Lelaki muda itu duduk manis merenung menatap hujan
Ia membiru lalu sendu serta berucap haru
Orang lain menganggapnya bunglon
Karena ia berubah mengikuti alam hati manusiaIa mengenakan pakaian putih bersih
Yang kini penuh caruk maruk hitam jelaga
Tidak apa-apa, katanya
Keduanya menjadikannya lebih menawanLebih nyata dalam realita
Ada aroma yang menusuk hidungnya
Mungkin ibu sedang memasak masakan yang lezat
Membayangkannya saja membuat dia berubah kuning, nyamanKemudian langit biru tak berawan
Pakaian putihnya menjadi bersinar terang sekarang
Begitulah adanya
Ketika ia bahagiaTapi ia menjelma paling tampan
ketika bertemu sang ibu
Yang setelah bergelut dengan asap kompor
Memeluk ibunya dan kini ia menjadi abu-abuSeolah hitam yang berkata sudah lelah
Untuk bersolek pada bahu lelaki itu
Keduanya akan saling menatap
TersenyumKetika ia merasa baik
Wajahnya berseri-seri
Semakin ia lebih baik lagi
Semakin pula ia bersemiSeperti musim
Maka lelaki itu berubah keemasan
Lalu merah, lalu biru, lalu hijau, lalu kuning sewarna pelangi
Lalu putih cerah seperti pengampunanIa berubah tiada henti
Yang satu lebih menawan dan agung dari sebelumnya
Kini pakaiannya berganti warna serta bercahaya
Membunyikan nada indah yang membuatnya tertawaTawanya ialah kidung merdu adzan magrib
Dan tinggal gereja purba
Serta aroma dupa
Sang ibu dengan pelan berkata, "lelah ku hilang"Sekejap lelaki itu menjelma harmoni
Melodi-melodi di udara yang terombang-ambing
Bernyanyi kecil senandung bahagia
Rupa-rupa hati manusia yang berlagu diantaranyaIa lagu yang mengharu biru, ia lagu alam yang berbahagia
Ia menjelma nada
Saat disentuh, oleh cintaAntologi #Warna