29

603 67 15
                                    

Win tak sadarkan diri sejak siang kemarin, dan sekarang sudah siang lagi namun lagi lagi Win tak kunjung siuman. Bright masih setia Menunggu Win, masih dengan pakaian yang sama seperti kemarin namun dengan wajah yang lebih kacau.

Setelah beberapa saat Win melakukan pergerakan kecil di jari jarinya, hal itu disadari Bright yang tak luput memperhatikan Win sedari tadi. Bright sangat senang, saking senangnya ia tak tahu harus melakukan apa.

"Win...?, Win apa kau sudah sadar?"

Bright sambil memegang lembut tangan Win.

Win perlahan membuka matanya, namun ia tak seperti biasanya tak seperti orang yang baru siuman. Ia melirik Bright sebentar lalu mengalihkan matanya ke langit langit di depannya. Melihat hal itu tentu saja membuat Bright kebingungan.

"Win apakah ada yang sakit?"

Namun lagi lagi yang ditanya hanya membuat wajah datar tanpa mengatakan sepatah katapun, Bright yang takut ada apa apa dengan Win langsung keluar lalu kembali lagi dengan seorang dokter dan beberapa perawat. Dokter segera memeriksa Win dengan alat alat yang authorpun tak tahu namanya sadL,,, Lanjut! !.... perawat sedang mencatat sedangkan dokter sibuk memeriksa Win

"Apa kau baik baik saja?, coba katakana sesuatu" namun lagi lagi Win tak menjawab.

"Tuan ada sesuatu yang ingin saya bicarakan, tolong ikuti saya ke ruangan" Dokter

"Baik" Bright hanya mengikuti dokter

Skip ruangan dokter

"Ada apa dengan Win dok?" Bright mengawali pembicaraan

"Dari hasil penelitian sepertinya Win mengalami Selective mutism atau bisu selektif adalah kondisi saat seseorang tidak bisa berbicara pada situasi sosial atau kepada orang-orang tertentu. Hal itu disebabkan karena gangguan kecemasan"

Kini Bright berjalan di sepanjang koridor rumah sakit, hatinya tak henti hentinya mengumpat "Brengsek Bright bagaimana kau bisa melakukan kesalahan sefatal itu, haha Selective mutism sekarang Win mengalami autis, Bright sialan! !" hingga Bright tak sadar dirinya memukul dinding rumah sakit dan bisa di pastikan tangannya lecet dan memar. Sampai di ruangan tempat Win di rawat Bright melihat Win sedang tertidur pulas. Alex tiba tiba masuk ruangan dengan nafas terengah engah.

"Tuan kenapa kau tak dapat di hubungi?" Alex

Sedangkan Bright merogoh saku celananya dan mengeluarkan handphone dari sana

"Umm aku lupa hpku habis baterai" Bright tampak tak semangat

"Tuan ayo bicara di luar" Alex

"Bicaralah disini aku lelah" Tolak Bright, karena ia mengira tak ada hal serius, namun Alex menarik tangan Bright hingga mereka sampai di luar ruangan.

"Louis di temukan mengakhiri hidupnya pagi ini tuan" Alex dengan mata terpejam tak tega

Bright kaget bukan main, rasanya tubuhnya tak bertenaga. Ia menangkup wajahnya kasar sambil perlahan duduk di kursi tunggu yang berada tepat di belakangnya, ia tak terlalu mengenal Louis tapi kepergiannya sangat menyakitkan mengingat Win yang merupakan keponakan Louis.

"Sebelum meninggal ia sempat menulis ini tuan" Alex memberikan secarik kertas dan segera di buka oleh Bright.

"Bright aku sudah tak memiliki siapa siapa, setelah orang tuaku meninggal aku menjadikan kakak ku Pim sebagai ibuku dan kakak iparku sebagai ayahku. Setelah kakak iparku meninggal aku merasa telah kehilangan sosok ayahku untuk ke 2 kalinya, kini kak Pim sudah meninggal dan aku sangat hancur. Aku sudah tak sanggup lagi aku terlalu taku untuk hidup. Tapi satu pintaku, tolong jaga Win aku terlalu pengecut untuk menghadapi Win. Tapi aku yakin kau bisa menjaga dan membahagiakan Win. Selamat tinggal".

Bright menangis sesegukan sambil meremas surat itu,

"Bagaimana? Bagaimana bisa Win bahagia sedangkan kau pun pergi meninggalkannya!" Ucap Bright di tengah tengah tangisannya.

Seminggu telah berlalu Win di bawa ke rumah Bright tanpa penolakan dari Win, karena kini Win hanya menurut saja mau di perlakukan seperti apapun. Namun saat Win hendak di bawa ke kamar Bright Win langsung membeku, langkahnya berhenti padahal baru saja Bright membukakan pintu kamar. Tergambar bayangan bayangan saat Bright melakukan penyiksaan terhadap Win di kamar itu bagai film yang terus diulang ulang, Win menangis histeris. Win ingin lari dan terus memberontak, kamar itu seakan menjadi trauma baginya. Bright yang mengerti akan hal itu berusaha menenangkan Win dengan memeluknya, perlahan Win tenang dan menghentikan tangisannya. Namun kini malah Bright yang menangis ia sangat sedih karena dalam memory Win hal tentang Bright adalah neraka bagi Win.

"Tak apa apa Win, tenanglah aku takan menyakitimu" Bright hampir tak terdengar

Bright memutuskan membawa Win ke kamar lain yang tak jauh dari kamarnya,

"Apa kau baik baik saja dengan kamar ini?"

Percuma saja Win takan menjawab, tapi Bright tahu jawaban Win walaupun ia tak bersuara. Bright sudah terbiasa dengan itu,

"Mulai sekarang kau akan tinggal disini dan aku akan menjagamu, aku janji" Bright sambil mengusap rambut Win sayang

"Istirahatlah perjalanan dari rumah sakit pasti membuatmu lelah" Bright sebelum akhirnya keluar dari kamar Win.

Hari telah berganti minggu, minggu telah berganti bulan. Setiap pagi Bright akan mengecek Win di kamarnya sebelum ia melakukan hal apapun termasuk membasuh wajah, sekarang Win adalah prioritas utamanya apalagi Lyn belum kembali dari luar negeri setelah beberapa bulan lalu, bahkan mungkin Lyn tak tahu apa saja yang terjadi. Rutinitas mengecek Win selalu ia lakukan setelah beberapa bulan Win tinggal di rumahnya ini, namun tak ada perkembangan dari Win sedikitpun. Dilihatnya Win masih tidur dengan damainya, Bright duduk di samping kasur sambil memandangi Win. Tangannya terangkat mengusap lembut rambut Win, tanpa ia sadari airmatanya jatuh mengingat seluruh perbuatannya pada Win hingga membuatnya menderita samapi seperti ini. Hal itu membuat rasa bersalahnya semakin mengerogoti dirinya

"Bagaimana aku bisa membunuh bunga yang sudah layu hingga hancur berkeping keeping?" Tanya nya pada dirinya sendiri.

Sore hari Win duduk di samping kasurnya menghadap luar jendela, ia sangat jarang keluar dari kamar bahkan dapat dihitung jari selama ia tinggal di rumah Bright. Bright datang dengan kemeja putih khas orang baru pulang kerja, dengan membawa berbagai buah di tangannya tidak lupa sebilah pisau buah untuk mengupasnya.

"Hahh cuaca hari ini sangat bagus, tapi terlalu panas untuku" Bright sambil tersenyum, walau selalu tak ada jawaban tapi Bright selalu mengajak Win berbicara.

"Apa kau ingin Pir?" Win menengok kearah Bright dengan tatapan penuh arti, dari sana Bright menyimpulkan bahwa Win mau. Bright lalu mengupas pir untuk Win hingga tiba tiba aktivitasnya terhenti karena hpnya bordering

"Hallo?" Bright meletakan buah dan pisaunya lalu berdiri dan membelakangi Win.

Sedangkan Win menatap Bright yang sedang menelpon, entah apa yang Win pikirkan tentang Bright. Bright telah selesai menelpon baru saja ia berbalik Bright membelalak karena saat sesuatu terasa menembus kulit perutnya

"W ...win..." Bright memegangi luka tusuknya, kemeja putih yang dikenakannya kini telah berubah warna menjadi merah karena darah yang terus merembas dari luka tusukan karya Win. Win seketika kaget dengan aksinya barusan, ia ingin memanggil Bright namun suaranya tak kunjung keluar. Ia juga ingin menolong Bright namun badannya kaku seakan otak dan tubuhnya sudah tak lagi terhubung. Tubuh Win bergetar hebat saat melihat Bright ambruk dan sekarat, Win sangat ingin memanggil Bright namun lagi lagi tak bersuara, dan yang keluar hanyalah suara teriakan histeris dari Win yang menangis dan ketakutan.

"W..winn" Dengan suara bergetar Bright berkata

"Tak apa ... win.. tak...apa..aku baik..baik saja...tak apa" ucap Bright terbata bata dan perlahan kehilangan nafas lalu matanya menutup secara perlahan. Win menangis sejadi jadinya dengan badan yang membeku ternyata melihat Bright di ambang kematian dengan darah berlumuran di hadapan kepalanya sendiri tak membuat Win merasa senang.

Udah lama gak up:v maaf ya mentemennnn...... dan cerita ini belum berakhir:v

Vote dan komentar kalian sangat berarti bagi author Happy Reading! !

One Paid Two || BrightWin || BWSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang