12. Answer

13 3 9
                                    

Sebelumnya, dalam perjalanan menuju perkemahan yang strategis sebelum perang dimulai dalam dua hari, suasana di antara Raja Giorno dan pasukannya terasa begitu cair. Mereka menunggang kuda dengan penuh semangat, sementara Raja sesekali menciptakan keceriaan dengan membicarakan tentang putrinya, Karina. Ada sentuhan humor dalam nada suaranya ketika ia menceritakan betapa lucunya Karina yang bersikeras untuk ikut dalam perang, padahal dengan tegas Raja memahami bahwa itu bukan ranahnya.

Portgas, tangan kanan Raja yang mahir menunggang kuda, merespon dengan tawaan hangat menyertai pembicaraan raja. "Tapi harus kuakui, Yang Mulia, tekad Putri Karina patut diacungi jempol. Jarang-jarang dia seperti ini, biasanya keluar kamar saja dia tidak tertarik pada urusan-urusan seperti ini."

"Kau benar sekali, Portgas!" Disusul tawaan riang yang melengkapi percakapan ringan di dalam kereta.

Sesampainya di tempat perkemahan yang telah ditentukan, sementara para prajurit sibuk menyiapkan perlengkapan dan membangun tenda, Raja Giorno memutuskan untuk fokus pada persiapan pribadinya. Dia mendekati Portgas sambil membawa pedangnya yang setia menemaninya.

"Portgas, asah lagi pedang ini agar lebih tajam. Malam ini, aku berencana untuk berlatih keras sampai besok pagi," ujar Raja dengan tekad di matanya.

Portgas menerima pedang tersebut dengan penuh hormat, "Jangan terlalu memaksa, Yang Mulia. Jaga kesehatanmu. Kita butuh stamina yang prima untuk menghadapi perang besok lusa." Komentar bijak Portgas diiringi dengan senyuman penuh pengertian. "Kalau begitu, saya pergi dulu," pamitnya sambil memberikan salam hormat, lalu dibalas oleh Raja dengan anggukan tulus.

Selang beberapa waktu kemudian, Portgas melangkah dengan langkah lelah mendekati Raja Giorno, membawa pedang yang baru saja diasahnya. Raja, pria bijaksana yang peka terhadap ekspresi bawahannya, merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati Portgas. "Kau kenapa, Portgas?" tanya Raja dengan nada penuh kepedulian, matanya menatap tajam ke arah pelayannya yang setia.

Portgas mengangkat pandang, wajahnya mencerminkan kelelahan dan mungkin juga kekhawatiran yang mendalam. "Tidak apa, Yang Mulia. Saya hanya merasa sedikit lelah," jawabnya dengan suara yang terdengar lesu, seolah-olah ada beban berat yang dipikulnya. Raja Giorno, yang sudah lama mengenal pelayannya itu, merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik.

Raja meresapi atmosfer yang berubah dari sebelumnya. Ia tahu bahwa persiapan perang ini memang memberikan tekanan yang besar, terutama pada orang-orang seperti Portgas yang bertanggung jawab penuh dalam menjaga kesiapan pasukan. "Baiklah, Portgas. Katakan pada semua prajurit untuk istirahat sejenak dan kita akan makan dahulu sebelum melanjutkan latihan," perintah Raja dengan penuh kebijaksanaan, mencoba memberikan sedikit kelonggaran bagi semua yang terlibat dalam persiapan perang ini. Dan perintah ini diiyakan dengan patuh oleh Portgas, sekaligus merelakan dirinya untuk sejenak melepaskan beban yang ada di pundaknya.

***

"Anna, berikan aku selembar kertas dan burung merpati, sekarang!" pintanya dengan suara tegas, mata Elora penuh dengan tekad yang menggebu.

Anna, dengan rasa ingin tahu yang terpancar di wajahnya, tak ragu memenuhi permintaan Elora. "Untuk apa ini, Putri?" tanyanya dengan penuh keingintahuan.

Elora tersenyum misterius, "Nanti kau akan tahu. Cepat lakukan permintaanku ini," ujarnya sambil terus melangkah menuju kamarnya. Anna mengangguk patuh dan bergegas menjalankan perintah Elora.

Beberapa saat kemudian, Anna kembali dengan membawa kertas dan burung merpati. Elora segera duduk di meja dan menuliskan beberapa kata di sana, dengan ekspresi wajah yang penuh perhitungan. "Aku ingin bertemu sekarang," tulisnya dengan huruf yang tegas dan jelas.

DIVE INTO THE LETTERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang