Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Pembicaraan panjang seputar perceraian itu akhirnya selesai dengan di akhiri oleh tanda tangan setuju dari Nathan. Berat rasanya, tapi Nathan tidak punya pilihan lagi selain tanda tangan. Mau mempertahankan, dia juga sadar kalau dia masih belum bisa menentukan hatinya. Apalagi reputasinya sudah jelas terlihat buruk di mata anak-anaknya.
“Jian, sayang. Mama mohon, berenti nangis, nak. Apa yang kamu tangisin? Ayah masih di sini, Mama juga. Kamu masih bisa ketemu ayah kalau mau, kamu juga bisa nginap di sini. Di manapun kamu mau tidur, silahkan. Mama nggak ngelarang.” Lia dengan kesabarannya masih terus menenangkan Jian.
“Iya, sayang. Ayah tetap di sini, kalau mau datang kapan aja, silahkan. Mau nginap di sini nantinya, silahkan. Ayah sama mama masih ada buat kamu sama Jean,” timpal Nathan, dia beranjak dan duduk di samping Jian.
“Ayah sama mama emang masih di sini, buat aku, buat Jean. Tapi fakta kalau kita udah nggak tinggal bareng, itu yang buat aku nangis. Sedih aja, selama ini aku bangun liat ayah sama mama. Sarapan, makan malam, mau tidur, liat ayah sama mama. Tapi sekarang...” Jian tidak bisa melanjutkan ucapannya karena merasa tidak mampu.
Jean mengerti dan dia tidak menghakimi. Sedih memang, berat rasanya dan sangat disayangkan. Tapi kalau mau egois dan tetap melihat orang tuanya bersama maka mamanya akan jadi korban. Lia yang akan menderita.
Ketika Jian sudah lebih tenang, anak itu mengusap air matanya tapi masih menunduk. Jian belum bisa menatap Nathan karena pikiran akan apa yang dilihatnya tempo hari pasti terlintas lagi.
“Maaf, Ayah,” lirih Jian. “Aku emang sayang Ayah tapi aku lebih butuh mama.”
“Iya, sayang. Ayah ngerti.” Nathan mengelus pelan kepala Jian.
Di balik kalimat iya, sayang. Ayah ngerti terdapat hati yang porak-poranda. Nathan seperti telah kehilangan sebuah kepercayaan besar. Putri kecil yang selalu membanggakannya kini berubah. Putri kecil yang selalu menomor satukan dirinya berpaling darinya.
“Urusan kita selesai, ya.” Lia beralih menatap Nathan. “Di sini, aku nggak akan nuntut apa-apa. Harta dan segala macamnya, aku nggak akan nuntut.”
“Tapi..”
“Nggak apa-apa, Nat. Bukannya sombong ya, tapi aku juga punya tabungan kok dan kamu tahu itu, kan? Aku nggak mau memperpanjang urusan. Nanti kalau mau ngasih uang jajan, kasih aja buat Jean sama Jian. Selebihnya aku bisa kok. Kan, aku juga kerja.” Lia menyela ucapan Nathan.
Ya, Lia hanya tidak ingin memperpanjang urusannya dengan Nathan. Sebisa mungkin Lia ingin hidup tenang dan terlepas dari jerat status menikah. Ingin hidup tanpa beban, ingin hidup bebas.
“Ibu pasti kaget kalau dikasih tahu,” ujar Nathan. “Kayaknya sih bakalan pingsan.”
“Nanti aku bantu ngomong sama ibu. Kalau mau ke rumah ibu, malem ini bisa? Kamu nggak sibuk?” tanya Lia.
Lia juga sempat melupakan ibu mertuanya itu. Sosok wanita yang selalu menyayanginya seperti ibu kandungnya sendiri. Lia bahkan akan bersimpuh dan meminta maaf nantinya pada wanita itu.
Setiap kali mendengar kata sibuk, kini Jean mengerti arti yang sebenarnya. Miris memang.
“Nggak, kita ke rumah ibu malem ini aja.”
“Iya,” jawab Lia. “Kalian diem di rumah aja, ya. Ayah sama Mama mau ngomong dulu sama nenek. Nanti belakangan kalian bisa ke sana buat jengukin nenek.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION [JAELIA✔️]
Hayran KurguSeperti salah satu makna Bunga Dandelion yaitu kuat dalam kerapuhan, seperti itulah kehidupan Celia setelah menikah dengan Nathan. ©dear2jae 2021.