16

10K 2.6K 317
                                    


💋💋💋💋

Kyra memasuki dapur Birendra dengan rikuh. Gadis berusaha terlihat normal, sayangnya kaus Birendra yang kini ia kenakan, tidak membantu sama sekali. Aroma lelaki itu dimana-mana, dan melekat pada kulit Kyra.

Gadis itu menghabiskan waktu yang lama sekali di kamar mandi. Berusaha menelaah perasaannya. Ia menemukan jejak penyesalan di sana. Namun, tahu bahwa bersikap mendramatisir tidak akan berguna dalam  kondisi seperti ini. Kyra harus bersikap dewasa dan menerima apa yang terjadi semalam beserta konsekwensinya di masa depan.

"Kamu terlihat mungil sekali mengenakan bajuku."

Itu adalah sambutan pertama Birendra saat melihatnya. Dan Kyra tak tahu harus merespon apa. Rasanya ia ingin bersembunyi di lubang semut saat melihat tatapan Birendra yang bertahan sangat lama.

"Tidak ada air mata?" tanya lelaki itu sembari bersidekap. Ototnya tertarik karena gerakan itu. Kyra berusaha keras untuk tidak mengingat bagaimana rasanya saat lengan kokoh itu melingkar di tubuhnya semalam.

"Tidak," jawab Kyra singkat.

Birendra menyeringai melihat respon tenang si tuan putri. "Yah, kuakui sedikit kecewa. Tadinya kukira akan ada tangisan dan pukulan di dada, lalu teriakan permintaan tanggung jawab."

Kyra tak merespon, sesuatu yang dilakukan karena memang tak tahu harus menjawab apa.

Birendra menghela napas lalu mempersilakan Kyra duduk. "Kamu memang menyebalkan, Princces. Tapi ya, sudahlah. Mari kita lihat apa yang ada di kulkasku. Setidaknya aku harus memberimu makan. Ah, aku punya sereal. Tapi ayamku habis."

Kyra yang duduk di counter, menerima mangkuk yang telah berisi sereal dan susu. Birendra memberi kode pada Kyra untuk mulai makan sementara dirinya langsung mengangkat telepon yang berdering.

Gadis itu menunduk dan mengaduk-aduk mangkuknya dengan tenang. Susu yang tadinya berwarna putih, kini sudah berubah kecokelatan karena sereal yang mulai lembak.

Ia harus menghabiskan makanan manis itu sebelum Birendra selesai menelepon. Kyra akan angkat kaki dari tempat itu secepatnya.

"Aku akan ke rumah Bunda. Aku sudah melapor, jadi tidak akan ke kantor lagi hari ini. ...Apa? Ayam? Sudah habis."

Sarah. Nama itu memantul di kepala Kyra. Sepagi ini Birendra telah saling menelepon dengan partnernya. Pembicaraan mereka lancar, lugas dan terdengar penuh perhatian. Kyra bingung mengapa mendengar hal itu berhasil membuat perutnya terasa begah.

"Tidak, tidak perlu. Aku hanya akan menelepon dan ayam akan diantar .... Kamu baik sekali, tapi yeah, tidak perlu memusingkan sarapanku. ... Siang? Kita lihat nanti. Aku senang jika kita bertemu."

Dasar playboy ayam!

Birendra mengakhiri teleponnya bertepatan dengan Kyra yang meletakkan sendok.

"Kenapa tidak habis? Bukankah  kamu
suka  sarapan dengan sereal?"

"Aku sudah kenyang." Gadis itu turun dari stool dan membawa mangkok ke  keranjang sampah, menuang isinya sebelum kemudian menunju wastafel dan mencucinya.

"Kamu hanya makan dua sendok," ucap Birendra yang kini sudah berdiri di samping Kyra.

Kyra terkejut saat mengetahui Birendra memerhatikannya. Karena lelaki itu terlihat sangat fokus saat menjawab telepon Sarah tadi.

"K ...."

"Dan aku sudah kenyang dengan dua sendok."

"Kamu membutuhkan asupan lebih banyak agar tenagamu segera pulih."

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang