Hari yang indah dan menyenangkan akan berlalu.
"Terimakasih ya, Kacan untuk bahagia yang diberikan hari ini," ucap Syakira.
"Iya, Kakak dokter. Terimakasih untuk segalanya dan akan ku bayar atas semua pahit yang pernah dititipkan pada Kakak dokter," ucap Iyah yang membuatku tertegun mendengarnya.
Begitupun dengan Syakira yang terheran dan,
"Kamu seperti pernah menjadi orang terdekat Kacan aja," ledek Syakira.
Iyah hanya tersenyum dan pergi masuk ke kamar hotel.
Aku bersikap seolah tak terlalu menghiraukan ucapan Iyah tadi.
"Kalau begitu Syakira pulang dulu ya, Kacan. Besok kalau mau pergi-pergi kabari saja Syakira," ujarnya.
"Iya, terimakasih ya!!" seruku.
"Sama-sama, Kacan," jawabnya yang kemudian beranjak pergi.
Tak lama kemudian handphone ku berdering.
Kuangkat telpon dari Bunda,
"Assalamu'alaikum, Key?" ucap Bunda.
"Wa'alaikumussalam, Bun." jawabku
"Ada apa, Bun? Malam-malam begini telpon Keyla," tanyaku.
"Kamu dimana sekarang?" tanya Bunda.
"Keyla di hotel, Bun. Baru aja sampai hotel ,tadi Keyla habis pergi," jawabku.
"Bunda kenapa?" tanyaku.
"Bunda kangen sama kamu, Key," jawab Bunda yang suaranya bukan dari handphone saja. Aku terheran dan,
"Bunda dimana?" tanyaku.
Tak lama dari itu Bunda ada di samping ku bersama dengan Ayah.
"Bunda disini," jawab Bunda dan Ayah yang ada di samping ku.
Aku terkejut senang dengan kedatangan Ayah di Turki tapi, aku juga masih bertanya-tanya.
"Kita ngobrol di mini bar atas yuk!! Yah, Bund," ajak ku.
Aku dan orangtuaku bergegas ke mini bar untuk berbincang-bincang kecil dan istirahat sejenak.
"Kamu masih suka aja disini aja, Key," ucap Bunda dengan menikmati pemandangan setiap sudut ruangan mini bar.
Aku tersenyum menjawab ucapan Bunda,
"Bunda dan Ayah belum pernah kesini, kan? Walaupun Keyla dulu sering kesini," tanyaku.
"Iya, karena tempat ini kamu jarang pulang dulu," sindir Bunda.
Aku tersenyum bersalah,
"Kan, dulu, Bun," jawabku.
"Bunda sama Ayah belum jawab lo, kenapa Bunda dan Ayah nyusul Keyla? " tanya ku.
Bunda dan Ayah saling menatap dan berbalas senyum.
"Kenapa, Yah?" paksa ku pada Ayah karena penasaran.
"Jadi, dr. Izzam dan keluarganya memutuskan untuk menggelar acara pernikahanmu dan dr. Izzam di Istanbul, Turki," jawab Ayah.
Aku yang mendengarkan jawaban Ayah terkejut dan bingung.
"Apa, Yah?!" teriak kejut ku.
"Iya," jawab Bunda.
"Karena itu, kami datang menyusul mu ke Turki," lanjut Bunda.
Aku terdiam bingung, kesal dan cemas bercampur aduk.
"Tapi, kan Bun, Bunda dan Ayah ingat kan? Kejadian apa yang pernah ku alami di kota itu?" geram ku.
Ayah memegang tanganku memberi kehangatan dan menenangkan ku.
"Sayang, Ayah menyetujui ini semua bukan tanpa alasan yang kuat," jelas Ayah.
Ayah berdiri dan berbalik arah melihat pemandangan langit malam dan,
"Ayah setuju dengan ini semua karena, Ayah mau menikahkan mu di tempat impianmu. Ayah mau kamu memulai kehidupan mu di tempat yang membuatmu jatuh, kecewa dan bangkit sampai kamu sukses seperti ini. Jangan pernah kamu berpikir itu tempat yang telah menghancurkan mu. Tapi, berpikirlah! Karena tempat itu kamu bisa belajar bangkit dari sebuah kekecewaan dan keterpurukan," lanjut Ayah dan berbalik badan menghadap ku dan memeluk ku.
Aku terdiam dan terpaksa mengiyakan keputusan Ayah dan Bunda. Karena aku berpikir, kapan lagi aku bisa membahagiakan oran tua ku? Setelah keterpurukan ku membuat mereka sedih, ini saatnya impian lamaku yang membuat mereka bahagia. Aku menghela napas dan tak lama kemudian,
"Kakak dokter? Kok belum masuk? Sudah malam lo, Kak," tanya Iyah yang menghampiri ku.
"Siapa, Key?" tanya Bunda.
Aku berdiri dan memperkenalkan Iyah pada orang tua ku.
"Ini pasien Keyla. Bun, Yah," jelas ku.
"Maaf, Bu, Pak. Saya Iyah, pasien dr. Kiyomi," ucap Iyah dan memberi salam pada orang tua ku.
"Anak cantik, semoga lekas sembuh, ya!" ujar Bunda.
"Bentar ya, Bun Keyla periksa keadaan Iyah sebentar. Nanti Keyla kembali lagi," pamit ku pada Bunda dan Ayah.
"Ayo, Iyah!" ajak ku.
Aku dan Iyah beranjak pergi dari mini bar.
Saat dalam perjalanan menuju kamar hotel,
"Kak, itu orang tua Kakak? Datang dari Indonesia?" tanya Iyah.
"Iya," jawabku dengan tersenyum.
"Orang tua kakak sangat sayang, ya?" tanya Iyah.
"Sama seperti orang tua mu, pasti mereka sedih mendengar kabar yang tak benar dan cemas kalaupun mereka tahu kamu masih hidup," jawabku.
Kemudian aku mengalihkan pembicaraan,
"Gimana? Masih ada anggota badan yang terasa sakit? "tanyaku.
"Tidak, Kak. Alhamdulillah sudah tidak ada yang sakit lagi. Tapi, hanya saat memori ku kembali kepala ku merasa pusing," jawab Iyah.
Kemudian aku periksa dan mengurus obat Iyah agar ia bisa beristirahat dan ingatannya cepat pulih kembali.
"Alhamdulillah, keadaan kamu mulai membaik," ucap ku
"Sekarang istirahat, ya!!" ujar ku pada Iyah yang berbaring di kasur.
Iyah sudah mulai memejamkan matanya dan aku duduk terdiam di samping kasur ku. Aku masih tidak menyangka kalau pernikahan ku akan berlangsung di tempat impian ku dan Savas. Tapi, pernikahan itu berlangsung bukan dengan lelaki impian ku, lelaki yang selalu ada dalam sujud terakhirku. Bahkan, sampai aku akan menikah dengan orang lain saja Savas tidak pernah sesekali menjelas kan alasan nya meninggalkan ku. Tanpa sadar air mata ku terus mengalir deras dan aku tertunduk.
Suara tangis ku membangun kan Iyah yang baru saja memejamkan matanya.
"Kakak dokter kenapa?" tanya Iyah.
Aku yang masih berlinang air mata kemudian mengusap air mata itu dan,
"Tidak, tidak apa-apa," jawabku.
"Kalau Kakak dokter mau cerita, cerita aja sama Iyah!!" ujar Iyah.
Aku menghapus air mata yang masih berjatuhan dan menenangkan diri ku lalu,
"Tidak apa, tidur lagi gih sana!" ujar ku dengan menahan tangis yang membendung.
"Tapi sebelumnya, Kakak boleh tanya sama kamu? "tanyaku.
"Boleh dong, Kak," jawab Iyah.
"Waktu di rumah sakit Kakak nemuin surat di tas kamu dan surat itu atas nama dr. Keyla Kiyomi Kekira, nama Kakak. Kakak boleh tahu? Itu surat apa?" tanyaku.
"Iyah juga gak tahu, Kak. Kenapa surat itu atas nama Kakak," jelas Iyah.
"Iyah juga kemarin cari surat itu lagi tapi, sudah tidak ada," jelas Iyah.
"Nanti Iyah cari lagi, kalau sudah ketemu dan Iyah ingat sesuatu tentang surat itu, Iyah kasih tahu ke Kakak dokter," jelas Iyah.
"Iya, makasih, Iyah. Jangan terlalu dipikirkan!" ujar ku.
"Kalau begitu Iyah tidur dulu ya, Kak," ucap Iyah yang kemudian beranjak pergi tidur.
Aku langsung beranjak menemui orang tua ku lagi, yang ku tinggalkan di mini bar.
"Maaf, Bun, Yah. Keyla lama," ucap ku.
Gak apa-apa, jawab Ayah.
"Tapi, maaf ya Sayang, Ayah dan Bunda tidak bisa menginap di hotel ini. Soalnya, Bunda dan Ayah sudah memesan kamar hotel yang sama dengan keluarganya dr. Izzam," jelas Bunda.
"Keluarganya dr. Izzam?!" tanyaku terkejut.
"Iya, besok juga kita akan lunch di restoran dan kamu jangan lupa untuk datang!" ujar Ayah.
"Besok Bunda share loc," lanjut Bunda.
Aku mengangguk terpaksa dan tak lama kemudian Bunda dan Ayah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Kakak Dokter
Romancedr. Keyla Kiyomi Kekira, begitulah orang mengenal diriku. Aku seorang dokter yang dikenal oleh banyak orang. Paras, sikap, tampang dan imanku membuat banyak orang yang mendambakan diriku bersanding dengan salah satu dari mereka. Kesuksesanku dalam...