1. The Charm of Old Books

69 9 7
                                    

Dari kejauhan, klakson mobil berdering melodi frustrasi di tengah gemuruh lalu lintas yang berhenti di lampu hijau. Elora, duduk di dalam mobilnya yang nyaman, melepaskan safety belt dengan geram. "Oh come on! Itu ngapain sih? Keburu telat nih gue!" keluhnya, keluar dari mobil dengan langkah yang cepat menuju pengemudi di depannya yang sepertinya tidak bersikap responsif.

Sopir Elora membuka kaca mobil, "Kemana, Non?" tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.

Elora hanya menunjukkan ke arah depan dengan raut wajah yang kusut. Dengan langkah yang penuh emosi, ia mendekati mobil tersebut dan mengetuk kaca gelapnya berulang kali. "Sorry, bisa cepetan maju nggak, ini di jalan jangan tidur!" teriak Elora, namun tidak ada respon yang datang.

Sopir tersebut ikut keluar dari mobil dan mendekati Elora dengan sikap yang coba menenangkan. "Lampu sudah hijau Non, masuk saja," ujarnya dengan penuh kesabaran.

"Bentar pak, masalahnya orang ini diem aja gak jalanin mobilnya, gimana kita bisa lewat?" tanya Elora sambil berkacak pinggang. Meskipun sopir mencoba mengajak Elora kembali ke mobil, Elora tetap memperhatikan pengemudi di depannya.

"Biar saya saja yang cek, Non," ujar sopir, mengetuk kaca mobil dan memanggil berulangkali. Namun, tetap tak ada respon yang datang. "Woy, ayolah cepetan, ngapain gak jalan-jalan!!" teriak pengemudi di belakang yang tidak menyadari kondisi di depan.

"Bisa gak enggak usah teriak?" Elora memotong dengan tegas, membuat pengemudi di belakangnya kaget. "Gimana pak, ada respon?" tanya Elora pada sopirnya.

"Tidak Non," jawab pria itu. Elora mendekati pintu mobil dan mencoba membukanya. Pintu terbuka, dan pengemudi hanya duduk diam, menghadap ke kiri seperti orang yang sedang tidur.

"Mas!" panggil Elora, tetapi tak ada jawaban. Sopir menggantikan Elora untuk mengecek pria itu, menyadari bahwa dia tidak bernapas dan tidak berdenyut. "Nggak napas, Non," jelas Sopir dengan suara gemetar. Elora segera memanggil bantuan, memberitahu pengemudi lain untuk menyalip mobil yang tidak bergerak. Ia menyadari bahwa lebih dari sekadar keterlambatan sedang terjadi di jalanan yang biasanya ramai itu.

***

Kurang dari 4 menit lagi bel sekolah akan berbunyi, Elora bersiap-siap mengambil tasnya, dan tak lupa membawa buku novel kesayangannya. "Kuncinya kasih ke aku ya, pak. Nanti, kalau sudah parkir di minimarket depan, bapak naik ojol aja ya. Kalau sudah nyampe rumah, nanti saya ganti biaya ongkosnya," ucapnya dengan ramah, memberikan instruksi pada sopirnya.

"Baik, Non," jawab sopir dengan sikap patuh.

Sesuai peraturan sekolah yang melarang siswa membawa kendaraan pribadi kecuali sepeda, Elora meminta agar mobil diparkir di minimarket depan sekolah untuk kali ini. Baginya, menunggu jemputan adalah hal yang membosankan.

Setelah beberapa menit, sopir memarkir mobil sesuai permintaan dan memberikan kuncinya pada Elora. "Makasih, eh iya pak, nanti kalau pihak berwajib minta keterangan, bapak aja yang kesana," pintanya sekali lagi, memberikan instruksi lebih lanjut pada sopir.

"Baik, Non," jawab sopir sambil menyetujui permintaan Elora.

Di Oxana High School, tempat Elora menjalani masa sekolah menengah atas, sahabatnya Clarissa buru-buru menghampirinya. "El!" panggil Clarissa, mengagetkan Elora yang sedang berjalan menuju kelas.

"Hmm," dehem Elora, merespon sambil terus berjalan.

"Gue ada suatu teori buat lo!" ujar Clarissa tiba-tiba, memperkenalkan topik yang tidak biasa.

Elora mengerutkan kening. "Sejak kapan lo suka bahas teori?" tanya Elora, terkejut dengan tiba-tiba Clarissa membicarakan sesuatu yang di luar kebiasaan.

DIVE INTO THE LETTERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang