Episode 15

237 12 0
                                    

Bianca POV
Tidak terasa aku, Bagas, Caca, Meila dan Faril sudah menyelesaikan masa SMA. Masa dimana kami mengenal satu sama lain, menyayangi satu sama lain dan bersahabat sampai sekarang. Masa-masa remaja yang paling mengesankan bagiku. Masa yang akan aku rindukan dan tidak akan aku lupakan.
Kami semua sepakat untuk kuliah di universitas yang sama, yakni di ITB. Aku di program studi manajemen, Bagas dan Faril di teknik informatika, Caca di desain interior, sedangkan Meila di kewirausahaan. Aku dan Bagas masih bisa bertahan sampai sekarang, begitu juga dengan Meila dan Faril. Sedangkan Caca masih betah dengan pria koreanya. Kami semua bertekad untuk menggenggam kesuksesan bersama. Apapun yang terjadi, semua harus kami lewati.
°°°
Aku memandangi rembulan yang bersinar terang dan bintang yang terhampar dilangit gelap. Menikmati angin malam yang dingin dibalkon kamarku membuatku merasa lebih rileks, setelah pertengkaran yang akhir-akhir ini sering terjadi antara aku dan Bagas. Entah apa yang terjadi aku juga tidak mengerti, kami sering sekali salah paham dan berbeda pendapat. Tapi, aku selalu berusaha mengerti Bagas, mungkin saja dia sedang ada masalah tapi belum bisa bercerita kepadaku. Jadi, aku nemilih untuk sabar dulu.
Drttt..drrtt.. handphone-ku bergetar sembari bernyanyi dan dilayar tertulis 'Bae'.
"Hallo." Ucapku cuek, mood-ku belum sepenuhnya pulih.
"Apa kamu masih marah?" Tanya Bagas diujung sana. Aku menghela nafasku.
"Untuk apa aku marah? Kan kamu yang marah-marah." Jawabku sinis. Dia terdengar menghela nafas panjang.
"Jadi, kamu gak mau keluar denganku malam ini?" Tanyanya lagi sedikit dingin. Aku menimbang-nimbang sejenak ajakannya.
"Tidak. Aku sedang badmood." Ketusku. Kami hening sejenak, berada pada ego masing-masing.
"Up to you!" Ketusnya lalu mematikan sambungan telpon. Aku kaget. Baru ini dia berlaku kasar denganku, sebenarnya apa yang terjadi? Apa aku salah? Tapi apa salahku kalau dia tidak pernah memberitahuku? Apa dia sudah bosan denganku? Apa dia sudah tidak mencintaiku? Pertanyaan-pertanyaan itu menyayat hatiku. Air mataku menetes lagi. Aku memandangi bulan, aku merindukannya, tapi kenapa egoku selalu menang? Maafkan aku Bagas.

Bagas POV
Akhir-akhir ini, aku dan Bianca sering terlibat pertengkaran. Aku pikir, dia sudah berubah selama ini. Menjadi wanita yang lebih keras kepala. Seharusnya dia mengerti aku yang sedang dililit tugas dari para dosen killer. Sekarang dia juga jarang menemaniku untuk hangout, tidak seperti dulu. Mungkin ini adalah masa-masa sulit bagi kami. Jadi, aku harus lebih bersabar lagi tapi aku masih sering terbawa emosi dan egoku. Argh!

Aku menuju salah satu club di Bandung, menyusul teman-teman baruku di masa kuliah ini. Hanya sekedar menghilangkan stress ini sejenak. Seharusnya malam ini aku sedang dinner bersama Bianca, tapi apa daya dia menolak ajakanku. Menyebalkan.
"Woi, Gas! Sini!" Teriak Jeremy di pojok bar. Dentuman musik mengalun ditelingaku. Wanita sexy bertaburan disana-sini.
"Sendirian?" Tanya Bion. Aku mengangguk lesu. Jeremy mengajak kami untuk pindah ke tempat yang lebih nyaman. Aku, Jeremy, Bion, Chandra menjadi tontonan bagi wanita yang kelaparan disini. Wajar saja, tampang kami memang tidak bisa dipungkiri ketampanannya.
"Kenapa lagi lo sama cewek lo?" Tanya Chandra dengan mata yang sudah sayu karna mabuk.
"Biasa lah. Pusing gue, jangan dibahas dulu." Jawabku ketus. Bion menepuk bahuku.
"Slow man, enjoy this place. Drunk with me." Ucapnya sambil menyodorkan segelas whiskey. Aku pun segera meneguk minuman tersebut.

Author POV
"Hai, Vie. Here!" Jeremy berteriak sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah pintu masuk bar.
"Hai!" Pekik wanita tersebut. Bagas menoleh ke asal suara tersebut diikuti oleh pandangan wanita itu. Mereka berdua sama-sama terkejut. Bagas yang sudah dalam keadaan setengah mabuk, mengira semua ini adalah ilusi. Lain halnya dengan Vierra yang terlihat sangat gembira bisa bertemu dengan pria itu lagi. Pria yang telah merusak hatinya namun dia masih juga mencintai pria tersebut.
"Oh ya, kenalin Gas. Ini Vierra sepupu gue dan Vierra, ini Bagas temen kuliah gue." Ucap Jeremy.
"Kita udah kenal kok, Jer. Dia kakak kelas gue dulu." Ucap Vierra sembari tersenyum dan melirik ke arah Bagas.
"Really? Ya sudah kalau begitu, gue nyusul Bion sama Chandra dulu. Sebaiknya kalian flashback masa SMA." Ujar Jeremy lalu meninggalkan mereka berdua. Vierra masih berdiri sambil memainkan jari-jarinya.
"Apa kamu akan berdiri disana selamanya?" tanya Bagas, dia mengisyaratkan Vierra untuk duduk disampingnya. Vierra pun segera duduk.
"Apa kabar kak?" Tanya Vierra. Bagas melirik ke arah Vierra, wanita yang pernah ia sukai dulu.
"Baik, kamu?" Ucap Bagas dengan mata sayu.
"Baik juga. Sendiri aja? Kak Bianca mana?" Tanya Vierra lagi. Meskipun hatinya terasa sakit saat menyebutkan wanita yang telah mengambil hati prianya.
"Dia dirumah. Ternyata kamu suka pergi ke club ya?" Tukas Bagas menyeringai.
"Tidak juga. Sebulan hanya dua kali saja." Jawab Vierra. Mereka berdua pun berbincang-bincang, flashback. Bagas yang dalam keadaan mabuk bercerita jujur kepada Vierra, bahwa dulu dia sempat menyukai Vierra. Mendengar itu Vierra sangat senang sekali, sebuah harapan seperti muncul kembali.
Malam semakin larut, begitu juga dengan Bagas yang semakin larut dengan mabuknya. Melihat Bagas yang sudah mabuk berat, dia memutuskan untuk mengantarkan Bagas pulang tapi dia tidak tau dimana rumah Bagas. Hingga akhirnya dia pun membopong Bagas ke rumahnya yang sedang ditinggal kedua orang tuanya pergi ke luar negeri.
Sesampainya dikamar tamu, Vierra hendak pergi keluar tapi tangan Bagas menahan pergelangan tangannya hingga membuat dia tumbang di atas badan Bagas. Mereka bertatapan sejenak. Lama kelamaan, wajah mereka semakin mendekat satu sama lain dan akhirnya kedua bibir insan itu pun menyatu, berubah menjadi gairah yang menuntut. Meskipun Vierra tau bahwa Bagas berada dalam keadaan tidak sadar tapi dia rela memberikan tubuhnya menyatu dengan tubuh Bagas. Sedangkan Bagas, berkhayal bahwa itu adalah Bianca. Dia melampiaskan kekesalan dan hasratnya kepada Vierra. Malam yang panjang untuk sepasang manusia.
°°°
Kamar Bianca telah dipenuhi tissue bekas air mata dan ingusnya. Dia meluapkan tangisannya malam itu, tidak peduli jika esok hari matanya akan bengkak.
"Udah puas nangisnya?" Tanya Meila sambil mengusap punggung Bianca. Bianca menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya kasar, tak lama dia tertawa keras.
"Dasar gila!" Pekik Caca. Mereka pun tertawa bersama. Bianca hanya perlu meluapkan semuanya sesaat tapi setelah itu dia akan merasa lebih baik apalagi dibantu kehadiran sahabat-sahabatnya itu.
"Daripada lo galau terus-terusan, lebih baik kita nonton drama korea aja." Ucap Caca mengeluarkan beberapa kaset drama korea dari tasnya. Bianca dan Meila pun mengangguk setuju.
"Pilih deh, Bi." Ucap Caca, Bianca pun memilih-milih kaset tersebut. Tangannya terhenti pada kaset berjudul "My Love From Another Star". Dia menyerahkannya kepada Meila.
"Kenapa lo milih ini?" Tanya Meila kepada Bianca sambil memasukkan kaset tersebut kedalam laptop Bianca.
"Pemeran utamanya cocok banget. Ganteng dan cantik." Jawab Bianca semangat. Mereka bertiga pun menonton bersama dengan penuh penghayatan tapi tak lama Caca dan Meila sudah jatuh tidur. Sedangkan Bianca masih fokus menonton, dia tidak suka melakukan pekerjaan denhan setengah-setengah. Dia tertawa sendiri, menangis sendiri dan tersenyum sendiri saat melihat adegan-adegan romantis. Hingga terdengar soundtrack yang membuat hati Bianca terasa sakit yaitu Lyn - My Destiny. Entah kenapa hatinya sakit sekali pada saat itu.
"Ya Tuhan, ada apa ini." Gumamnya sembari memeriksa detak jantungnya yang berdebar keras. Setelah film itu selesai dengan ending yang mengharukan, Bianca pun tertidur lelap.
°°°
Matahari pagi menyinari dua wajah yang sedang tidur sembari berpelukan. Sang lelaki terbangun lebih dulu. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, kepalanya masih terasa pusing dan dia tau bahwa ini bukanlah kamarnya. Dia tambah terkejut saat ada sebuah tangan melingkar di atas dadanya.
"Vierra?!" Pekiknya, membuat gadis itu terbangun. Dia sangat terkejut saat melihat mereka berdua dalam keaadaan tanpa busana. Vierra menutupi tubuhnya dengan selimut, sedangkan Bagas segera mengenakan bajunya kembali secepat mungkin.
"Apa yang terjadi?" Tanya Bagas dingin. Mendengar suara Bagas yang dingin, Vierra merasa takut dan akhirnya menangis. Bagas mendekati Vierra, untuk kedua kalinya dia melihat Vierra menangis.
"Maaf Vie. Kakak harap kita melupakan ini semua. Kamu juga tau bahwa semalam kakak mabuk berat." Ucap Bagas. Sontak itu membuat Vierra semakin menangis pilu. Dia merutuki dirinya sendiri, ini kesalahannya yang tidak mencegah padahal dia tidak mabuk.
"Iya." Jawab Vierra lirih. Bagas memeluk sebentar Vierra, sebenarnya dia tidak tega melihat gadis itu seperti ini olehnya. Tapi, dia memang benar-benar tidak sadar melakukannya. Bagas melepas pelukannya.
"Kakak pergi. Terimakasih." Ucap Bagas lalu keluar dari kamar bersejarah itu. Sepeninggal Bagas, tangis Vierra semakin kuat. Betapa bodoh dirinya, memberikan mahkotanya kepada pria yang tidak mencintainya.

I Believe About DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang