04. Black Rider

208 22 2
                                    

Hallo...

Jangan lupa berikan vote dan juga komen ya...

Tandain typo.

~Happy Reading~

.

.

Motor hitam milik Zoya memasuki pekarangan rumah. Ia melepaskan helm yang masih terpasang di kepalanya. Earphone terpasang di kedua telinganya, membuat Zoya bersenandung kecil sembari melangkah.

Zoya memasuki dapur lalu mengambil air dingin, tanpa menghiraukan keberadaan Karina, bahkan ia tak melirik sedikitpun pada wanita itu.

"Sayang, kamu udah pulang?" Karina menghampiri Zoya. Menyentuh bahu gadis itu, tetapi Zoya menepisnya.

"Mau Mama buatin apa?" tanya Karina yang masih berusaha membuat Zoya luluh padanya.

"Tadi Mama dapet telfon dari guru kamu, katanya kamu terlambat lagi?" Karina terus berbicara meskipun tidak mendapat respon.

"Kamu jangan telat lagi, ya. Kalau perlu pintunya jangan dikunci, biar Mama bisa bangunin kamu."

Zoya berdecak, membalikkan tubuhnya menghadap Karina. "Anda itu bukan siapa-siapa. Jangan ikut campur dengan hidup Saya!" Zoya menjeda kalimatnya. Menatap nyalang wanita berbadan dua dihadapannya.

"Anda hanya seorang wanita perusak rumah tangga orang! Dan sekali lagi, Anda bukan Mama Saya!" Zoya meletakkan gelas dengan kasar, lalu berlalu dari hadapan Karina.

Wanita itu menunduk. Membenarkan ucapan Zoya. Sakit memang, tetapi memang itu kenyataannya. Ia hanyalah seorang wanita perusak rumah tangga orang. Kejadian beberapa tahun lalu membuatnya menyesal. Mungkin saja jika ia tidak datang, keluarga Zoya masih utuh. Harusnya ia tahu diri, dulu ia datang sebagai pembantu. Harusnya ia berterimakasih kepada Ibu kandung Zoya karena telah memberinya pekerjaan. Bukan malah merusak rumahtangga mereka. Apalagi disaat Asya, Ibu kandung Zoya memilih untuk menceraikan Abraham. Asya marah besar ketika mengetahui Abraham menjalin hubungan diam-diam dengan Karina.

Karina tahu ini salah, dulu ia dibutakan dengan kata cinta dari Abraham. Dan sekarang, dia menyesal. Karina berjanji akan merawat Zoya seperti anaknya sendiri, tetapi Zoya tidak mau dirawat olehnya. Gadis itu selalu menunjukkan sifat dingin jika dihadapannya, bahkan Zoya hanya menganggapnya sekedar pembantu. Karina menghela nafas, memejamkan mata sejenak. Ia tahu ini adalah resiko dari apa yang sudah ia perbuat.

Zoya merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Seragam sekolah masih melekat ditubuhnya. Ia mengeluarkan handphone dari sakunya, tetapi tidak ada yang menarik di sana. Zoya memilih untuk mengganti pakaiannya. Tak butuh waktu lama, kini Zoya telah siap dengan pakaian casual, celana jeans dan kaos berwarna putih yang terbalu jaket hitam. Zoya menuruni anak tangga dengan pandangan yang menatap lurus kedepan. Zoya melihat Abraham disana yang juga menatapnya.

Abraham menggeram kala Zoya melewatinya begitu saja. "Zoya! Mau kemana kamu?"

Zoya menghentikan langkahnya, menjawab pertanyaan Abraham tanpa membalikkan badannya. "Bukan urusan Anda."

Abraham tersulut emosi. "Dasar Anak gak tahu di untung! Bisanya bikin masalah terus! Mau jadi apa kamu!"

Zoya tersenyum remeh, sedetik kemudian ia membalikkan tubuhnya hingga berhadapan langsung dengan Abraham. "Yang pasti, bukan wanita murahan." Zoya melirik Karina saat mengucapkannya.

Plak!

Suara tamparan terdengar sangat keras. Ya, Abraham barusaja memukul putrinya sendiri. "Jaga ucapan kamu! Dia itu Mama kamu!"

ZoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang