16

1.3K 240 8
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, Lauren sudah bangun untuk dirias sedari jam 5 pagi. Padahal pemberkatan dilakukan jam 10 pagi. Semalam Lauren hanya tidur 2 jam, nervous dan perasaan lain menghantui dirinya sampai akhirnya kelelahan sendiri dan ketiduran.

Makeup dan hairdo selesai di jam 7 pagi. natural looks tapi memerlukan waktu yang lumayan lama juga rambut Lauren yang diwarnai pirang.

Lauren ratusan kali lipat terlihat lebih cantik. Jonathan dan Theodore sampai menggeleng takjub karena aura 'wanita' adik mereka sangat terpancar hari ini. Lauren hanya tersenyum tipis menganggapi pujian-pujian yang didapatnya.

Daracell dan Kennath memasuki ruangan didalam Gereja yang disewa untuk Lauren menunggu acara dimulai. Lauren menoleh lalu merentangkan tangannya, Daracell langsung melengkungkan bibirnya kebawah sambil memeluk Lauren.

"don't cry bitch your makeup it's expensive" ujar Daracell

"bitch why can't im not crying!" sahut Lauren

"jangan nangis astaga Tuhan" Kennath langsung mengambil sapu tangan di jasnya lalu mengelap ujung mata Lauren yang hampir jatuh.

"it's waterproof?!!!" sungut Lauren

"ya tetep aja? lo mau keliatan jelek didepan Pendeta?!" ujar Kennath

"ya engga inisih Dara nangis segala! kan kebawa" ujar Lauren

"malah nyalahin gue"
"Ren"

"kenapa? aduh gue takut banget ini kenapa gue dibiarin sendirian sih yang lain mana?"

"didepan, gantian masuknya" balas Kennath.

Lauren yang sedang duduk di kursi mengangguk, Daracell berjongkok didepan Lauren sambil mengelus punggung tangan sahabatnya itu.

"bitch youre my bestie as always, whatever you marriage, have new family, new friend or you die. i'll be there for you and always be Acel as you know, i'll always be your fucking bestie. i swear. so, i remind you to never ever feel lonely cause you have me. i can—"

"shut up, im crying" Lauren mengelap ujung mata nya, Daracell sangat membuat ia terharu.

"fine i'll continue tomorrow"
"the point is, don't be sad, you have me"
"gue sama Kennath keluar, gantian Mom, Dad sama Abang-Kakak lo"

Kennath tidak mengucapkan apa-apa, ia hanya terdiam lalu mengikuti Daracell keluar ruangan. Setelahnya, Haileey, Jordy, Jonathan dan Theodore masuk.

Haileey memeluk Lauren erat, isakan kecil keluar dari bibirnya sambil mengelus punggung Lauren pelan.
"kamu punya Mommy, nak. sampai kapanpun kamu bisa pulang ke Mommy"

Lauren mengangguk sambil tersenyum tipis, lagi-lagi ia menyeka ujung matanya.

Jordy memeluk Lauren sambil menepuk-nepuk lengan anaknya pelan, berusaha menguatkan.
"walaupun kamu perempuan, kamu boleh melawan kalau dikasari, kalau kamu gak mampu bilang ke Daddy. Daddy yang akan menghabisi lalu kamu pulang sama Daddy, bakal Daddy jemput kalo Jeffry gak mau kembalikan kamu"

"Dad.."

"gak boleh nangis, perempuan taekwondo kan?"

"you make me cry"

"ini bukan perpisahan sayang, it's okay"

"udahlah Daddy minggir aja jangan peluk-peluk Adeknya Theo"

Theodore meyerobot dan langsung memeluk Lauren, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya.

"youre always my sister, jangan pernah menganggap lo itu udah gak diurusin sama gue. enggak Ren, sampai kapanpun lo tetep Adik gue"

Theodore keluar berbarengan dengan Haileey dan Jordy. Jonathan memeluk Lauren, ia tidak menangis, bibirnya tersenyum tipis sambil mengelus surai Adiknya itu.

"Adek nya Abang udah gede ya? udah mau nikah"

"Abang jangan gitu"

"Abang rasa apa yang Mommy, Daddy sama Theo udah cukup mewakili Abang"
"Adek, jangan sekali-sekali lo ngejatuhin harga diri lo buat laki-laki. even thought he's your husband"
"Abang kenal Lauren, kuat, pendiriannya juga tegas"
"then, kalau lo disakiti, lo bisa melawan"
"jangan diam, paham?"
"Abang rela mati buat bela lo even lo salah, Abang tetep bakal jadi yang terdepan buat ngelindungin lo"
"jaga diri lo baik-baik, kita udah gak serumah"
"Abang yakin, lo bisa dan lo mampu"

Tepat setelah Jonathan menyelesaikan ucapannya, pintu terbuka dan menampilkan Jordy yang mengetuk jam ditangannya, pertanda kini adalah waktunya.

"Abang, takut"

"everythings, gonna be okay. Adek dianter Daddy ya" ucap Jonathan sambil mengelus pelan surai Adik perempuannya itu.

Lauren melingkarkan tangannya di lengan Jordy. Kamera mulai menyorot saat Lauren keluar dari ruangan itu bersama Jordy disebelahnya. Lauren melemparkan senyum tipis sampai langkahnya semakin dekat dengan Jeffry dan juga Pendeta didepannya.

Punggung tegap Jeffry yang membelakanginya membuat hatinya berdesir tidak karuan, langkahnya semakin dekat, sampai akhirnya Jeffry berbalik saat Jordy dan Lauren berada lima langkah dibelakangnya.

Lauren tercekat, Jeffry sangat tampan. Jeffry tersenyum manis saat Jordy berdiri didepannya.

"saya percayakan dia padamu, jika kamu tidak sanggup pulangkan dia kepada saya, atau saya yang akan menjemput dia dari kamu" bisik Jordy pada Jeffry

Jeffry mengangguk sambil tersenyum. Ia menerima uluran tangan Lauren yang diserahkan oleh Jordy. Jeffry menuntun pelan Lauren menaiki dua tangga menuju altar pernikahan, didepan pendeta.

Setelah peneguhan nikah yang dipimpin oleh Pendeta, kini waktunya pengucapan janji pernikahan oleh Lauren dan Jeffry.

"Saya mengambil engkau Laurence Wioline Xavazka untuk menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus.” ucap Jeffry dengan lantang

Lauren menghela nafasnya sebelum mengucapkan janji pernikahan.

“Saya mengambil engkau Jeffry Aldezheir Edelwist untuk menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus.” ujar Lauren.

Lauren dan Jeffry memutar posisi saling berhadapan, cincin dibawakan oleh Daracell ke depan altar. Jeffry dan Lauren saling memasangkan cincin itu ke jari manis bagian kanan lalu mereka menghadap kearah jemaat dan keluarga yang lain.

Riuh tepuk tangan menggema. Kini Jeffry dan Lauren sudah menjadi pasangan suami istri. Jeffry menarik pinggang Lauren untuk dirangkul. Banyak kamera yang menyorot moment bahagia keduanya.

Tanpa ada yang sadar, kedua pengantin yang sedang berbahagia itu sedang menahan air mata bahagia.

SensitiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang