tanya Surayya sedikit keras. Dia takut salah mendengar.

"Benar, karena itulah aku meneleponmu." Suara Khayra terdengar resah. "Bentala belum pulang dan aku panik setengah mati."

"Jangan panik dulu."

"Bagaimana tidak? Anakku yang manis dan lucu meniduri seroang gadis?!"

Manis dan lucu? Surayya tidak menemukan bagian manis dan lucu dalam sosok Birendra. Pemuda itu tangguh, jantan dan terlihat berbahaya. Namun, Surayya tidak akan membantah jika sosok Birendra digambarkan sangat sopan, karena itu adalah kenyataan.

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang