00. Prolog.

982 55 7
                                    

Hallo...
Aku kembali, tapi kali ini kita bertemu di cerita baru aku.

Baca aja dulu, siapa tau suka. Jangan lupa, simpan cerita ini di perpus kalian ya. Selamat membaca.

Tapi sebelum itu, jangan lupa tinggalkan jejak di setiap paragraf ya.

~Happy Reading~

.
.


Motor hitam milik seorang gadis memasuki pekarangan rumah. Ia melepaskan helm yang masih terpasang di kepalanya. Earphone terpasang di kedua telinganya, membuat gadis itu bersenandung kecil sembari melangkah.

Dia memasuki dapur lalu mengambil air dingin, tanpa menghiraukan keberadaan Karina, bahkan ia tak melirik sedikitpun pada wanita itu.

"Sayang, kamu udah pulang?" Wanita paruh baya itu menghampiri putrinya. Menyentuh bahu gadis itu, tetapi tangannya di tepis dengan kasar.

"Mau Mama buatin apa?" tanya wanita itu yang masih berusaha membuat putrinya luluh padanya.

"Tadi Mama dapet telfon dari guru kamu, katanya kamu terlambat lagi?" Wanita itu terus berbicara meskipun tidak mendapat respon.

"Kamu jangan telat lagi, ya. Kalau perlu pintunya jangan dikunci, biar Mama bisa bangunin kamu."

Gadis itu berdecak, membalikkan tubuhnya menghadap wanita itu. "Anda itu bukan siapa-siapa. Jangan ikut campur dengan hidup saya!" Gadis itu menjeda kalimatnya. Menatap nyalang wanita berbadan dua dihadapannya.

"Anda hanya seorang wanita perusak rumah tangga orang! Dan sekali lagi, Anda bukan Mama Saya!" Gadis itu meletakkan gelas dengan kasar, lalu berlalu dari hadapan Karina.

Wanita itu menunduk. Membenarkan ucapan putrinya. Sakit memang, tetapi memang itu kenyataannya. Ia hanyalah seorang wanita perusak rumah tangga orang. Kejadian beberapa tahun lalu membuatnya menyesal. Mungkin saja jika ia tidak datang, keluarga gadis itu masih utuh. Harusnya ia tahu diri, dulu ia datang sebagai pembantu. Harusnya ia berterimakasih kepada Ibu kandung gadis itu, karena telah memberinya pekerjaan. Bukan malah merusak rumah tangga mereka. Apalagi disaat Ibu kandung gadis itu memilih untuk menceraikan suaminya. Perempuan itu marah besar ketika mengetahui suaminya menjalin hubungan diam-diam dengan wanita lain.

Ia tahu ini salah, dulu ia dibutakan dengan kata cinta dari pria itu. Dan sekarang, dia menyesal. Ia berjanji akan merawat gadis itu seperti anaknya sendiri, tetapi gadis itu tidak mau dirawat olehnya. Gadis itu selalu menunjukkan sifat dingin jika dihadapannya, bahkan dia hanya menganggapnya sekedar pembantu. Wanita itu menghela nafas, memejamkan mata sejenak. Ia tahu ini adalah resiko dari apa yang sudah ia perbuat.

Seorang gadis merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Seragam sekolah masih melekat ditubuhnya. Ia mengeluarkan handphone dari sakunya, tetapi tidak ada yang menarik di sana. Ia memilih untuk mengganti pakaiannya. Tak butuh waktu lama, kini dirinya telah siap dengan pakaian casual, celana jeans dan kaos berwarna putih yang terbalu jaket hitam. Gadis itu menuruni anak tangga dengan pandangan yang menatap lurus kedepan. Ia melihat Ayahnya disana yang juga menatapnya.

Pria tua itu menggeram kala putrinya melewatinya begitu saja. "Mau kemana kamu?"

Gadis itu menghentikan langkahnya, menjawab pertanyaan Ayahnya tanpa membalikkan badannya. "Bukan urusan Anda."

Pria tersulut emosi. "Dasar Anak gak tahu di untung! Bisanya bikin masalah terus! Mau jadi apa kamu!"

Gadis itu tersenyum remeh, sedetik kemudian ia membalikkan tubuhnya hingga berhadapan langsung dengan Abraham. "Yang pasti, bukan wanita murahan." Ia melirik Ibu tirinya saat berucap.

Plak!

Suara tamparan terdengar sangat keras. Ya, Ayahnya barusaja memukul putrinya sendiri. "Jaga ucapan kamu! Dia itu Mama kamu!"

Gadis itu mengusap pipinya. Terasa sakit, tetapi dia sudah terbiasa. "Sampai kapan pun, dia bukan Mama saya." Ia berkata dengan penuh penekanan.

"Dan sekali lagi, Anda menampar saya demi dia! Terimakasih atas tamparannya." Ia menatap sinis Wanita itu sebelum berlalu meninggalkan rumah. Ia memakai masker dan topi, lalu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

▪▪▪▪

"Kalian berdua ngapain disini?"

Kedua insan yang tengah asik tertawa itu pun menoleh, menatap seorang gadis yang berdiri sembari melipat kedua tangannya.

"K-kita..."

"Apa?" tanya gadis itu. Matanya menyorot penuh intimidasi.

"Kamu gak lihat, aku sama dia lagi makan. Cuman makan doang, emangnya salah?" tanya seorang cowok yang kini tengah menyeruput minumannya. Dari ucapannya terlihat sangat santai.

"Enggak, enggak salah sama sekali. Karena gue tahu, gue lebih segalanya dari dia." Ia menatap gadis yang kini terlihat gugup.

"Dan harusnya lo sadar diri, sadar posisi juga. Lo itu bukan saingan gue, katanya kita sahabat? Mana buktinya? Lo itu fake friend!"

"Stop! Kenapa sih kamu selalu ngomong kasar? Aku muak tau dengerinnya. Kamu itu ngerasa kamu paling sempurna, padahal kamu itu masih banyak kekurangannya. Dibanding kamu, aku lebih milih dia!" Cowok itu menggebrak meja, membuat seluruh penghuni menatap kegiatan mereka.

"Yaudah, kenapa lo gak sama dia aja?"


TBC

Gimana sama prolognya?

Ini baru awal ya!

Ada yang penasaran sama part selanjutnya?

Kalian lebih suka konflik berat atau konflik ringan?

Bantu share cerita ini, ya.

Follow ig: hrlnmnca_a

Published: 011121

ZoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang