Episode 7

250 19 0
                                    

Bianca POV
  "Ingat ya, nanti sore dirumah gue. Don't forget, Bianca!" Ucap Ucok penuh dengan penekanan. Mengingat kemarin aku yang ketiduran dan lupa, dia jadi seperti itu. Aku menjawabnya dengan mengangguk lalu berlalu dari hadapannya menuju parkiran. Hari ini sungguh sangat melelahkan, banyak hal yang masuk ke otakku. Selain materi pelajaran, tentang Bagas juga mulai merasuki otakku. Merekam setiap gerak-gerik yang ia lakukan. Dia seperti salah tingkah jika aku mencoba bicara dengannya. Padahal dia tidak tau bagaimana keaadan jantungku saat berbicara dengannya. Antara berdetak dan tidak. Aku hanya berusaha untuk mencoba memulai berteman dengannya meskipun dia meresponnya agak canggung.

°°°

  Setelah makan siang, aku langsung bersiap-siap untuk berangkat ke rumah Ucok. Setidaknya jangan sampai aku tidur siang, itu sangat berbahaya.

  Saat di perjalanan, handphoneku berdering ria. Tertulis "Daddy" di layarnya. Aku menepikan mobilku, lalu menerima telpon dari luar negeri itu.

  "Hallo my baby!" Ucap papa dengan hangatnya. Aku tersenyum mendengarnya, merindukan suara yang beberapa hari ini tidak menelponku.

  "Hi, dad. I miss you!" Jawabku seraya meneteskan sebulir air mata.

  "I miss you so much, dear. Jangan nangis gitu dong." Katanya, suaranya sedikit parau. Aku tau dia sedang menahan tangisnya.

  "Iya, gak kok. Papa kenapa baru nelpon?"

  "Sorry, papa sedang banyak urusan disini. Kamu sedang apa?"
  "Jaga kesehatan ya pa. Lagi di jalan mau ke rumah teman. Papa sendiri?"

  "Jangan menelpon kalau sedang menyetir, Bi! Papa lagi nunggu klien."
  "Iya iya. Ini lagi dipinggir jalan kok."

  "Ya bagus. Ya sudah, tutup dulu ya. Klien papa sudah datang. Bye."

"Oke kapten."

  Aku bernafas lega setelah mendengar suara pahlawanku. Sekarang semangatku sudah menanjak drastis hanya dengan mendengar suaranya. Rasa rinduku pun sedikit berkurang, meskipun hanya melalui via telpon. Tapi, aku berharap papa bisa segera ke Indonesia, karna sudah dua bulan ini beliau belum mengunjungiku.

  Aku sudah tiba dirumah Ucok, meskipun telat 10 menit-macet lah-. Aku membuka pintunya, karna dia tadi sudah bilang kalau sudah datang tinggal buka saja pintunya karna mereka sudah di halaman belakang rumahnya. Keluarganya sedang berlibur ke Bali tapi dia memilih tidak ikut dengan alasan banyak tugas. Nice student but stupid son.

  "Sorry ya telat lagi." Kataku terkekeh saat sudah ku temukan mereka yang sedang menghafal dialog masing-masing. Ucok hanya mendelik kesal lalu menyuruhku mencicipi minuman dan makanan yang sudah di hidangkannya. Aku duduk di atas rumput, dibawah pohon yang cukup rindang. Rumah Ucok nyaman juga ternyata. Sekilas aku memperhatikan mereka tapi pandanganku belum juga menangkap Bagas. Kemana dia ya? Padahal rumahnya tak jauh dari sini. Aku beranikan diri untuk bertanya dengan Devi.

  "Eh dev, si Bagas kok gak ada?" Tanyaku sambil menyomot kue brownies kukus bertabur keju.

  "Tumben lo nanya dia? Biasanya acuh tak acuh." Jawabnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

  "Ya elah, apa salahnya gue nanya? Lo cemburu? Bilangin Ucok ni. Cok.." Kataku, tapi Devi langsung menatapku tajam seolah ingin menggerek leherku. Aku pun terkekeh geli dengan mengangkat jari tengah dan telunjukku.

  "Kata Ucok sih dia emang agak telat, soalnya ada urusan mendadak." Jawabnya, aku hanya mengangguk kecil.

  Sekitar satu setengah jam aku mulai bisa menghafal dialog-dialog yang aku sendiri tidak yakin aku bisa melakukannya di depan Bagas. Dan belum ada tanda-tanda bahwa Bagas sudah datang. Aku menghela nafas panjang, semangatku sedikit menurun. Namun, tak lama kemudian Bagas datang dengan keringat yang bercucuran di sekitar wajah dan lehernya. Aduh, pengen di jilat aja. Emangnya dia abis ngapain ya? batinku. Dia langsung mengambil dialog miliknya lalu berlari ke arah Ucok dan Ardi. Sesekali aku melirik ke arahnya, tampaknya dia sangat serius sekali menghafalnya. Aku suka wajahnya saat serius seperti itu. Matanya tajam dan bibirnya yang sexy komat-kamit menghafal dialog. Pengen disosor batinku lagi sambil tersenyum mesum.

I Believe About DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang