Bonus Chapter: 2. Balap Sepeda

24.9K 2.1K 113
                                    

Halo bestieee, aku kembali lagi dengan bonchap Teman Hidup. Jangan lupa tinggalkan komentar dan juga vote kalau kalian menyukai cerita ini ya. 


❤Selamat Membaca ❤


Hari ini secara khusus, Nayata mengambil cuti satu hari untuk pergi bersama dengan keluarga kecilnya guna menghabiskan waktu bersama. Alasan utamanya adalah karena putra mereka ingin ikut lomba balap sepeda anak yang diselenggarakan secara rutin setiap bulan di salah satu Mall. Sebagai orang tua, Nayata dan Esa tentu saja mendukung serta memfasilitasi keinginan Jendral. Keduanya bahkan sepakat akan datang sebagai suporter. Untuk itu saat ini Nayata dan Jendral tengah menaiki taxi online ke kantor Esa, sebelum nantinya berangkat bersama menuju lokasi perlombaan.

"Buna liat, ada kereta!" Bocah itu menunjuk ke arah jendela dimana memang ada kereta melintas di perlintasan atas jalan raya.

"Wah iya. Aa belum pernah naik kereta ya?"

"Belum, Buna. Aa mau naik itu, Aa mau naik kereta!!"

"Lain kali kita naik kereta, ya?"

"Asiiiik."

Sepanjang perjalanan ada saja yang Jendral tanyakan, ia bahkan asik mengobrol bersama driver taxi online yang ternyata punya cucu seusia Jendral, jadi keduanya nyambung ketika berbicara.

Setelah menempuh jalanan kota, akhirnya ia sampai di depan gedung 8 lantai yang merupakan kantor suaminya, Nayata sangat ingat, dulu ia pernah magang di sini.

"Aa jalan ya? Buna bawa sepeda," Ia berjongkok di depan putranya kemudian merapikan rambut Jendral yang berantakan.

"Iya Buna. Aa jalan," jawabnya sembari melihat ke kanan dan ke kiri, Jendral nampak antusias memperhatikan sekitar.

"Aa liat Buna dulu," Nayata menangkup pipi si kecil, "Janji, ya, nanti pas di dalem ga boleh nakal, jangan lari-lari, jangan asal ambil barang tanpa izin. Kalo ditanya sama orang, jawabnya gimana?"

"Halo onty, uncle! Ini Jenjen umurnya 3 tahun!" Jendral menunjukan 5 jarinya sebagai lambang usia.

Melihat itu, Nayata terkekeh gemas, ia membetulkan posisi jari Jendral agar membentuk angka tiga, "Itu lima, sayang, tiga tuh begini. Coba hitung ada berapa?"

"Satu. . dua . . tiga. . .Heheheheh Aa lupa, buna," Jendral menepuk dahinya kemudian tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi susunya, "Buna, Aa mau masuk sana. Ayo kita masuk!" Ia melompat-lompat kecil sembari menunjuk lobby kantor, seolah sudah tak sabar ingin segera menemui papanya.

"Ayo kita masuk."

Tangan mungil Jendral digandeng oleh Nayata, bocah itu sedikit berlari karena terlalu antusias. Nayata menyapa satpam kantor, dan menitipkan sepeda Jendral di sana. Ia masuk setelah diberikan kartu akses. Banyak karyawan yang menyapa Jendral dengan antusias membuat bocah itu makin kegirangan. Ia sangat suka sekali berinteraksi dengan orang lain, maka dari itu setiap kali ada yang menyapanya, Jendral akan langsung menyapa balik dengan semangat penuh.

"Aa yang pencet! Aa yang pencet!!!" Jendral menahan tangan Bunanya, ia berjinjit berusaha meraih angka 7 pada lift. Tapi karena tinggi badannya belum cukup, Jendral menjadi sedikit kesulitan.

"Ish! sedikit lagi!" Kakinya sudah berjinjit dengan maksimal tapi memang tangannya belum sampai, "Buna gendong!" ia merentangkan tangan, minta digendong oleh Nayata.

"Buruan pencet yang keras," Nayata mengangkat putranya kemudian Jendral menekan tombol lift dengan kedua jari telunjuknya hingga akhirnya tombol itu menyala.

TEMAN HIDUP | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang