Bab 5

5.7K 1.1K 61
                                    

Fyi... ini masih jam 23.55 di WIB. WITA sama WIT udah ganti hari ya? ^^


Happy reading... 

Bab 5

Kesalahan pertama: aku begadang dan memang harus begadang, lalu lanjut nggak bisa tidur sampai pukul setengah tiga tadi, dan aku bangun pukul empat pagi.

Kesalahan kedua: aku muntah dan demam mendadak karena grogi luar biasa. Awalnya perutku melilit seperti sembelit, tetapi nggak bisa pup. Beberapa menit kemudian aku mual-mual dan akhirnya muntah. Mama memberiku minyak kayu putih banyak, lalu aku malah demam.

Kesalahan ketiga: aku kelaparan pukul enam pagi, lalu mulai keluar keringat dingin, lalu perutku sakit luar biasa.

Dan sekarang aku lemas seperti manusia sakit parah. Perias kebingungan menanganinya, Brenda yang datang memastikan gaun rancangannya terlihat sempurna juga kebingungan karena aku nggak punya cukup tenaga untuk bangun. Mama dan Mbak Ami panik karena segala jenis minyak nggak bisa membuatku lebih baik. Alhasil dokter didatangkan ke rumah.

"Rileks saja, Mbak Naya, janga grogi banget," katanya sewaktu melihatku teler. Dia memeriksa perutku, lalu tersenyum. "Ini karena grogi banget, makanya sampai sakit."

"Bukan magh, Dok?" tanya mama masih panik.

"Bukan. Manusia punya sistem saraf enterik yang meregulasi langsung sistem pencernaan. Otak kita juga bisa berhubungan sama sistem perncernaan melalui saraf ini lho, Mbak Naya. Makanya kalau terlalu gugup bisa sampai sakit perut dan demam."

"Jadi obatnya, Dok?" tanya mama lagi.

Dokter memberikan beberapa jenis obat. Senyumnya lebar sekali saat menepuk bahuku. "Mungkin harus ketemu calon suami juga ya supaya sembuh," katanya dengan nada menggoda. Mau tak mau pipiku langsung merona. Mungkin benar, aku butuh melihat Dewangga, sekarang.

Mama segera mendorongku untuk makan, lalu menelan obat pemberian dokter itu. Meski nggak langsung sembuh seketika, tetapi tubuhku berangsur-angsur membaik. Brenda langsung memburuku mengenakan kebaya untuk ijab qobul rancangannya, lalu perias memaksaku duduk di sofa dengan sandaran supaya bisa lebih rileks lagi. Wajahku mulai dimonopoli, rambutku disemprot-semprot, lapisan demi lapisan make up membuatku merasa punya wajah yang tebal.

Pukul delapan pagi itu, rombongan yang dibawa Dewangga datang ke gedung tempat pelaksanaan pernikahan. Mama sudah menghilang dari pandanganku untuk turut serta menyambut mereka. Hanya Mbak Ami yang menemaniku.

Tak lama setelah rombongan datang, mulai terdengar suara dari tempat diadakannya ijab qobul. MC membuka acara itu dengan kalimat-kalimat yang sudah dia hafal sebelumnya, kemudian seorang yang sudah ditugaskan membacakan ayat suci Al-Quran. Mataku hampir mengeluarkan air saat mendengar arti yang turut dibacakan. Untungnya ada Mbak Ami yang menenangkan dan perias yang menegur seketika.

Melalui televisi di depanku, Dewangga dan keluarganya tampak rapi semua. Dia memakai tuxedo putih dan keluarganya mengenakan batik. Nevan Cakra ada di sebelahnya tepat, duduk dengan tegap. Lalu lelaki paling tua di keluarga bayarannya itu memberikan sambutan. Seserahan diterima pihak keluarga perempuan. Papa menerima sambutan itu dengan suara parau.

Omong-omong soal papa, kami belum bicara banyak beberapa hari ini. Aku pikir saat aku akan menikah, papa akan datang ke kamarku dan kami akan berbicara dari hati ke hati, atau paling tidak papa akan menceritakan betapa sayangnya dia pada anak perempuannya ini, lalu aku membalasnya dengan tak kalah mellow, mengatakan bahwa dialah cinta pertamaku di dunia ini. Namun kami nggak punya kesempatan itu, atau papa yang menghindarinya.

Sweetest BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang