Lullaby

181 24 0
                                    

Malam ini langit lebih gelap dari hari-hari biasanya. Tidak ada bintang, hanya awan yang menutupi keberadaan sang rembulan. Tapi tidak dengan keadaan jalanan yang masih dipenuhi dengan kendaraan yang silih berganti melewati satu sama lain.

Aku mulai lupa sudah berapa lama aku terduduk di balkon apartment kekasihku. Tidak ada alasan pasti, hanya menunggu kedatangannya. Aku bahkan lupa kapan ia meninggalkan tempat ini.

Pikiran buruk mulai mendatangiku seraya rintik hujan yang menjatuhkan diri di lantai seolah menegurku untuk berpindah tempat. Lucu, rintik itu terus datang tapi tidak membasahiku.

Senyumku mengembang kala suara pintu terdengar. Aku berbalik dan melihat Winwin masuk dengan setelan jas hitam dan wajah kusut.

Senyum bahagiaku berubah menjadi senyum sendu, bertanya-tanya apa yang membuatnya terlihat begitu lelah dan sedih.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, ia berjalan menuju kamar mandi.

Aku menghela napas dan berjalan keluar kamar yang pintunya terbuka sejak Winwin masuk.

Sepertinya memang menjadi kebiasaannya untuk terus lupa menutup pintu.

Aneh, aku lupa sejak kapan aku sudah berada di apartment ini sehingga tidak menyadari keadaannya begitu kotor dan gelap. Ada sebuah bingkai foto tergeletak di dekat pintu masuk, tapi aku tidak memiliki niat untuk melihat bingkai tersebut.

Aku terduduk di sofa sambil melihat keadaan apartment ini. Sebentar lagi Winwin --tidak, kami berdua akan meninggalkan apartment ini. 

Iya, Winwin dan aku akan segera menikah dalam waktu 4 bulan lagi. 

Sungguh berat rasanya meninggalkan tempat yang penuh kenangan ini. 

Aku tersenyum kala mengingat bagaimana Winwin datang dengan terburu-buru dan langsung memelukku malam itu.

"Heh? Kenapaaa? Kaget tau!" ucapku sambil mengelap tanganku yang basah, aku sedang membersihkan piring-piringnya yang tidak dicuci sejak kemarin.

Winwin hanya diam sambil meletakkan dahinya di pundakku. Aku membalikkan badan untuk melihat keadaannya.

"Are you okay? Kepalanya sakit lagi? Perlu ke dokter? Aku anter ya?" ucapku khawatir karena ia tak segera bersuara. Beberapa hari ini memang ia selalu mengeluh sakit kepala, kurasa ia sedang dalam tekanan berat yang mengakibatkan hal ini.

"Nggak... Biarin dulu aku begini." Ucapnya sambil memelukku dengan erat.

Tanpa menjawab apapun, aku balas memeluk dan mengusap punggungnya pelan. Memberinya waktu untuk bernapas sejenak.

"Nir." Panggilnya.

"Hm?"

"Sayang..."

"Iya, ada apa?"

Ia melepas pelukannya dan memperlihatkan wajahnya yang sudah penuh dengan air mata. Refleks mataku melebar, bahkan terlalu terkejut untuk membuka suara menanyakan apa yang membuatnya menangis.

"Ayo..."

"Ayo apa?"

Ia merogoh sakunya, mengeluarkan kotak beludru merah dan membukanya di hadapanku. "Ayo nikah sama aku, ayo hidup bareng selamanya sama aku. Aku gak mau hidup sendiri tanpa kamu, aku pengen kamu terus ada sama aku setiap hari."

Tanpa banyak kata, malam itu aku mengiyakan lamarannya. Tak ada pertimbangan karena aku sudah bersama dengan Winwin sejak 3 tahun lalu.

Dua bulan lalu kami sudah mempersiapkan segalanya untuk acara sangjit yang baru saja berlangsung dua minggu lalu.

Memikirkan hal itu membuat hatiku nyeri tanpa aku tahu apa alasannya.

Aku bangkit dan kembali masuk ke kamar. Winwin belum keluar, malah aku mendengar isakan kecil dari dalam.

Hatiku semakin sakit. Apa yang membuatnya begitu sedih? Aku tidak bisa bertanya karena bertanya lebih dulu kepada Winwin adalah hal yang dibencinya. Aku harus menunggunya bicara.

Tapi sampai ia keluar dari kamar mandi, ia masih tidak bicara padaku.

Ia berjalan menutup pintu kaca balkon dan gorden yang tertiup angin kencang. Lalu membaringkan diri tanpa melihatku.

Aku ikut mendudukkan diri di ujung ranjang yang dingin.

Aku sangat rindu kepadanya. Aku rindu tawa kaku dan pelukan hangatnya. Aku bahkan lupa bagaimana aroma tubuhnya yang selalu memelukku erat.

Aku ikut membaringkan tubuhku di sampingnya. Memperhatikan wajahnya yang membengkak karena tangisan. Aku memijat dahinya berharap bisa mengurangi pikiran beratnya.

Alih-alih membuatnya tidur tenang, hal itu malah membuatnya menitikkan air mata.

"Nira..."

Aku tidak menjawab.

"Aku kangen..."

Bibirku terlalu kaku untuk membalas perkataannya.

Ia menangis sejadi-jadinya saat aku berhenti menyentuh dahinya. Seharusnya ia memelukku bukannya menangis.

Di saat itu aku tersadar dan berlari menuju pintu. Aku menghampiri bingkai foto yang tergeletak, menyadari bahwa itu fotoku yang tersenyum bahagia namun terdapat tulisan kecil di bawahnya.

Rest in Peace, my angel.

Aku bukan lagi bagian dari hidupnya.

Sekelebat memori mengenai kecelakaan yang kualami dua hari lalu membuatku sadar bahwa aku sudah pergi selamanya dari dunia ini.

Bagaimana bisa aku lupa bahwa aku adalah penyebab tangisnya?

Aku kembali ke dalam kamar dan mendekati Winwin yang masih mengerang sambil berusaha mati-matian menahan tangis.

"Winwin." Aku memanggilnya, namun tidak ada balasan.

Lucu, bagaimana mungkin ia mendengarku dan anehnya aku ikut menangis menyadari waktuku sudah mulai habis untuk berada di sampingnya.

"Nira..." Panggilnya serak, ia meringkuk menahan isakannya yang semakin mengeras. 

"Tuhan tolong..." ucap Winwin semakin putus asa. "Tolong sekali ini aja... Balikin Nira."

Hujan turun menemani isak tangis Winwin yang mulai tak tertahan. Ia terus memukuli dadanya. "Nira, gimana bisa aku hidup tanpa kamu?"

Aku mencoba memeluknya, berusaha mengurangi rasa sakitnya yang aku tahu pasti sia-sia.

Maafin aku, Win.

Maaf aku gak bisa nemenin kamu setiap hari.

Maaf aku jadi mimpi buruk yang buat kamu sakit berkepanjangan.

Maaf.

Tangisannya semakin keras seolah ia mendengar isi hatiku. 

Tak ada yang bisa kulakukan selain memeluknya hingga ia tertidur. Aku hanya ingin menemaninya melewati malam kelam ini.

Karena aku tahu saat matahari tiba, aku tidak dapat melihatnya lagi. Selamanya.



My edelweiss
Baby Sweet good bye
You can forget everything.
It's all right. It's all right. Let it go.

Lullaby-IU





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NCT (One-Shot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang