Episode 24

176 13 0
                                    

Author POV
Keesokan harinya, Edien segera berangkat ke rumah Bianca setelah dia menyelesaikan sarapannya. Sesampainya disana, dia langsung masuk ke dalam tapi rumah Bianca terlihat begitu sepi baginya, tidak seperti biasanya setiap dia datang ke sini. Biasanya Bianca langsung menyambutnya dengan pelukan hangat. Edien tersenyum miris.
"Orang rumah kemana ya, bik?" Tanya Edien kepada bi Iyem yang sedang memasukkan belanjaannya ke dalam kulkas. Bi Iyem terlonjak kaget.

"MasyaAllah, saya kirain siapa.." lirih bi Iyem sambil memegangi dadanya.

"Maaf bik udah buat kaget." Ucap Edien terkekeh geli.

"Hehhhh. Nyonya udah pergi ke kantor pagi-pagi buta tadi. Trus non Bianca belum keluar kamar dari semalan. Dia juga belum sarapan, saya takut maag-nya kambuh den." Ucap bi Iyem prihatin. Edien menghela nafas sambil berkacak pinggang.

"Ya sudah, mana sarapannya? Biar saya yang bawakan." Ucap Edien. Bi Iyem pun langsung memberikan nampan berisi bubur ayam dan segelas air putih. Edien segera menaiki tangga menuju kamar Bianca. Setelah berada didepan pintu kamar Bianca, Edien langsung membuka pintu yang ternyata tidak terkunci itu. Dia melihat Bianca masih tidur sambil memeluk gulingnya, melihat hal itu membuat Edien gemas.
'Andai gulingnya itu aku.' batin Edien, dia tertawa renyah menggelengkan kepalanya. Edien meletakkan nampan diatas nakas Bianca. Dia mengusap lembut kepala Bianca, merasa bersalah dengan Bianca setelah melihat mata Bianca yang membengkak.
'Pasti dia menangis semalam.' batin Edien lagi. Merasa disentuh, Bianca membuka matanya perlahan meskipun masih setengah sadar.
"Ya Tuhan, kapan coba aku bangunnya? Masih aja mimpi Edien, pagi-pagi dia udah ada dikamar aku." Gumam Bianca. Mendengar itu, Edien tertawa kecil.

"Ini udah siang, princess. Ayo bangun, sarapan. Nanti maag kamu kambuh." Ucap Edien duduk disamping ranjang Bianca.

"Iya sayang." Gumam Bianca kembali memeluk gulingnya, masih berpikir itu semua adalah mimpi. Edien kembali tertawa lalu mengecup pipi Bianca lama. Mendapati pipinya yang terasa basah, Bianca langsung membuka matanya lebar dan menatap Edien sambil mengerjap-ngerjapkan matanya lalu duduk. Edien tersenyum lembut sembari merapikan rambut Bianca yang berantakan. Tanpa berkata sepatah kata pun, Bianca langsung menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya, menyadari mukanya pasti terlihat seperti zombie setelah menangis semalaman. Edien hanya menggelengkan kepalanya lagi.
"Sekalian saja mandi, Bi. Aku menunggu ditaman belakang." Teriak Edien lalu membawa nampannya keluar dari kamar.

Setelah selesai mandi dan berpakaian, Bianca langsung menuju taman belakang. Disana dia melihat pangerannya sedang bermain dengan kucing barunya yang dibelikan Edien waktu itu, namanya Coko. Bianca duduk disamping Edien.
"Sarapan dulu, Bi." Ucap Edien lembut tapi tidak menoleh Bianca. Bianca pun memakan bubur ayamnya tanpa bicara, sesekali dia melirik Edien yang asik dengan kucingnya. Setelah bubur ayamnya habis, Bianca meletakkan mangkuknya dengan kasar. Lalu meneguk air putih dengan satu nafas karna kesal dengan Edien yang sedari tadi hanya bermain dengan kucing tanpa memperdulikannya.
"Sini." Ucap Edien langsung memeluk pinggang Bianca, mengetahui pacarnya itu sedang kesal. Hati Bianca luluh seketika mendapatkan pelukan dari Edien.

"I'm sorry to make you crying." Lanjut Edien mengusap disekitar mata Bianca. Bianca memejamkan matanya, membalas pelukan Edien, meletakkan kepalanya ditengkuk Edien mencium aroma parfum Edien.

"Iya. Aku minta maaf juga udah buat kamu marah." Ucap Bianca dengan nada serak. Edien melepas pelukannya.

"Sekarang ceritakan." Tegas Edien. Bianca menelan air ludahnya melihat tatapan tajam Edien. Bianca pun akhirnya menceritakan semua tentang Bagas dan dirinya. Bagaimana mereka bisa bersama padahal awalnga saling membenci dan bagimana mereka bisa berpisah secara dramatis. Selama Bianca bercerita, Edien hanya diam mendengarkan Bianca dan sesekali menahan rasa cemburu mendengar keromantisan Bagas dan Bianca.
"Jadi, aku dan dia udah gak ada apa-apa lagi. Kita udah gak ketemu sekitar 4 tahunan. Ya, mungkin aja dia refleks mel.." ucap Bianca, ragu-ragu melanjutkan perkataannya takut jika perkataannya membuat Edien marah.

I Believe About DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang