"Ya, gue udah nemu novel seru lagi nih! Novel ini bener - bener lagi populer sekarang!"
Mia, atau gadis yang biasa dipanggil Yaya itupun mendongakkan kepalanya. "Mana - manaaa liatt!" Seru Mia bersemangat.
Dhira, gadis yang berbicara dengan Mia tadi adalah sahabat Mia. Ia tersenyum sembari memberi novel tersebut kepada Mia dan duduk di kursi dekat ranjang Rumah Sakit. Mia dan Dhira berusia tujuh belas tahun, mereka masih melanjutkan pendidikan mereka di SMA kelas dua belas.
"Semoga lo gak bosen dirumah sakit mulu Ya, cepet sembuh please... Gue bosen gak ada lo disekolah Ya." Ucap Dhira sambil memasang raut muka cemberut.
"Gue pasti bakal cepet sembuh kok Dhir!" Bohong Mia sembari tersenyum dan melihat - lihat novel tersebut. Iya, Mia memang berbohong karena sisa hidupnya tak akan banyak. Mia menderita kanker otak stadium akhir. Ia pun baru mengetahui itu saat kelas sebelas akhir. Ia merasakan tanda - tandanya saat awal kelas sebelas, Mia kira itu hanya sakit biasa. Ia sering pusing, mimisan serta pingsan.
"Mia Ivy Shevanka, maaf mungkin waktu anda tidak banyak lagi. Kanker anda sudah memasuki stadium awal, saya sarankan untuk anda menjalankan kemoterapi." Jelas Sang Dokter.
Mia terdiam, ia sangat amat shock. Dulu, ibunya juga terkena penyakit tersebut dan meninggalkannya saat kelas tiga SD. Ayahnya akan sangat amat sedih jika mendengar kabar bahwa Mia menderita penyakit yang sama. Tanpa disadari, air mata pun mengalir dari mata biru nya.
Mia tidak ingin melakukan kemoterapi, ia trauma dengan itu. Melihat ibunya dulu sangat berjuang melawan penyakitnya dengan kemoterapi, tapi apa hasilnya? Ibu nya tetap saja meninggalkannya. Ia tidak mau itu terjadi, saat ini ia hanya bisa pasrah menerima penyakitnya.
"Kira - kira berapa lama saya bisa bertahan dok?" Ujar Mia pelan sembari menahan tangis yang akan keluar lagi.
"Mungkin sekitar satu tahun, tapi Mia jika kamu melakukan kemoterapi mungkin kamu ada kesempatan untuk bisa sembuh. Saya akan membantu kamu melakukan kemoterapi tersebut." Ujar dokter itu dengan tegas dan yakin.
"Saya tidak akan mau dok, saya akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk sisa hidup saya." Jawab Mia tak kalah tegas.
"Janji ya Ya lo bakal sembuh." Ujar Dhira semangat.
Mia hanya membalas Dhira dengan tertawa kecil sembari membuka novel yang diberi oleh Dhira tadi. Mia dan Dhira memang penyuka novel apalagi novel bergenre romance.
"Oh iya Ya, gue mau ke Sekolah dulu ya soalnya ada rapat OSIS nih. Nanti gue balik lagi kok tenang aja Yaya sayang, pokoknya kalo gue balik lo harus udah mendingan soalnya gue udah kasih novel bagus itu!" Seru Dhira sambil mengelus puncak kepala Mia dan membuka pintu keluar ruang rawat Mia.
Mia memang memberi tahu Dhira bahwa ia hanya sakit Maagh dan pusing. Tidak ada yang tahu tentang penyakitnya selain ia da dokter.
Ayahnya sibuk bekerja di luar negeri, ia dan ayahnya cukup dekat. Tetapi perusahaan Ayahnya mendekati ambang kehancuran sehingga Ayahnya bekerja terus menerus tak kenal waktu. Ia juga Video Call - an dengan Ayahnya setiap hari. Mia tidak memberi tahu penyakitnya pada Ayahnya karena ia tidak mau membuat Ayahnya banyak pikiran. Mia tersenyum mengingatnya, ia sangat menyayangi Ayahnya.
Perlahan, Mia membuka novel tersebut. Setelah beberapa jam kemudian, ia telah selesai membaca. Dengan kesal, ia membanting novel berjudul "Ruby's Life" tersebut.
Ruby's Life adalah sebuah novel klise yang sedang terkenal di kalangan remaja. Dikisahkan seorang gadis cantik bernama Ruby Ivanka yang hidupnya berkecukupan, tidak kaya juga tidak miskin. Kedua orang tua Ruby sudah meninggal sedari ia kecil. Setiap bulan mendapatkan duit dari kakek neneknya yang tinggal di Prancis. Ruby adalah gadis yang tegas dan lumayan cerewet sehingga ia menjabat sebagai ketua kelas di kelasnya.
Sikapnya yang seperti itu menarik perhatian sang tokoh utama protagonis pria. Seorang murid baru yang sangat tampan dikelasnya, yaitu Gevandra Jonathan Reyes. Ia berasal dari keluarga yang sangat-sangat kaya raya dan ia adalah pemilik sekolah yang ditempati mereka ini.
Gevandra diam - diam semakin terobsesi dengan Ruby, ia memanfaatkan situasi saat kakek dan nenek Ruby sedang krisis keuangan. Gevandra diam - diam membakar rumah Ruby saat Ruby sedang membeli bahan makanan di Supermarket. Gevandra mengajak Ruby untuk berpacaran serta tinggal di apartemen nya secara gratis. Ruby yang saat itu sangat kalang kabut, tanpa berpikir panjang menerima persyaratan Gevandra.
Ditengah itu, muncullah saingan Gevandra yaitu Edgar Allan Davidson. Edgar yang dari dulu teman semasa kecil Ruby, menyukai Ruby. Edgar juga mempunyai seorang sepupu bernama Zahlee Aleysha Davidson, sang antagonis wanita. Zahlee memang memiliki dendam yang belum terbalaskan pada Ruby sedari dulu.
Merasa ada kesempatan, Zahlee pun menyuruh beberapa orang untuk membunuh Ruby. Disaat itulah Gevandra menolong Ruby, namun ia sangat kewalahan karena beberapa dari mereka menggunakan senjata tajam. Flora yang saat itu ikut serta bersama Gevandra menyelamatkan Ruby, melindungi Gevandra dari tusukan pisau pun menghembuskan nafas terakhirnya disitu. Tak lama kemudian teman Gevandra dan Edgar menolong Ruby.
Zahlee akhirnya tertangkap dan dihukum mati. Edgar yang merasa bersalah pada Flora dan Ruby karena tidak menyangka sepupunya melakukan hal seperti itu pun pergi ke luar negri. Setelah lulus, Gevandra dan Ruby pun menikah dan hidup bahagia.
"Duh yaampun, kasian banget sih temennya. Udah rela - relain mati demi si Gevandra sama Ruby, tapi mereka nya gak ngerasa bersalah mentang - mentang yang ngelakuin hal itu si Zahlee. Lagian Zahlee ada dendam apasih sama Ruby? Kok disini gak dijelasin?" Kesal Mia sambil bertanya-tanya sendiri.
"Aww sakit." Lirih Mia sambil memegangi kepalanya.
Mia memang memaksakan diri membaca novel tersebut walaupun kepalanya sangat pusing di barengi oleh mimisan yang terus menerus. Ntah kenapa, ia merasa harus menyelesaikan novel tersebut hari ini.
"TRING TRING TRING"
Suara dering Handphone Mia pun terdengar. Ia tersenyum melihatnya. Disana, terpampang jelas nama "Ayah Ganteng". Dengan semangat, Mia mengangkat telpon tersebut.
"Halo Ayah!" Ujar Mia dengan riang. Ia menaruh buku novelnya pada meja dekat brankar rumah sakit.
"Yaya? kamu kenapa pucet banget mukanya? Itu kamu kok keliatan kayak di Rumah Sakit? Kamu sakit Ya? Ayah kesana ya?" Ujar sang Ayah dengan pertanyaan beruntun. Terlihat sekali Ayahnya sangat khawatir. Namun, tercetak jelas raut wajah lelah di wajah Ayahnya karena kantong matanya yang sangat hitam.
"Nggak apa - apa kok Ayah! Aku cuma kecapekan aja, ini juga abis baca novel. Seru banget loh, nanti kalo pekerjaan Ayah udah selesai aku bacain novelnya ya Ayah." Balas Mia semangat sembari menahan pusing di kepalanya yang terus menyerang. Ayahnya menatapnya dengan raut khawatir lalu tersenyum menahan tangisnya. Ia merasakan firasat buruk ntah bagaimana.
"Ayah.. Yaya sayang Ayah. Kalo Yaya gak ada, Ayah jangan sedih ya? Ayah harus selalu bahagia." Lanjut Mia dengan tersenyum.
Ayah nya mengerutkan keningnya. "Maksud kamu apa Yaya ngomong gitu? Ayah gak suka ya. Tapi kamu harus tau kalo Ayah sayang Yaya. Kalo pergi, Ayah yang harusnya pergi duluan. Kamu masih muda, perjalanan kamu masih panjang Yaya." Balas Ayahnya sembari meneteskan air mata yang sedari tadi ia tahan. Sang Ayah teringat pada mendiang istrinya, Ibu dari Mia. Ia berucap dalam hati, berharap bahwa firasat buruknya hanya sebatas firasat saja.
"Maafin Yaya Ayah kalo Yaya banyak salah. Tapi Yaya pengen ketemu Mama sekara-" Ucap Mia terpotong dengan ringisan kecil dan mimisan yang cukup deras.
"NGGAK YAYA! TOLONG JANGAN TINGGALIN AYAH SENDIRI. YAYA?AYAH KESANA SEKARANG JUGA YA!" Teriak panik Sang Ayah diiringi tangisannya. Ia berlari keluar menuju mobilnya sambil tidak mematikan telponnya.
Mia tidak bisa menahan pusingnya lagi, ia menatap selembar kertas yang tadi ia tulis di meja. Itu adalah surat perpisahan untuk temannya, Dhira dan untuk Ayahnya.
"Yaya sayang banget sama kalian." Ucap Mia tertahan layaknya berbisik. Setelah itu, gelap.
♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥
Next?
Jangan lupa vote & commentnya ya guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
JELLY
FantasyMia Ivy Shevanka, seorang gadis remaja yang tewas karena memiliki penyakit mematikan. Namun saat dia bangun, dia menjadi seorang gadis kecil berusia tiga belas tahun yang bernama Jelly Areya Sander. Saat itu, dia pikir kesamaan nama-nama orang disek...