#05 Rasa Sakit

5K 356 173
                                    

Momen itu menjadi momen paling menegangkan dan menakutkan bagi Esther, tak pernah Esther tahu bahwa kejadian ini akan menjadi trauma seumur hidup baginya, dan ini adalah ... terakhir kalinya ia memiliki sebutan sebagai 'Nona Muda' kediaman Limburg.

Pelukan Esther pada adik-adiknya semakin mengerat, Esther memejamkan matanya berusaha meyakinkan diri sendiri. Saat itu, dengan tubuh bergetar Esther mulai berbicara.

"Akulah ... yang melakukannya, Ayah..." seru Esther dengan nada rendah yang penuh akan rasa takut.

Jantung Esther terpacu, dadanya terasa di remas, rasanya sangat sakit seperti ada jarum yang menghujam jantungnya berkali-kali. Kebohongan yang keluar dari mulutnya terdengar begitu nyata, Esther menyembunyikan kesalahan adik-adiknya demi untuk melindungi mereka dari amarah Ibu tiri beserta Ayahnya, membiarkan namanya menjadi kotor seperti air yang keruh, dan membuat masa depannya hancur hanya dalam waktu kurang dari satu detik.

Segera setelah itu, suara langkah kaki yang begitu cepat tiba-tiba terdengar. Langkah kaki Viscount yang mendatangkan amarah di setiap hentakkan, dan pada detik selanjutnya, sebuah tamparan keras dilayangkan ke wajah Esther hingga membuat tubuh Esther tersungkur membentur lemari kecil dengan vas bunga diatasnya.

PRANKKK!!!

Tak sampai disana, Viscount menendang seluruh tubuh Esther berkali-kali dengan sangat brutal seperti seseorang yang tengah memukuli binatang pengganggu. Esther yang diperlakukan seperti itu hanya bisa meringkuk di lantai sambil berusaha melindungi kepalanya, sementara Enzy dan Elis berteriak histeris menyaksikan kebrutalan Ayahnya yang terus memukuli Kakaknya tanpa ampun dengan sebuah tongkat yang sering ia bawa.

Darah segar mengucur melalui pelipis Esther yang berdarah karena membentur lemari, sudut bibir Esther telah robek dibuatnya, bahkan hidungnya ikut mengeluarkan darah. Pada titik itu, Esther merasa sangat pusing seolah-olah kesadarannya akan segera hilang, namun sebelum itu, Esther menyempatkan diri untuk tersenyum ke arah dua adiknya sebagai bentuk perhatian agar mereka tak khawatir terhadapnya.

"Ibu... Aku sudah menepati janji ku untuk melindungi Adik-adik..." - lirih Esther dalam hati sebelum akhirnya kesadarannya benar-benar hilang.

###

"Haahhh...!!!"

Di sebuah kamar di suatu penginapan, Esther terbangun dari tidurnya, nafasnya memburu, bahkan sisa-sisa air mata masih membasahi matanya hingga membuat setengah wajahnya menjadi basah.

"Haa... Haa..."

Esther menatap kosong langit-langit diatasnya, tangannya terulur menyentuh kepalanya yang terasa sakit dan sedikit pusing. Esther meringis merasakan perasaan yang mengganggu di pagi hari.

"Mimpi itu lagi... Ku pikir aku sudah lupa." - gumam Esther dalam hati.

Esther menghela nafasnya lelah memikirkan mimpi yang masih menghantuinya selama tujuh tahun terkahir. Mimpi yang sama dengan kejadian dimana ia di usir dari kediaman Limburg.

Kejadian itu telah berlalu sejak tujuh tahun lamanya. Di hari kematian saudara tirinya karena bertengkar dengan saudara kandungnya, Esther mengotori namanya sendiri dengan mengakui hal yang tak pernah ia perbuat.

Hari itu Ayahnya memukulinya tanpa ampun seperti memukuli seorang budak rendahan, sejak saat itu Esther di usir dari kediaman Viscount, dan namanya bahkan dihapus dalam daftar keluarga. Akibatnya, Esther harus kehilangan pekerjaannya sebagai profesor di sebuah Academy dalam kekaisaran, ia juga harus menerima rasa malu karena diusir dari pergaulan kelas atas, bahkan namanya telah di cap sebagai 'pembunuh sedarah', dimana Esther dituding telah membunuh saudaranya sendiri.

Blind Spot || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang