Episode 9

264 20 0
                                    

Author POV
  Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari dimana kelas Bianca akan menampilkan drama mereka masing-masing. Semua sudah berlatih keras selama seminggu lebih ini. Begitu juga dengan kelompoknya. Meskipun mereka hanya berlatih seadanya tapi mereka saling meyakinkan bahwa semuanya akan sukses. Begitu juga dengan hati Bianca. Rasa sakit hati kemarin karna Bagas sekarang sudah hilang setelah dia tumpah ruahkan kepada Meil dan Caca. Dia menangis sepuasnya dihadapan mereka dan mereka terus memberinya asupan semangat untuk menghadapi hari dan Bagas. Kadang cinta memang datang terlambat tapi bahagia akan datang tepat pada waktunya, kita hanya perlu bersabar dan tersenyum maka semuanya akan baik-baik saja.

  Bianca mengenakan pakaian khas wanita Babylon, rambut hitamnya di gulung ke belakang dan disisakan sedikit di samping telinga. Mereka menunggu di back stage, tepatnya di aula sekolah merela.

  Di sudut lain, seorang Bagas sedang    merasakan demam panggung. Dia masih merasa bingung untuk berhadapan dengan Bianca. Dia melirik Bianca yang sedang kebingungan juga.  Tak di duga mata mereka bertemu. Selang 5 detik barulah mereka sama-sama tersenyum.     Dengan itu, barulah Bagas bisa tenang mengetahui bahwa Bianca tidak marah dengannya.

Sekarang giliran kelompok mereka namun sebelum tampil, Ucok mengajak berbicara sebentar.
  "Baiklah. Sudah tiba waktunya guys. Do the best! Untuk Bagas dan Bianca, kalian  pemeran utamanya. Usahakan hayati! Show it with your heart! Spontanitas." Jelas Ucok dengan wajah serius. Mereka berdoa bersama sebelum naik ke panggung. Meskipun yang menyaksikan hanya beberapa guru, teman sekelas dan juga beberapa murid kelas lain yang sedang free tapi kegugupan bersarang di hati mereka.

  Dan drama pyramus dan Thisbe pun dimulai.

  Pyramus adalah seorang pria tampan, begitu juga Thisbe, gadis cantik dari Babylon, kota Ratu Semiramis. Rumah mereka berdekatan dan karena sering hidup di lingkungan yang sama, mereka saling mencintai. Mereka ingin menikah, namun kedua orang tua mereka tidak merestuinya. Bagaimana pun juga, cinta tidak bisa dilarang. Semakin nyala api dihalangi, semakin panas ia membakar hati. Cinta selalu menemukan jalannya. Rasanya mustahil jika memisahkan kedua anak muda itu yang saling mencintai itu.

Di antara tembok rumah mereka terdapat sebuah celah kecil. Tak ada yang memperhatikan celah itu, akan tetapi tak ada yang tak diperhatikan oleh dua insan yang sedang jatuh cinta itu. Pyramus dan Thisbe memperhatikannya dan lewat celah itu mereka saling membisikkan bahasa cinta. Pyramus di satu sisi dan Thisbe di sisi lainnya.

  "Thisbe, apa kau di sana?" Ujar Pyramus setengah berbisik.

  "Iya, aku disini. Apa kau baik-baik saja?" Thisbe tampak khawatir.

  "Aku baik-baik saja. Aku mencintaimu Thisbe, aku tak bisa hidup tanpamu." Ucap Pyramus dengan nada serak dan parau menahan tangisnya. Mendengar itu Thisbe pun meneteskan air mata dan sesunggukan menangisi pria di balik tembok itu.

  "Aku juga mencintaimu, Pyramus. Tapi kita bisa apa?" Jawabnya sambil terisak.

  Tembok kebencian yang memisahkan berubah menjadi tembok yang menyatukan mereka, dan mereka berpisah begitu matahari tenggelam berganti malam.

Suatu pagi saat fajar menyingsing, mereka akan berdiri di tembok itu, mengucap kalimat cinta yang membakar hati, kemudian menatapi nasib mereka yang malang, namun mereka hanya berbisik. Akhirnya datang sebuah hari di mana mereka tidak bisa menahan lebih lama lagi. Mereka memutuskan bahwa pada malam itu mereka harus bertemu di sebuah tempat yang aman.

  "Pyramus, aku sudah tidak tahan lagi terus menerus seperti ini." Ucap Thisbe terisak. Mendengar keluhan pujangga hatinya, Pyramus berpikir keras.

  "Baiklah, Thisbe. Dengarkan aku, kita harus bertemu disuatu tempat saat matahari tenggelam." Jelasnya.

  "Dimana itu?" Tanya Thisbe dengan gembira mendengar mereka akan segera bertemu.

  "Kita akan bertemu di makam Ninus, di bawah pohon Mulberry yang tinggi." Jawab Pyramus tak kalah bahagianya. Akhirnya mereka pun setuju untuk bertemu disana. Mereka sangat bahagia dengan rencana itu dan bagi mereka sepertinya siang itu terasa sangat lama.

Akhirnya matahari tenggelam berganti malam. Thisbe keluar di bawah kegelapan dan pergi ke makam tersebut. Pyramus belum datang, Thisbe tetap menunggunya, dan cintanya membuatnya tegar.

  "Kenapa Pyramus belum juga datang? Apa dia terkena masalah? Sesuai janjiku, aku akan tetap menunggu cintaku disini." Kata Thisbe penuh keyakinan. Namun, tiba-tiba Thisbe melihat seekor singa betina. Singa itu baru saja membunuh mangsanya, terlihat dari kukunya yang berlumuran darah. Singa itu masih jauh dari Thisbe, sehingga ia masih bisa melarikan diri. Namun, ketika ia melarikan diri selendangnya terjatuh. Singa itu menghampiri selendang Thisbe dalam perjalanan pulang ke sarangnya, dan sebelum ia menghilang ke dalam hutan ia merobek-robek selendang Thisbe.

Tak lama setelah singa itu masuk ke dalam hutan, Pyramus datang dan ia melihat selendang Thisbe yang terkoyak-koyak serta berlumuran darah. Dan, di dekat selendang itu, ia melihat jejak singa. Satu kesimpulan yang pasti, Pyramus menganggap kekasihnya telah mati dimangsa singa.

  “Akulah yang telah membunuhnya!” Pyramus meratapi selendang Thisbe yang sudah tak berbentuk itu, lalu menciumnya berkali-kali. Kemudian, dibawanya selendang itu ke pohon Mulberry.

  “Sekarang, kau juga harus meminum darahku." Ucap Pyramus pada pohon itu. Tiba-tiba saja Pyranus mencabut pedangnya lalu menancapkan pada perutnya. Darahnya muncrat hingga mengenai pohon dan menutupi buah-buah prambus yang putih itu dengan darahnya.

  Pada bagian lain, meskipun Thisbe sebenarnya takut pada singa tadi, Ia tak ingin mengecewakan kekasihnya. Ia memutuskan untuk kembali ke pohon Mulberry yang buahnya seputih salju, tempat yang ia rencanakan untuk bertemu dengan kekasihnya, Pyramus. Namun, ia tak menemukan pohon itu. Sebuah pohon memang ada, tapi bukan pohon yang ia lihat sebelumnya. Ia terus pandangi pohon itu, hingga tiba-tiba ia melihat sesuatu  bergerak-gerak di bawah pohon. Ia mundur sejenak, tapi tak lama kemudian ia melihat jelas sesuatu yang bergerak di bawah pohon itu, yang tak lain adalah Pyramus, yang sedang sekarat dan berlumur darah. Thisbe kaget luar biasa. Ia hampiri Pyramus, lalu memeluknya. Ia cium keningnya yang sudah mendingin, dan terus memeluknya.

  “Bangunlah, ku mohon! Ini kekasihmu, Thisbe!” ucap Thisbe tersengguk-sengguk, tak dapat menahan tangisnya. Ketika mendengar nama Thisbe, Pyramus membuka matanya yang mulai berat lalu mencium lembut bibir Thisbe, tapi hanya sesaat, dan kemudian ia tak dapat lagi membuka kedua kelopak matanya.
Thisbe melihat pedang yang menancap pada perut kekasihnya serta selendangnya yang yang tergeletak di sampingnya. Kini ia mulai paham apa yang telah terjadi.

  “Tanganmu sendiri yang membunuhmu dan, cintamu padaku… Oh, aku juga bisa menjadi pemberani, aku juga dapat mencintai, hanya kematian yang sanggup memisahkan kita”.  Ucap Thisbe tersedu-sedu. Ia kemudian mencabut pedang yang masih menancap di perut kekasihnya, lalu menancapkan pedang yang berlumur darah kekasihnya itu ke dalam hatinya. Mereka berdua pun mati bersama dibawah pohon Mulberry yang membuat buah prambus itu berwarna putih menjadi warna merah semerah darah.

I Believe About DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang