Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Jevin meletakkan satu bungkus rokok di depan Nathan seraya beranjak duduk. Mereka berdua sudah berteman sejak kuliah dan Jevin tahu bagaimana lika-liku hubungan asmara antara Nathan dan Elena. Tapi, hubungan itu harus kandas ketika Nathan menikah dengan Lia. Nyatanya, bukan berakhir yang benar-benar berakhir karena sampai saat ini Nathan dan Elena masih saling berhubungan.
“Gimana kehidupan rumah tangga lo selama ini?” tanya Jevin.
“Biasa aja. Kalau di depan anak-anak, kita baik.” Nathan mengulas senyum tipis sembari meraih satu batang rokoknya. “Lia bilang, tunggu dua tahun lagi.”
“Dua tahun buat apa?”
“Cerai kayaknya.” Nathan hanya mengedikkan bahu. “Gue sih terserah dia maunya gimana. Cerai, ok. Nggak juga, ok. Toh Elena juga udah nerima semuanya. Lagian gue sama Elena udah saling ngerti dan masih berhubungan baik.”
Jevin tidak bisa menyalahkan Nathan begitu saja sebab dari awal Lia lah yang datang ke kehidupan mereka. Tapi, di satu sisi Jevin juga merasa kasihan pada Lia yang harus hidup bersama laki-laki yang tidak mencintainya. Apalagi Jevin tahu kalau Nathan jarang pulang dan lebih sering menghabiskan waktu bersama Elena. Pasti kalau Lia tahu, itu akan terasa sangat sakit.
“Lia tahu nggak lo masih berhubungan sama Elena?” tanya Jevin lagi, dia seperti sedang menginterogasi saja.
“Nggak tahu juga gue, kayaknya sih tahu soalnya kalau nyuci baju pasti kecium bau parfumnya Elena yang melekat. Tapi, anehnya ya, Lia nggak pernah nanya soal itu. Dia seolah nggak peduli, jadi gue juga santai aja.”
“Asli brengsek sih. Tapi, gue juga nggak ada kuasa buat menghakimi kalian. Itu kehidupan kalian jadi ya udah.”
Nathan juga kadang heran, kenapa Lia bisa tetap diam dan menyimpan semuanya sendiri. Padahal Nathan sudah menyiapkan jawaban jika nantinya Lia akan bertanya, ke mana dia selama tidak pulang atau kenapa semua pakaiannya selalu berbau parfum perempuan. Tapi nyatanya, sampai saat ini, Lia tidak pernah bertanya apa-apa.
“Eh tapi, lo beneran nggak ngerasain apa-apa selama lima belas tahun hidup sama Lia? Pasti ada sih, ya? Nggak mungkin nggak ada soalnya lo hidup sama dia, udah punya anak lagi.” Jevin bertanya lagi.
“Gimana ya gue ngasih tahunya.” Nathan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Sayang sih, dikit ya. Tapi kalau untuk menggantikan posisi Elena di hati gue, kayaknya nggak bisa.”
“Jean sama Jian gimana?”
“Mereka anak gue, Jev. Walaupun dulu sempat terpaksa buat mereka karena tuntutan orang tua gue, tapi gue sayang kok sama mereka. Mereka nggak ada hubungannya sama permasalahan gue dan Lia.”
Jevin hanya mengangguk pelan. “Gue kasihan sama mereka, Nat. Di depan mereka lo sama Lia keliatan baik-baik aja. Tapi di belakang mereka, lo sama Lia nggak baik-baik aja. Terutama Jian, baginya lo itu nomor satu, di atas segalanya, bahkan mungkin dia lebih sayang lo dari pada Lia. Gue tahu karena sering liat chat dia ke lo yang ngasih tahu lo tentang hal-hal kecil.”
Helaan napas Nathan terdengar lirih. Memang, Jian suka mengirimi ayahnya chat tentang hal-hal kecil seperti saat dia kesal dengan kakak kelas di sekolah atau saat dia di senggol oleh kakak kelas tapi Jean membelanya. Apalagi soal nilai, Jian selalu memberitahu ayahnya tentang updatean nilainya dan itu membuat Nathan bangga.
“Kalau gue jadi lo, otak gue kayaknya udah meledak mikirin banyak hal dalam satu waktu. Kerjaan, rumah tangga, anak-anak, dan tentunya Elena. Ya Tuhan.” Jevin geleng-geleng kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION [JAELIA✔️]
Fiksi PenggemarSeperti salah satu makna Bunga Dandelion yaitu kuat dalam kerapuhan, seperti itulah kehidupan Celia setelah menikah dengan Nathan. ©dear2jae 2021.