36. •Perpisahan•

104K 8K 204
                                    

Aleo menatap gundukan tanah itu dengan pandangan kosong. Banyak orang-orang berbaju hitam yang sebagiannya sedang menangis tersedu-sedu.

Aleo tidak bisa berucap banyak, bibirnya diam dan terkatup rapat. Pikirannya seolah menyangkal semua ini, orang-orang seakan meninggalkan dirinya.

Seorang wanita terduduk lemas disamping gundukan tanah itu, menangis sejadi-jadinya setelah melalui proses panjang untuk memulangkan anak tercintanya. Berpisah untuk yang terakhir kalinya.

Mata Aleo berkaca-kaca, air mata itu sudah berada di pelupuk matanya, sedikit lagi akan jatuh membasahi pipi.

Vero Arbani Dirgantara. Nama itu kini tertulis rapi di batu nisan hitam dengan ukiran emas. Mendengar Vero yang setelah kecelakaan mengalami koma, Aleo hampir tidak bisa bernapas. Baru saja, beberapa hari yang lalu Aleo berbicara dengannya, namun kini dia telah berpulang begitu cepatnya.

Mau seberapa besar Vero marah atau dendam kepadanya, Aleo tidak pernah sedikitpun membalas dendam itu, karena dia tahu, Vero hanya ingin simpati dari publik, dan laki-laki itu juga selalu merasa semua orang hanya memuji dirinya.

Aleo tahu, Vero bukan laki-laki bejat. Selama manjadi ketua OSIS di SMAnya, dia adalah orang yang bertanggung jawab, bukan semena-mena, apalagi hanya untuk mengambil popularitas saja dengan jabatannya itu.

Semua itu hal yang wajar, dimana kita masih labil dan belum dewasa sebagai remaja. Walau otak sepintar apapun, itu semua tidak menentukan jika kita adalah orang yang dewasa. Akan ada masanya, dimana iri hati, dengki, bukanlah sebuah prioritas. Masa itu ketika kita, benar-benar tahu apa arti dari kedewasaan itu.

Aleo menoleh, kala seseorang menyentuh lengannya, dan ternyata dia adalah Olivia.

"Lama nggak ketemu. Gimana keadaan lo?" Tanya Olivia.

Tersorot dari matanya, gadis itu masih menyukai dirinya. Namun mendengar bahasanya yang tak lagi menggunakan aku-kamu, Aleo tahu, Olivia marah kepadanya, sekaligus mencoba melupakan dirinya.

"Baik." Satu kata bohong yang terlontar begitu saja dari mulut Aleo.

"Lo nggak pernah tau Aleo, gimana gue stress, pas lo batalin pertunangan kita cuman buat cewek itu! Dan lo ngancem gue buat nggak nyebarin fakta tentang kalian berdua. Lo bener-bener tega banget sama gue." Ucapnya dengan tiba-tiba.

"Liv, jangan buat masalah disini. Kita lagi ada di acara duka," bisik Aleo penuh penekanan.

Olivia menggeleng dan tertawa. "Nggak! Lo jahat sama gue!" Bentak Olivia dengan cukup keras hingga mereka menjadi pusat perhatian.

Aleo yang merasa tidak enak hati, langsung menarik tangan Olivia untuk menjauh dari sana.

"Bisa nggak lo hormatin dikit orang yang ada disana? Dimana attitude lo!?" Marah Aleo dengan nada bicara naik satu oktaf.

"Gue mau lo balik sama gue! Gue suka sama lo udah lama, tolong ngertiin perasaan gue."

"Liv, pliss Vero baru aja dikuburin, jangan cari masalah disini." Olivia tertawa kecil.

"Sejak kapan sih, lo baik sama Vero? Bahkan hampir tiga tahun lo sama dia jadi rival, dan sekarang lo mau pura-pura baik?"

Jasmine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang