MATA INDAH MIRANDA

4.7K 98 4
                                    

# Batal_Cerai
# Part_7

Aku mual. Sial!

Muntah di kamar mandi. Pasti magh-ku kambuh. Ini pukul sepuluh dan aku belum sarapan. Macet membuatku tak sempat makan pagi di kantor. Padahal di apartemen juga tadi tidak makan. Lalu langsung menghadiri meeting pentingku.

Segera kuhubungi dokter keluarga selepas meeting yang tadi kupimpin. Dokter itu datang, memeriksakan dan memberi obat yang membuatku lebih baikan.

Opa menelepon, mengingatkan agar aku cuti bulan madu dulu. Tiga hari, atau bahkan satu minggu. Katanya agar cepat 'jadi anak'. Dih, geli dengarnya. Melihat wajah gadis desa bertutup muka itu saja aku tak sanggup, bagaimana mungkin akan membuat anak dengannya? Mustahil.

"Kamu datang meeting hari ini, Aldo? Opa kan sudah bilang, kamu liburan dulu, bulan madu. Baru kemarin menikah masa sudah masuk kerja? Proyek itu serahkan ke Alfin atau Alex saja." Opa menginterupsi dari seberang telepon.

Aku membuang nafas malas.

Menyerahkan proyek ini untuk ditangani Alfin dan Alex? Sama artinya perusahaan ini bunuh diri. Mereka mana bisa mengatasi proyek penting seperti ini. Yang ada malah mengacaukan. Sudah berkali-kali nyaris terjadi, dan selalu aku yang menyelamatkan. Kenapa Opa tak jua mengambil pelajaran sih?

Dari semua cucu Opa, hanya aku yang pintar. Itu fakta, bukan fitnah. Alfin dan Alex mana pernah serius mengerjakan pekerjaan di kantor ini. Hanya bergaya-gaya untuk kemudian dipamerkan pada para wanita. Angga apalagi. Hanya numpang nampang meeting sesekali lalu lebih banyak selfie-selfie, menggodai karyawan-karyawan seksi di kantor ini.

Fuh, nasib sial memang memiliki saudara seperti mereka semua. Tak ada serius-seriusnya. Lebih sial lagi, saat aku yang lebih banyak berbuat untuk perusahaan Opa ini, malah aku yang ditumbalkan untuk menikahi gadis desa itu. Uwargh! Betapa ini tidak adil bukan?

Jelas saja aku masih menjomblo sampai Opa keduluan menjodohkan. Aku sibuk, sangat sibuk mengurus pekerjaan. Lalu sangat selektif memilih wanita yang mengantri kukencani. Lantas berakhir dengan tak kupedulikan satu per satu.

Aku ini pemilih dan perfeksionis sekali. Kriteria calon istriku tak boleh sembarangan. Tak cukup modal tampang cantik, seksi, dan menggoda seperti selera Alfin, Alex, dan Angga. Tidak bisa. Harus yang sempurna luar dalam. Kalau hanya oke di luar tapi otak dengkul di dalamnya, jelas kutolak mentah-mentah.

Apalagi kalau sudah tak menarik di luar lalu sangat tak memenuhi kriteria dari kualitas isi dirinya juga. Itu bencanaaa! Seperti aku yang terjebak harus menikahi gadis desa si Miranda itu. Sudah jelek, dari desa, udik dan nggak ngerti apa-apa pula. Nasib sial sejagat raya.

"Kamu pulang, Aldo. Temani Miranda."

"Tapi Opa, ada meeting lagi siang ini--"

"Serahkan pada Alfin."

"Opa, mana bisa dia--"

"Opa tunggu kamu sampai di apartemen segera. Jangan lancang lagi membuang minuman yang Miranda buatkan untukmu. Itu tidak sopan. Jangan main-main dengan pernikahan ini dan jangan fikir Opa tidak tahu. Nanti malam kalian Opa undang makan malam di rumah. Opa tunggu."

Huh. Mana bisa Opa dibantah. Dan eh tunggu dulu... dari mana Opa tahu kalau aku membuang minuman yang dibuatkan gadis desa itu? Jangan-jangan dia mengadu. Memang cari perkara. Lihat pembalasanku.

Masuk ke apartemen segera kucari dia. Di dalam kamar. Kuketuk pintu kamarnya lalu dengan pandangan penuh permusuhan kutatap mata beriris coklatnya. Apa sih maksudnya ngadu-ngadu ke Opa?

"Bicara apa aja ke Opa?" Aku langsung ke inti. Tidak ada basa-basi.

Aku benar-benar tak sabar ingin memarahi gadis lancang ini.

Batal Cerai (Kukira Wanita Nelangsa, ternyata Bidadari Surga) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang