Bab 10 (Dewangga POV)

5.3K 756 15
                                    


Dewangga

Anin memasukkan beberapa bungkus dryfood dan pasir beku untuk kucing baru kami. Dia memberinya nama Jack tanpa alasan yang pasti. Kucing berambut abu-abu itu nggak banyak bergerak, mudah digendong dan tatapannya menyebalkan. Bukan sejenis kucing yang punya wajah imut dan menggemaskan.

"Shampoo-nya, Kak." Penjaga pet shop mencoba memberinya penawaran di deretan merek shampoo hewan. Anin menatapku, dia tidak begitu paham soal kucing dan kebutuhannya. Aku memutuskan mengambil shampoo and conditioner 2 in 1 premium yang botolnya warna hitam.

"Mahal," bisiknya, matanya lantas menatap Jack. "Shapoo-ku aja nggak semahal ini."

"Kamu boleh kalau mau shampoo yang lebih mahal." Aku menjawab tanpa ragu.

"No, thanks."

Bukannya senang, Anin malah kelihatan sebal. Apa salahnya? Aku menawarkan hal yang memang bisa dia lakukan kalau mau.

"Vitamin kucingnya, Pak." Anin memeragakan cara penjaga pet shop itu menawarkan barang. "Untuk menambah nafsu makan, melebatkan bulu, menyehatkan kulit kucing." Dahinya berkerut-kerut membaca manfaat yang tertera di botol vitamin kucing itu. "Menambah kekebalan tubuh juga lho, Pak."

Aku terkekeh melihatnya.

"Mau enggak?"

"Tanya Jack."

"Kalau dia bisa jawab, dia pasti mintanya permen bukan vitamin kucing." Bola matanya berputar, gemas. "Mau enggak?"

Aku mengambil botol itu dan memasukkan ke tas Jack. Jack, si kucing pemalas dan gengsi selangit, hanya melirik botol itu tanpa minat. Tentu saja mama barunya langsung melotot dan memaki kejam.

"Jadi kucing aja gengsian."

Aku tertawa melihatnya, padahal dia sendiri yang memilih Jack dengan alasan kucing ini pasti mandiri. Dia menyamakan kucing dengan manusia.

Dia mempercepat tugas kami di pet shop dengan segera mengambil kebutuhan Jack, dan perjalan di lanjutkan menuju rumah baru kami yang sudah terisi beberapa barang penting. Anin, perempuan yang sejak beberapa hari lalu sampai waktu yang tak ditentukan nanti akan menjadi penguasa rumah ini, sudah memilihkan barang penting untuk kebutuhan rumah.

Dia gesit sekali persoalan rumah. Mulai dari isi kamar, isi dapur sampai isi halaman rumah, dia sendiri yang memilihkan. Persoalan belanja dapur juga hal mudah baginya, cocok sekali kalau dianalogikan semudah menjentikkan jari.

Lantas siapa yang tidak jatuh cinta dengan sifatnya yang keibuan sejak muda? Dan bahkan aku naksir dia sejak dia balita. Gila, tetapi begitulah. Seorang anak lelaki lima tahun jatuh cinta pada balita dua tahun. Oy menertawakan cerita ini sampai beberapa malam lamanya—aku menertawakan diriku sendiri sepanjang dua puluh empat tahun lamanya.

"Siang makan tiram ya, Mas?"

Aku menurunkan Jack ke kursi, kucing itu langsung loncat dan memilih menggelepar ke lantai.

"Iya. Jangan pedes banget."

"Mau tempe goreng?"

"Boleh."

"Mau dibuatin cemilan?"

Aku nyengir sewaktu Anin menatapku serius, lalu mengangguk mantap. Dia bilang laki-laki akan rela jungkir balik demi perempuan yang dicintainya. Namun mencintai Anin bukan hal yang sulit, dan aku tak perlu susah payah jungkir balik untuk itu. Aku hanya perlu menghabiskan makanan buatannya, lalu olahraga rutin demi menjaga penampilan untuknya.

Sweetest BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang