•41. Saling memaafkan•

13.5K 825 2
                                    

Jasmine berlari ke arah koridor di lantai tiga rumah sakit. Wajahnya sudah dipenuhi rasa cemas dan takut.

Rumah sakit terlihat sepi, karena ini sudah jam sembilan malam, tepat beberapa menit setelah kepulangan Aleo dari panti. Mata Jasmine melirik kesana kemari, menyusuri ruangan demi ruangan. Hingga seseorang memanggilnya.

“Jasmine, tenang. Saya tahu kamu khawatir, kita cari sama-sama.” Suara Fariz yang sejak tadi mengekorinya dari belakang membuat Jasmine menatapnya.

“Saya tidak bisa, Aleo-”

“Jasmine!” Seorang pria paruh baya memanggil namanya cukup dekat. Itu Bara, dia melambai kearahnya. Dan dengan cepat, Jasmine berjalan ke tempat Bara berdiri.

“Assalamualaikum pah, Aleo dimana?”

“Waalaikumussalam. Dia di dalam, sedang istirahat.”

“Jasmine, masuk dulu.” Bara menganggukkan kepalanya.

Fariz yang hendak memanggil Jasmine, mengurungkan niatnya. Wajah perempuan itu sangat cemas, bukankah itu pertanda bahwa Fariz harus mundur secara perlahan?

Ceklek.

Pintu itu terbuka, mata Jasmine melirik dan langsung tertuju pada seseorang yang tengah berbaring dengan infus di punggung tangannya. Matanya yang biasa tajam bak belati, kini hanya bisa tertutup.

Perempuan itu berjalan dan duduk disampingnya. Menggenggam tangan Aleo lembut. Wajah Jasmine nampak sangat cemas.

Are you okay, Aleo? Aku khawatir.” Ucap Jasmine seperti berbisik.

Meski Aleo meninggalkannya bertahun-tahun lamanya, entah mengapa perasaan Jasmine tidak bisa berubah begitu saja, masih sama seperti dulu.

Jasmine juga takut, Aleo berpaling darinya, apalagi ini perpisahan yang sangat lama. Banyak pasangan yang hanya beberapa bulan berpisah saja, sudah bisa memilih hati yang lain. Di jaman sekarang ini, sulit mencari kesetiaan itu. Benar kata orang, setia itu mahal.

Jasmine tahu, dulu Aleo laki-laki yang cukup nakal. Walau sering membolos, tidak pernah dalam rentan tiga tahun di masa SMA dia tidak naik kelas, bahkan ia bisa menyambet juara umum berturut-turut.

Aleo perlahan membuka matanya, cahaya lampu membuat pupil matanya mengecil, sangat menyilaukan. Mata itu berkeliling, menerka-nerka dimana sekarang dirinya berada.

Dan hal yang membuatnya terpaku adalah sosok perempuan berhijab itu, ia menatapnya dengan sangat khawatir. Mata Jasmine terbelalak saat Aleo membuka matanya, ia menyebut nama laki-laki itu.

“Aleo! Kamu udah bangun. Kamu perlu sesuatu? A-atau ada bagian yang sakit? Perlu aku panggilan dokter?” Jasmine mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, dan itu membuat Aleo tersenyum tipis.

Aleo hanya lemah, karena dia jarang beristirahat dan membelakangi kebutuhan tubuhnya. Selama ini, dia hanya sibuk berkerja, bekerja, dan bekerja, waktu untuk istirahat seakan tidak ada. Untuk bisa beradaptasi dan membangun kembali perusahaan bukan suatu hal yang mudah dan tidak dapat diremehkan. Dulu, mungkin dia juga pernah membantu Bara dalam menjalani perusahaan ini, namun itu saat dia masih berada dalam bimbingannya.

Nyatanya, bekerja di bawah kaki sendiri tanpa bantuan, adalah hal yang tidak bisa Aleo anggap remeh. Investor yang dulu sangat percaya dengan perusahaan Bara, mulai satu persatu menghilang akibat kebangkrutan itu.

Salah satu faktor kebangkrutan itu terjadi karena adanya beberapa karyawan yang sengaja korupsi. Tidak ada waktu untuk Aleo mencari oknum-oknum itu, Aleo hanya fokus mengembalikan kepercayaan orang-orang yang sudah sangat percaya dengan perusahaannya.

Jasmine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang