1. Hari Minggu Menyebalkan

260 45 2
                                    

Jika ditanya tentang hari favorit, Juna akan menjawab dengan cepat tanpa berpikir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika ditanya tentang hari favorit, Juna akan menjawab dengan cepat tanpa berpikir. Hari Minggu adalah hari favoritnya karena ia tidak perlu bertemu dengan Tiara Arunika. Bertemu dengan gadis itu dari Senin hingga Sabtu sudah cukup menyiksanya. Bukan karena Juna tidak menyukai gadis itu, tetapi karena ia terlalu menyukai gadis itu.

Ara adalah sahabat Juna sejak kecil. Mereka sudah terjebak di satu sekolah yang sama sejak masa taman kanak-kanak. Selain selalu satu sekolah, ia juga harus bertemu dengan gadis itu di luar jam sekolah karena mereka mengikuti satu kegiatan yang sama yaitu taekwondo.

Selain tidak harus bertemu dengan Ara, Juna suka hari Minggu karena pada hari itu Bunda selalu membiarkannya tidur lebih lama. Bunda bukanlah seseorang yang suka mengomel seperti ibu-ibu pada umumnya. Bunda lebih suka berbicara dengan suara yang kelewat rendah, bahkan seruannya pun tidak terdengar menakutkan. Hal ini yang membuat laki-laki berlesung pipi itu jauh lebih dekat dengan Bunda dibandingkan dengan Ayah.

Pagi itu sebenarnya Juna sudah bangun sebelum matahari terbit, tetapi ia memilih untuk berlama-lama berpelukan dengan guling kesayangannya daripada beranjak dari kasur. Setelah mendengar suara gerbang ditutup, barulah ia keluar dari kamarnya.

“Ayah udah berangkat, Bun?” Laki-laki dengan rambut mirip sarang burung itu berjalan mendekati Bunda yang masih sibuk menyirami tanaman di depan rumah.

“Sudah. Tadi Ayah nanyain lho, kamu kok nggak ikut lari pagi.”

Juna menghela napas. “Ini hari Minggu, Bun. Kalau aku ikut Ayah lari pagi, pasti langsung diajak ke dojang buat latihan. Aku kan pengen ngabisin waktu sama Bunda.”

Bunda tersenyum kecil. “Itu cuma akal-akalan kamu aja.”

"Aku serius, Bun." Juna cemberut. Bibirnya sudah maju hingga nyaris balapan dengan hidung mancungnya. Ekspresinya kini sangat tidak sesuai dengan proporsi tubuhnya yang dipenuhi dengan otot menonjol.

"Iya, Bunda percaya." Bunda kembali melanjutkan kegiatannya menyiram tanaman. "Tapi kayaknya anak Bunda udah makin pinter ngeles buat menghindari latihan." Bunda berbicara pelan, tetapi suaranya masih bisa didengar.

Akhirnya Juna cengar-cengir. “Bunda, ih.”

Untuk menunjukkan kalau Juna memang berniat untuk menghabiskan waktu bersama Bunda, ia berinisiatif untuk mengambil sapu lidi dan mulai menyapu beberapa daun kering yang ada di halaman depan rumah. Laki-laki berkulit pucat itu menggulung celana panjangnya hingga betis agar tidak mengganggu pergerakan.

Baru saja Juna mau cosplay sebagai anak berbakti, satu seruan dari suara yang sudah ia kenali, membuatnya hampir melempar sapu lidi.

“Oy. Kalau nyapu pakai baju dong.”

Juna memutar bola matanya kemudian menatap sinis pada gadis yang berdiri di balik gerbang. Gadis itu membalas Juna dengan juluran lidah. Saking seringnya ke rumah ini, gadis itu membuka gerbang dengan mudah, kemudian langsung mengulurkan tangan untuk menyapa Bunda.

Keluargaku ter-Taekwondo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang