11. Good Husband and Father

899 194 115
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Oh ya, sebelumnya aku mau meluruskan satu hal. Walaupun aku bilang cerita ini terinspirasi dari temennya tanteku tapi alurnya nggak nyata ya guys, murni imajinasi aja. Alurnya nggak sama dengan kehidupannya temennya tanteku.

••

“Lo ngapain sih ngelawan sama ayah? Dari kemaren malem sikap lo aneh. Ayah sama mama khawatir dari tadi makanya nanyain lo terus. Cuma karena ayah nggak bilang dirinya khawatir dan nyebut mama aja, itu yang buat lo marah? Bukannya lo sering bilang ya sama gue buat bersikap dewasa? Kenapa sekarang malah lo yang kayak anak kecil?” Jian mencerca Jean dengan serentetan pertanyaannya.

Tidak langsung masuk ke kamarnya, Jian malah masuk ke kamar Jean.

“Udah selesai?” tanya Jean.

“Apanya? Marahnya? Udah.”

“Keluar!” gertak Jean dengan tatapannya yang tajam. “Keluar atau gue labrak Davin terus gue pukul dia sampai babak belur?”

Jian melotot kaget. “Apa-apaan lo! Kenapa malah bawa-bawa Davin? Ini urusan kita. Nggak usah libatkan orang!”

Jean berusaha meredam emosinya. Pipinya masih berdenyut sakit karena tangan ayahnya begitu keras, mendarat dengan sempurna. Bahkan meninggalkan bekas kemerahan.

Dari pada meladeni Jian yang tidak tahu apa-apa, Jean menyela tubuhnya dan berlalu ke kamar mandi. Tapi Jian masih terus saja mengekorinya bahkan hingga Jean masuk.

“Jangan buat gue makin kesel!” bentak Jean hingga Jian terperanjat kaget. “Lo nggak tahu apa-apa dan lebih baik lo diem! Pergi, keluar, jangan sampai gue makin emosi dan mukulin lo di sini.”

Mata Jian berkaca-kaca, selain ayahnya, Jean juga tempat berlindung baginya. Bahkan di sekolah tidak ada yang berani mengusiknya karena tahu Jean akan bertindak. Jean selalu memperlakukannya dengan baik dan tidak pernah membentak. Itu sebabnya mata Jian berkaca-kaca saat Jean membentaknya dengan nada tinggi.

“Lo mau pukul gue karena gue cerewet nasihatin lo? Ya udah, pukul aja. Lo ngelarang ayah pukul gue tapi lo sendiri mau pukul gue?” Jian menangis dan itu membuat Jean mengusap wajahnya gusar. “Ayo pukul!”

“Maaf.” Jean merengkuh tubuh Jian ke dalam pelukannya. “Maaf, gue masih emosi makanya kelepasan.”

“Jangan bikin ayah marah makanya, gue juga sedih liat lo di tampar. Gue mau bela tapi lo ngelunjak dan bikin ayah makin emosi. Lo nasihatin gue buat bersikap dewasa tapi lo sekarang kayak anak kecil tahu, marah nggak jelas. Lagian kalau ada masalah tuh cerita, jangan diem-diem terus jadinya marah-marah.” Jian berujar pelan dalam pelukan Jean sambil terus menangis.

“Iya, gue salah. Maaf, ya.”

“Minta maaf sama ayah. Nggak boleh ngelawan orang tua, lo harus minta maaf sama ayah.”

Jean terdiam. Karena tidak mendapat jawaban, Jian mendongak dan menatap saudara kembarnya itu.

“Lo denger nggak?” Jian mencubit pinggang Jean hingga Jean mengaduh kesakitan.

“Apa?”

“Minta maaf sama ayah, sama mama juga.”

“Iya, nanti.” Jean akhirnya melunak. “Nanti gue minta maaf sama mereka.”

Jian menggeleng, dia melepaskan dirinya dari dekapan Jean dan menarik tangan Jean. “Sekarang minta maafnya, supaya besok nggak canggung.”

“Besok aja. Serius, gue bakalan minta maaf besok. Jangan sekarang!” Jean berusaha melepaskan tangannya tapi Jian terus menariknya menuju kamar orang tuanya. “Jian please! Lepas atau gue pukul Davin?”

DANDELION [JAELIA✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang