11

10.5K 2.4K 192
                                    

Sebenernya Inak malas kali apdet. Mals nulis, mas apdet. Penyakit kambuhan. Tapi baca support kelean di IG bikin Inak jadi terharu biru uwu ... uwu .... Maaci so much Jemaah Yayam. Kelean terbaek.😍

💋💋💋💋💋




Khayra merebahkan kepalanya di dada Bentala. Wanita itu merasa lemas dan puas. Tubuhnya berpeluh, menyatu dengan tubuh suaminya yang terengah di bawahnya.

Khayra selalu suka mendengar suara detak jantung suaminya. 27 tahun adalah waktu yang sangat panjang untuk saling mengenal, dan Khayra tak pernah merasa bosan. Wanita itu selalu memiliki hal baru dalam diri Bentala yang ingin diketahuinya, seperti saat ini. Detak jantung Bentala masih bertalu sama kencangnya seperti saat pertama kali mereka melakukan ini di malam berbadai itu.

Khayra tersenyum. Bibirnya mengecup dada Bentala yang sedikit berbulu dan telah berubah warna, sesuatu yang menandakan pertambahan usia.  Tubuh Bentala tidak seperti kebanyakan pria berumur enam puluh tahunan. Kekar tubuhnya masih terlihat jelas. Tidak ada perut buncit dan kulit bergelambir. Otot lelaki itu masih sekencang dulu, kegagahannya tidak luntur meski rambutnya telah berubah warna. Abu-abu, tidak membuat Bentala terlihat ringikih dan rapuh, justru sebaliknya. Menunjang penamlilan Bentala hingga terlihat makin matang dan jantan.

Pipi Khayra memerah. Dia tidak menyabgka bahwa di suianya yang sudah tidak muda ini, masih memiliki gairah hebat untuk suaminya. Khayra tidak pernah puas dan ranjang mereka selalu panas.

"Yra ... berhenti melakukan itu."

Khyara mengangkat wajah. Dagunya bersandar tepat di tengah-tengah dada Bentala. Ia menyipitkan mata dengan sorot keberatan."Kamu tidak suka?"

Satu hal yang disadari Bentala setelah hidup bersama Khayra selama ini, bahwa sikap manja dan suka merajuk wanita itu tidak tergerus waktu. Khayra tidak suka diinterupsi, terutama saat mengeksplore tubuh suaminya dan ingin memipin percintaan. "Tentu saja suka," tukas Bentala.

"Lalu kenapa melarangku?"

"Karena aku menginginkanmu lagi."

"Lalu apa masalahnya?"

"Kita tidak semuda dulu, Yra."

"Jadi sekarang, kamu akhirnya mau mengakui tidak seperkasa dulu?" Khyara memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya sudah berada di bawah dan Bentala berada di atasnya. "Aku takut kamu kelelahan, jika menuruti inginku, kamu sudah mendesah lagi sekarang."

Khayra terkikik, hingga Bentala langsung menunduk mengecup bibirnya.

"Turunlah," pinta Khayra." Kamu berat sekali."

"Kamu baru mengeluh berat setelah puas?" tanya Bentala terperangah.

"Aku istrimu, jadi boleh berkata apa saja. Ayolah, kamu benar-benar berat ...."

Bentala hanya menggelengkan kepala, tapi tak urung berguling turun dari tubuh istrinya. Lelaki itu kemudian menarik Khayra agar semakin dekat dan berbantal lengannya.

Malam selalu terasa damai. Kehidupan rumah tangga mereka menawarkan kenyamanan dan tantangan secara bersamaan, dan di usia ini, Khayra mampu menatap masa lalu dengan senyum lebar.

Wanita itu menyadari bahwa dirinya dan Bentala mengalami begitu banyak kehilangan. Namun, mereka tidak menyesal. Apa yang dimilikii sekarang adalah hal berharga yang harus disyukuri dan dijaga. Perjuangan mereka untuk sampai di titik ini, pantas dirayakan dengan cinta tak berkesudahan.

Khayra memejamkan mata saat mersakan ciuman Bentala di keningnya. Senyum yang langsung sirna saat mengingat kelakuan Birendra. Wanita itu sedikit memundurkan kepala agar bisa bertatapan dengan sang suami. "Anakmu mencium seorang wanita, dan aku takut lebih dari itu," ucap Khayra akhirnya. Wanita itu lega saat akhirnya memiliki kesempatan untuk menyampaikan keresahannya pada sang suami. Kemarin Bentala benar-benar sibuk, dan Khayra tak sampai hati untuk menambah beban pikirannya. "Kenapa diam saja?"

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang