WARNING! VIOLENCE CONTENT!
"A.. apa?" Aku tergagap.
Oh tuhan terima kasih sepertinya kesempatan baik selalu datang kepadaku .
Selanjutnya aku mengecup pipi Johnny. Dan mengeratkan pelukanku di lehernya emm tidak sampai mencekiknya sih.
Johnny tiba² berhenti dan menoleh kesamping tak percaya.
"Apa yg kau lakukan?" bisiknya.
"Menerimamu sebagai kekasihku kembali."
"Kau serius?" Dapat kulihat dia tersenyum lebar.
Aku mengangguk senang.
Mungkin dengan menerimanya, aku dapat belajar untuk mencintai seseorang dan berhenti dengan sikap nakalku.
Saatnya aku untuk berubah.
"Turunkan aku John.." pintaku.
Dia menurunkanku kini kami saling menatap satu sama lain.
Ku ulurkan tanganku mengusap pipi lalu turun ke rahang tegasnya, Johnny memejamkan matanya dan meraih tanganku.
"Kau kekasihku sekarang," ucapnya.
Dia membuka matanya dan meraih daguku.
"Ya," bisikku.
kemudian, aku merasakan bibirnya yg melumat bibirku.
Aku memejamkan mataku dan membalas ciumannya.***
Mereka berpamitan pada Paman Junho sebelum pulang.
Hujan turun begitu derasnya, padahal tadi cuaca begitu cerah. Y/n menatap ke luar kaca mobil, begitu tak terasa hingga hari mulai menjelang malam.
Johnny berdehem membuat y/n menoleh ke arahnya.
"Kita sudah sampai dihalaman rumahmu." Ucap Johnny.
Pria itu turun lebih awal dan membukakan pintu mobil untuk y/n.
"Terima kasih ya John," Y/n tersenyum manis ke arahnya.
Johnny membalas senyumannya dan mengacak pelan rambut y/n.
"Kalau kau butuh sesuatu hubungi aku, dan jangan begadang." Ucap Johnny sebelum pergi.
"Pasti,"
Johnny menangkup pipinya dan kembali mencium bibir y/n sebelum pergi.
"Aku pulang dulu ya," pamit Johnny setelah melepas ciumannya.
"Iya, hati² dijalan."
Pria itu mengangguk lalu perlahan menghilang dari pandangan y/n.
"HUAAAA SENANGNYAA DIRIKUUU!!" Teriak y/n tanpa sadar ada yg memperhatikannya dari pintu depan.
"Ehem,"
Ia menoleh ketika mendengar deheman Tiffany dan menggaruk tenguknya.
"Hehe mom.."
"Sudah berapa kali kamu ciuman dalam sehari hm? Dasar gadis nakal," ucap Tiffany sambil menggeleng kepala.
Y/n hanya tertawa kecil lalu berhambur ke pelukan sang ibu.
"Ya ampun putriku ini sudah berani ciuman begitu didepanku," tambah Tiffany.
"Momm ihh jangan gituu,"
Tiffany terkekeh dengan reaksi y/n.
"Its ok, kamu boleh pacaran asal jangan sampai terlewat batas, kamu tau kan maksud mom?,"
Y/n mengangguk pelan dan merasa bersalah, dirinya sudah tidak perawan lagi karena kejadian malam itu namun dia berusaha menutupinya agar Tiffany tidak khawatir padanya.
"Ayo makan malam dulu, mom sudah memasak makanan kesukaanmu," ajak Tiffany.
"Iya, mom."
***
"Jennie ya, hmm harusnya aku berterima kasih padanya karena bisa membuatku dekat dengan y/n, tapi melihat dia membuat y/n jadi depresi seperti tadi siang sangat membuatku ingin sekali membunuhnya," Johnny bergumam sendiri.
Hasrat membunuhnya sedang mendidih saat ini apalagi y/n sudah tidak ada disampingnya.
"Lebih enak membuhnya langsung atau.. menyiksanya dulu ya.."
Johnny menjilat pisau lipat favoritnya itu.
Bel rumahnya berbunyi, dengan santai Johnny berjalan dan membuka pintu.
Terlihat Jennie sudah berdiri didepannya.
Johnny memasang senyum terbaiknya, tak menyangka gadis itu akan mudah masuk kedalam perangkapnya.
"Well, jadi itu benar? Kau putus dengan y/n?" Tanya Jennie.
"Yeah, masuklah sayang." Balas Johnny berdusta.
Baru beberapa langkah gadis itu memasuki rumah besar Johnny, pria itu langsung menusuknya dari belakang.
"Ap-- Apa yg kau lakukan?!" Jennie tersungkur, darah segar keluar dari punggungnya yg ditusuk Johnny.
Johnny hanya tersenyum lalu menutup pintu.
"Sialan kau Johnny!!"
"aku berterima kasih karena kau menjadikanku bahan taruhan, dan sekarang giliranku mempermainkanmu,"
Johnny menyeret Jennie ke ruang tengah dan menggantung gadis itu di dinding.
Senyuman jahat terukir diwajah tampannya melihat keadaan Jennie.
"Jangan John!! Jangan!!" Jennie histeris melihat Johnny melepaskan kemejanya.
"Apa yg kau pikirkan? Kau kira aku akan memperkosamu? Satu²nya wanita yg membuatku tertarik untuk ditiduri hanya y/n seorang. Aku melepas kemeja agar darahmu tidak mengotori kemejaku," jelas Johnny sambil menertawai Jennie.
Jennie menelan saliva ketika melihat Johnny memainkan pisaunya.
"Kebetulan, aku punya boneka manekin dan boneka itu tidak ada kepalanya. Sepertinya akan cocok jika menggunakan kepalamu,"
Mata Jennie melotot mendengar ucapan Johnny apalagi pria itu mulai mendekatinya.
"Jangan John!! Kumohon.. jangan bunuh aku.."
"Aku tidak tau apa yg kau katakan pada y/n, tapi aku tidak terima kekasihku kau buat jadi begitu depresi,"
Johnny mulai mengiris leher Jennie perlahan sehingga gadis itu menjerit sejdinya, darah segar kembali mengalir hingga memenuhi tangan besar Johnny.
"Shit, kau berisik sekali."
Kesal dengan teriakannya, tanpa ampun Johnny memotong lidah Jennie sehingga dia tidak bisa bersuara lagi.
"Makanya jangan berisik, dan biarkan aku mengerjakan pekerjaanku. Tenanglah kepalamu akan kuhias secantik mungkin." Ucap Johnny sambil kembali mengiris leher Jennie.
Selama melakukan perbuatan kejinya Johnny tersenyum puas, beberapa menit kemudian kepala Jennie sudah lepas dari tempatnya.
Darah menciprat ke sekitar tempat digantungnya gadis itu.
"Yep, ini cukup untuk boneka manekinku." Ucap Johnny sambil menenteng kepala Jennie.
Joy yg baru datang kaget bukan main setelah melihat apa yg diperbuat Johnny.
"Ya! Apa²an kau John?! Kau lihat kotor kan jadinya," kesal Joy.
"Sebaiknya kau jangan berisik, atau kubuat kau sepertinya juga Joy." Balas Johnny dengan tatapan membunuh.
Joy menggeram, ini bukan pertama kalinya dia melihat Johnny begitu tapi tetap saja ia belum terbiasa dan merasa sangat takut.
"Hhh dasar.."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Yours Trully ✔
FanfictionWarning 18+ [ Prev My Beloved Psycopath ] "Lalu bagaimana jika aku adalah orang yg memperkosamu waktu itu?" -Johnny Start : 30.05.2021 End : 03.01.2023