Dear Name

745 53 7
                                    

Seoul, 12.24.2019

Aku mengerjap membuka mataku, menatap kearah langit-langit kosong. Aku tersenyum, menyadari hari berjalan begitu cepat. Membuka tirai jendela yang mengarah ke pepohonan sekitar rumahku, membiarkan cahaya masuk menerangi sebagian kamar.

Mencari keberadaan kalender, aku kembali menghitung hari-hari yang sudah kulewati selama ini bersama suamiku.

Lelaki berkulit gelap yang membuatku jatuh hati dengan perilakunya yang begitu lembut padaku. Saat pertama kali ia datang bersama teman-temannya menggunakan seragam yang sama dengan topi yang bertengger manis di atas kepalanya. Mereka adalah para pilot yang membantu perkembangan panti ini.

Aku selalu memperhatikannya dari kursi didepan panti tempatku tinggal.Mengingat kembali bagaimana ia berbicara kepada anak tuna wicara dengan bahasa isyaratnya yang begitu fasih, padahal ia adalah lelaki normal berbeda dengan kami, membuatku kagum.

Ketika ia menatapku untuk pertama kalinya membuat jantungku bekerja dua kali lebih cepat. Aku ingat bagaimana hangat senyumnya disela langkah kakinya yang mengarah kepadaku. Aku mencoba untuk bersembunyi tapi tubuhku bekerja tidak seimbang sehingga aku jatuh.

Ia berlari dan membantuku kembali duduk ke kursi yang sebelumnya kududuki. Kemudian ia berjongkok didepanku, dan membantuku membersihkan kedua lututku yang kotor akibat terjatuh.

Halo, aku Haechan. Lee Haechan.

Dengan fasih ia memperkenalkan namanya menggunakan bahasa isyarat. Bibirku otomatis tersenyum saat pertama kali mengetahui namanya.

Kenalkan aku Kang Eun Ae. Senang bertemu denganmu, balasku sedikit malu-malu.

Ah, nama yang cantik, serupa dengan pemiliknya. Aku tersipu. Aku suka mendengar suaranya yang disertai bahasa isyarat.

Sebagai seorang tuna wicara, aku selalu berandai-andai seperti apa suaraku apabila aku terlahir normal? Apakah suaraku sama merdunya dengan suara lelaki dihadapanku ini?

Semenjak itu ia selalu mengunjungi panti tempatku tinggal bersama anak tuna wicara lainnya. Tak lupa dengan berbagai buah tangan yang selalu ia bawa bagi adik-adik ditempat ini. Setelah itu ia akan mengajakku bercakap-cakap tentang banyak hal.

Aku suka ketika ia membawaku ke lembah rumput hijau dipinggir sungai dekat panti tempatku tinggal. Ketika aku berbaring disebelahnya dan ia menjadikan lenganku sebagai alas kepalanya. Aku selalu melihat kearah matanya yang tertutup dan sesekali memegang kelopak matanya yang indah sehingga ia terbangun, kemudian kami tertawa.

Aku menyukai caranya berkeluh kesah mengenai betapa lelahnya menjadi seorang pilot.Juga caranya merapihkan rambutku yang terkena angin. Ia selalu menyanyikan lagu yang sama saat aku menyandarkan kepalaku diatas bahunya yang begitu kokoh namun memberi rasa nyaman.

Suaranya selalu membuatku berusaha untuk ikut mengeluarkan suara walau yang terdengar hanya hembusan angin. Mungkin aku akan menangis jika mengingat kenyataan aku tidak bisa bicara, tetapi mendengar suara tawanya saat aku mencoba bicara membuatku senang.

Kupikir aku adalah satu-satunya gadis tuna wicara yang aneh di dunia ini ketika senang atas kelemahanku. Tapi Haechan selalu berkata kepadaku:

Kau adalah gadis termanis yang pernah kulihat. Kau tidak perlu bisa bicara untuk membuatku jatuh hati, tersenyum saja sudah membuatku jatuh berkali-kali.

Perkataannya membuatku terharu dan aku menjadi orang yang lebih bersyukur ketika ia hadir dihidupku.

Ia selalu menuntunku ketika kami terjun ke sungai. Sesekali ia membasahi rambutku kemudian akan kubalas. Aku suka suaranya tertawa melihatku kebasahan karena terpeleset batu licin. Aku suka bagaimana ia membantuku naik ke punggungnya karena kelelahan bermain.

NCT (One-Shot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang