# Batal_Cerai
#Part9---
Aku menggapai jam di atas nakas, menyipitkan mata yang masih mengantuk. Sepertinya aku tidur terlalu larut. Memikirkan... iris mata coklat dan bulu mata lentik?
Pukul 7 pagi. Membuatku segera terlonjak. Jam segini harusnya aku sudah bersiap. Lalu tepat waktu sampai di kantor. Aku selalu disiplin.
Tapi saat kuraih handphone, mengirim pesan pada Liva, sekretarisku, untuk mengirimkan jadwal meeting hari ini, balasan yang kuterima mengejutkan. Meeting dan pekerjaanku dihandle oleh Alex. Atas perintah Opa.
Argh. Kulempar handphone ke atas springbed setelah meminta Liva untuk terus melaporkan perkembangan dan masalah apapun di kantor. Aku sangat tidak tenang meninggalkan pekerjaan seperti ini. Apalagi, Alex yang menggantikan.
Tiga hari, Opa memberikan waktu untuk 'bersenang-senang' setelah menikah. Bahkan menawarkan tiket bulan madu yang tentu saja segera kutolak. Opa tidak tahu, jangankan berbulan madu, melihat wajah Miranda saja aku tak pernah.
Ah ya, Miranda. Si mata coklat itu sudah membuatku bangun kesiangan.
Jangan-jangan dia kesiangan juga karena terus memikirkan ketampanan dan kesempurnaanku ini. Ya, bisa saja kan?
Padahal harusnya, dia menggantikan pekerjaan Bi Hali. Menjadi pembantu di apartemen ini.
Segera aku bangkit. Menyiapkan amunisi untuk 'marah-marah' pada dia yang sudah mengacaukan hidupku. Berani masuk ke hidupku dengan semua keterbatasannya sebagai gadis desa.
Dia harus faham posisi dan tugasnya, mengurus apartemen ini. Mencuci, mengepel, dan seluruh pekerjaan rumah tangga lainnya. Ralat maksudku pekerjaan pembantu. Enak saja mau berpangku tangan di rumah ini. Aku paling tidak suka dengan pemalas. Apalagi pemalasnya tidak menarik sepertinya.
Kubuka handle pintu kamar dan segera melangkah keluar. Ingin memberikan instruksi yang pasti akan membuat gadis desa itu ketakutan dan amat tertekan. Mulai dari bagaimana cara mengepel lantai yang kuinginkan, cara menata rumah, dan seterusnya. Aku sangat perfeksionis. Pasti sulit baginya untuk mengimbangi. Pembantu-pembantuku saja, banyak yang menyerah dan undur diri karena tak tahan oleh sifat perfeksionisku.
Tapi saat kubuka pintu kamar, penciumanku langsung diserbu oleh wangi segar di segala penjuru. Lantai mengkilat dan semua sudut ruangan yang nampak rapi.
Aku mengangkat alis, menikmati kesegaran pagi ini. Dari... pengharum lantai yang terasa kesat ini. Juga bunga-bunga hidup yang terendam bunga di empat sudut meja.
"Kamarnya, mau dipel juga nggak?"
Tiba-tiba gadis itu berdiri di sampingku, memegangi ember berisi sabun lantai dan alat pel di sebelah tangannya yang lain.
Aku terkejut. Dan langsung memalingkan muka. Khawatir dia benar-benar menggunakan ilmu ghoib yang membiusku lewat matanya itu.
Amunisi 'marah-marahku' langsung melebur begitu saja. Belum saja kuperintahkan, dia sudah berinisiatif sendiri.
Hari ini dia menggunakan pakaian dan cadar warna merah muda. Terlihat lebih fresh walau tetap saja seperti memakai kain karung. Longgar dan bukan tipeku banget lah.
Aku mendorong pintu kamar, memberikannya akses masuk. Tentu saja, aku membutuhkannya untuk membereskan kamarku.
Lalu kutinggalkan dia menuju kamar tamu tanpa menjawab. Mengecek pekerjaan lewat laptopku. Biar dia mengerjakan pekerjaannya.
Duduk di kursi santai sambil memangku laptopku, ia datang membawakan minuman dan makanan yang baru dikeluarkannya dari sebuah kotak.
"Ini pesan, delivery order dari restaurant yang kemarin kakak pesan makanan juga. Mii nggak buat sendiri kok. Jadi ini aman, tenang aja. Bayarnya langsung potongan dari debit kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Batal Cerai (Kukira Wanita Nelangsa, ternyata Bidadari Surga)
General FictionAldo Amagatta, seorang cucu konglomerat yang sombong dan angkuh tingkat dewa, terpaksa menikahi seorang gadis desa sebagai permintaan tak terbantah sang Opa. Miranda, gadis cerdas bercadar asal desa yang sholihah dan rendah hatinya luar biasa. Tapi...