Episode 17

225 16 1
                                    

Author POV
"Bi.." ucap lirih mamanya setelah kembali dari pintu rumahnya menerima sebuah undangan. Mamanya memberikan sebuah undangan berwarna merah kepada Bianca yang tengah memandangi serealnya dengan tak nafsu. Bianca meraih undangan tersebut dan membukanya.
'Bagas Wijaya & Vierra Alwyna' nama mereka tertulis di cover undangan tersebut. Tangan dan bibir Bianca bergetar tapi dia tidak menangis, dia berusaha tersenyum. Mamanya langsung memeluk erat anak satu-satunya tersebut. Dia bisa merasakan sakit yang dirasakan anak perempuannya.
"Bianca gak apa-apa kok ma." Ucap Bianca meyakinkan mamanya. Dia tidak ingin menangis lagi, apalagi didepan mamanya. Bianca melepas pelukan mamanya.
"Are you sure?" Tanya mamanya sambil mengusap kepala anaknya. Bianca mengangguk mantap. Setelah kejadian malam itu bersama Bagas, Bianca sudah menceritakannya dengan mamanya dan sahabat-sahabatnya. Pertama mereka sangat marah dengan Bagas tapi setelah Bianca jelaskan barulah mereka mengerti. Bianca juga baru mengetahui semuanya dari kak Ayu dan mama Bagas saat mereka menyusul Bianca di kampusnya. Bagaimanapun juga, Bianca sudah berusaha merelakan Bagas dan akan menepati janjinya untuk datang di pernikahan Bagas.
°°°
Hari yang ditunggu telah tiba, dimana Bagas dan Vierra akan bersanding di pelaminan. Melepas masa lajang mereka. Bagas sudah semakin tampan mengenakan jas berwarna silver. Namun, matanya masih kelihatan sayu. Karna dia masih sering menangis dan kurang tidur gara-gara memikirkan Bianca.
"Gas, kamu sudah siap?" Tanya mamanya sembari merapikan dasi anaknya. Bagas mengangguk lemah.
"Percayalah, Bianca akan baik-baik aja. Jalan kalian sudah berbeda." Ujar mamanya. Bagas hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Dia belum percaya bahwa semua ini bisa terjadi. Melepaskan orang yang dicintai pergi untuk tidak dimiliki.
°°°
Di kamar Bianca terdengar kehebohan dari dua wanita yang sedang merias diri mereka. Sedangkan Bianca sudah siap sedari tadi. Mengenakan dress tak berlengan berwarna hitam menampakkan leher jenjangnya, belahan sampai diatas lututnya, high heel 15cm yang menjuntai dikakinya dan rambut ikalnya digulung ke atas. Mengenakan make up seadanya yang dipertegas dengan lipstik merah darah.
"Lama banget, keburu luntur make up gue." Ketus Bianca kepada kedua sahabatnya. Meila dan Caca hanya terkekeh.
"Lo yakin mau datang?" Tanya Meila prihatin. Bianca menatap langit keluar kamarnya.

"I'm sure. Buat nambah keyakinan gue, bahwa setelah ini gue benar-benar harus memulai hidup gue lagi." Jawabnya sembari tersenyum yakin. Mendengar jawaban Bianca yang mengharukan, Meila dan Caca memeluknya dari belakang.
"Kita yakin lo bisa. Kita selalu doain yang terbaik buat lo." Ucap Caca. Mereka bertiga pun berpelukan sejenak.

"Udah yuk, ntar makanannya udah habis." Celetuk Meila. Mereka pun tertawa lalu menuju mobil Bianca.

Bianca telah menginjakkan kakinya disebuah gedung yang mengadakan sebuah pernikahan. Bianca mengambil nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan, everything gonna be okay batinnya.
Mereka bertiga masuk kedalam gedung tersebut. Para undangan sudah sangat ramai yang datang. Tangan Bianca terasa dingin saat melihat Bagas sedang berdiri dengan Vierra dipelaminan, wajah Bagas terlihat sayu dan kusut. Lain halnya dengan Vierra yang aura kehamilannya terpancar. Dia kembali menarik nafasnya dalam-dalam. Bianca pun memutuskan untuk mengambil makanannya meskipun selera makannya tidak ada sama sekali.
"Hai, Bi." Tegur lelaki yang sedang membawa kamera lalu mengambil foto Bianca yang sedang tersenyum pasrah.
"Eh, Faril." Ucap Bianca yang sedikit terkejut. Faril mengagumi foto Bianca sejenak yang masih nampak cantik meskipun kesedihan melandanya. Dia juga kecewa bahwa kedua sahabatnya itu harus terpisah.
"Kamu kuat sama seperti Meila." Ujar Faril, Bianca hanya tersenyum lalu melanjutkan mengaduk-aduk makanannya. Sedangkan Faril segera menghampiri Meila yang sedang melahap soup-nya. Melihat kemesraan Meila dan Faril, Bianca hanya bisa tersenyum miris.
Setelah menyelesaikan makanan mereka, saatnya untuk memberi ucapan selamat kepada kedua mempelai. Meila dan Caca menggenggam erat tangan Bianca yang semakin dingin. Bagas menatap pilu kepada Bianca yang sedang berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Dia tidak menyangka Bianca masih bisa tersenyum namun dia merasa senang bisa bertemu dengan Bianca lagi meskipun dalam acara seperti ini dab masih bisa melihat senyum Bianca. Bianca mencium tangan mama Bagas terlebih dahulu.
"Selamat ya tante. Udah mau jadi oma." Gurau Bianca, mama Bagas memeluk Bianca erat. Air matanya menetes, dia sudah menganggap Bianca seperti anaknya sendiri.

I Believe About DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang