14 | empat tahun lalu

109 17 0
                                    

Esok nya, Sean pergi sangat pagi dari rumah. Bahkan, Bi Darsih saja rasanya belum bangun saat Sean meninggalkan rumah.

Tujuan Sean kali ini adalah tempat berkumpul dirinya dan teman-teman nya. Ya, kalau ke rumah pacar nya, kasian, Hala pasti masih mimpi cantik.

Matahari bahkan belum ada tanda-tanda ingin muncul, namun Sean sudah sampai ditempat tujuan nya. Ia bahkan sudah menggunakan seragam sekolah dan membawa tas.

Tempat berkumpul dirinya dan teman nya ini cukup terpencil, masih dikota namun dipinggiran nya, kawasan yang jarang terjamah.

Tempat itu merupakan bekas studio musik yang sudah habis masa kontrak nya, oleh Sean dan yang lain dibeli secara patungan dan dirombak agar nyaman menjadi tempat mereka berkumpul.

Tempat itu berdiri sendiri tanpa berdempetan dengan rumah orang lain. Bagian belakang dari tempat itu juga ada sebuah taman kecil dengan bangku-bangku yang sengaja mereka letakkan.

Sean membuka pintu tempat itu, tempat ini dikunci, namun Sean memiliki kunci nya.

Ingat, saat Sean terpaksa harus meninggalkan Hala saat pulang sekolah? Dimana Bang Sat yang menelpon nya? Ah iya, Bang Sat itu, Satya. Teman nya juga.

Saat itu, Satya yang memegang kunci, namun ia memberi tahu Sean bahwa ia harus keluar kota saat itu juga, jadi ia menyuruh Sean yang saat itu handphone nya kebetulan yang mau mengangkat panggilan nya.

Namun, tentu bukan itu saja yang membuat Sean rela meninggalkan Hala disekolah dengan air muka menahan amarah, bukan?

Sean menaruh tas nya dan langsung merebahkan dirinya diatas sofa berwarna hitam.

Sean, Reza, Ardi, Danu dan bang Satya. Mereka yang selalu berkumpul disini.

Satya hanya satu tahun lebih tua dari mereka, mereka pun berbeda sekolah.

Satya dikelas 12, sisa nya masih satu tingkat dibawah.

Entah apa yang membuat Satya bisa bergabung dengan Sean dan teman-teman, Sean tidak ingat pasti nya bagaimana, hanya Satya datang dan mereka merasa cocok dan Satya bergabung dengan mereka. Hanya seperti itu.

Sean duduk di sofa sambil terus menghela nafas nya yang terasa semakin memberat tiap kali ia bernafas.

Pikiran nya kacau, hati nya tidak karuan. Memikirkan apa yang Kakak nya korban kan demi dirinya kali ini.

Sean berkelana jauh dengan pikiran nya, ingatan nya kembali pada 4 tahun lalu, kejadian yang cukup lama.

Saat itu, Sean yang baru masuk SMP melakukan kesalahan, karena memecahkan etalase penyimpanan piala milik sekolah.

Sengaja, tentu saja.

Sean berubah menjadi pemberontak sejak ia sekolah menengah pertama.

Hari itu, ia entah kenapa merasa emosi melihat didalam etalase itu terdapat pigura ayah nya yang ia benci ada didalam sana dengan seorang murid yang menjadi juara suatu olimpiade.

Bukan karena murid itu, itu karena ada Ayah nya. Ia hanya benci, benci melihat ayah nya yang nampak tersenyum bangga pada anak juara satu itu, padahal pada anak sendiri pun tidak pernah, munafik.

Ia secara sadar dan penuh akal sehat, mengambil pecahan batu bata yang cukup besar di dekat nya, lalu melemparkannya ke arah etalase kaca yang dipajang di lorong utama sekolah.

Tentu saja etalase itu pecah, berkeping-keping bahkan pecahan nya ada yang terlontar dan mengenai bagian tulang pipi kanan Sean saat itu.

Sean tersenyum saat batu yang ia lemparkan mengenai pigura yang menampakkan rupa sang Ayah, terjatuh.

pancarona ✧ sunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang