23. A Life Between Words

8 2 5
                                    


Lebih dari satu dekade berlalu sejak Dalia dan Bani menjalani ikatan pernikahan mereka. Seiring berjalannya waktu, impian mereka untuk memiliki rumah sendiri akhirnya menjadi kenyataan. Sebelas tahun perjuangan dan kerja keras mereka terbayarkan, mereka meninggalkan rumah kayu yang menjadi saksi keringat dan cinta keduanya.

Waktu kian berlalu dan usia semakin bertambah, dalam keceriaan Dalia dan Bani menggelar pesta ulang tahun yang ke-17 untuk Annora, putri tunggalnya. Rumah itu dipenuhi tawa dan riuh rendah teman-teman Annora yang datang untuk merayakan bersama.

"Selamat ulang tahun, sayang," ucap Dalia sambil mencium lembut pipi Annora, lalu memberikan hadiah yang dibalut dengan pita cantik.

"Terima kasih, Ma." Annora tersenyum sambil memeluk ibunya, merasakan kehangatan kasih sayang yang tak tergantikan.

Bani, sang ayah, tidak kalah penuh kelembutan. "Anak cantik, selamat ulang tahun ya, besok bikin KTP," ujarnya dengan nada lembut sambil mengecup kening Annora. Percakapan santai itu membuat suasana semakin akrab, dihiasi senyum dan kebahagiaan yang melebur dalam momen berharga keluarga kecil itu.

Pesta berlangsung penuh semangat dan meriah. Anak-anak muda berdansa dan tertawa, mengisi rumah dengan keceriaan yang begitu menggembirakan. Pukul 21.00, tamu-tamu berangsur pulang, menyisakan keluarga kecil Annora yang berencana membereskan rumah keesokan harinya.

Keesokan harinya, sinar matahari pagi menyinari keping-keping kenangan dari malam sebelumnya. Keluarga itu, bersama-sama, bergotong-royong membersihkan rumah. Tidak sekadar membereskan barang bekas pesta, namun mereka bermaksud membersihkan rumah secara menyeluruh, menciptakan keharmonisan dalam setiap sudut ruangan.

Bani dan Annora terlihat di halaman belakang rumah, berdua membersihkan rumput ilalang yang merambat di sekitar. Tangan mereka bergerak penuh semangat, menciptakan keindahan bersama di halaman belakang rumah. Namun, tidak terhindarkan, rasa nyeri melanda Bani setelah berjongkok cukup lama.

"Aduh," keluh Bani sambil memegang pinggangnya.

"Maklum udah tua," lelucon Annora, menyertai pandangan lembutnya pada sang ayah, lalu diikuti tawa riang.

Di sisi lain rumah, Dalia tengah sibuk membersihkan dan menata seisi rumah. Langkahnya mantap menuju ruang kerjanya, di mana berbagai buku menanti untuk ditata dengan rapi. Sinar matahari yang masuk melalui jendela menciptakan kehangatan di ruangan yang penuh kenangan.

Dalam proses membersihkan laci yang tak terjamah selama 17 tahun, Dalia menemukan sebuah buku usang. Dengan rasa penasaran dan senyum yang mulai terbentuk di wajahnya, Dalia mengambil buku itu yang sudah lama terlupakan. Sebuah karya yang pernah ia tulis, namun terlantar karena kesibukan merawat anak pertamanya, Annora.

Dengan lembut, tangan Dalia menyentuh kulit buku yang kini sudah berdebu. Ia meletakkan buku itu di atas meja dan membuka halaman pertama. Nama "The Guardian Queen" tertulis di sampulnya, mengingatkan Dalia akan dunia imajinatif yang pernah diciptakannya bertahun-tahun lalu.

Ia terbuai oleh deretan kata yang pernah tertulis di sana, menggali memori dari masa lalu yang hampir terlupakan. Namun, ketika ia mencapai halaman terakhir, keheranan menyelinap di wajahnya. Di sana, tertulis sepasang kalimat yang sepertinya tak pernah ia tulis sebelumnya.

"Hanya barang yang kau sentuh yang akan kau bawa, selesaikan lalu pulanglah."

Saat Dalia membaca kalimat terakhir itu, seketika cahaya misterius memancar dari buku itu. Tubuhnya gemetar, dan ia terjatuh tak sadarkan diri. Sejenak, ruangan itu dipenuhi dengan keheningan.

Beberapa menit berlalu, Bani, sang suami, yang khawatir mencari-cari istrinya, memasuki ruangan itu dan menemukan Dalia tergeletak di lantai. Kekhawatiran seketika menghampiri hatinya. 

DIVE INTO THE LETTERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang