Setelah berdialog panjang dengan Umma, aku dan dr. Izzam beranjak pergi ke toko furniture. Tokonya tidak jauh dari rumah sakit jadi, tidak banyak dialog dengan ku dan dr. Izzam. Aku tidak mau merasa lebih bersalah lagi dengan lontaran kata-kata yang keluar dari lisan dr. Izzam. Aku tahu, aku yang salah tidak bisa mencintainya. Tapi, jangan buat aku merasa lebih bersalah dengan permintaan maaf yang keluar dari lisan dr. Izzam. Sebelum kami sampai di toko furniture dr. Izzam menawarkan ku untuk melihat rumah nya terlebih dahulu. Karena, akan sulit memilih furniture tanpa melihat konsep rumah terlebih dahulu. Aku menerima tawaran dr. Izzam untuk melihat rumah barunya terlebih dahulu.
“Kamu buat rumah kita senyaman mungkin, ya!” ujar dr. Izzam. Aku hanya tersenyum merespon permintaan dr. Izzam. Sesampainya aku di rumah baru, letaknya memang tidak jauh dari rumah Bunda. Ini seperti mimpi, batinku. Design rumah ini seperti design rumah yang aku impikan. Dari luar terlihat seperti rumah papan yang sangat sederhana. Saat masuk kedalam rumah, lantai sudah terhias dengan ubin yang mirip seperti papan. Jadi rumah ini seperti rumah papan di pedesaan tapi, bertingkat. Aku jadi memiliki banyak ide untuk menghias rumah ini. Melihat semua yang dr. Izzam beri ke aku, Aku berpikir yaa Rabb, apakah malaikat, yang kau sandingkan denganku. dr. Izzam seperti lebih mengenal ku dari pada diriku sendiri. Aku suka sekali dengan rumah ini. dr. Izzam menghampiriku yang sedang melihat-lihat ruangan.
“Gimana, suka?” tanya dr. Izzam. aku menjawab dr. Izzam dengan mengangguk senang. dr. Izzam juga membuatkan sebuah klinik kecil di samping rumah kami. Aku heran dengan klinik yang dr. Izzam bangun disini. Kami bekerja di rumah sakit lalu, untuk apa dr. Izzam membangunkan ku sebuah klinik kecil, pikirku dalam hati. Aku tidak mau terlalu banyak berpikir jadi, langsung ku tanyakan pada dr. Izzam tentang klinik di samping rumah yang ia buat.
“Canım, klinik ini untuk apa? kita kan sibuk di rumah sakit,” tanyaku dengan sangat penasaran.
“Dokter itu tidak hanya di rumah sakit saja, kan?” tanya dr. Izzam. Aku mengangguk tapi, tidak paham apa maksud pertanyaan dr. Izzam.
“Orang sakit juga tidak di jadwal waktu dan tanggal, kan?” tanyanya lagi pada ku.
“Sebagai dokter itu kan tugasnya menyembuhkan orang sakit dan menyelamatkan nyawa orang. Canım berpikir untuk membuka klinik ini saat kita tidak ada di rumah sakit. Siapapun yang membutuhkan perawatan medis bisa kita tangani di rumah, kapanpun itu,“ jelasnya. Aku terharu dengan ide dr. Izzam.
“Mahbubah gak keberatan, kan? kalau harus merawat pasien di rumah juga?” tanya dr. Izzam.
“Enggak, kok. Mahbub malah senang bisa menolong yang lain tanpa batas waktu,” jawabku.
“Nanti kita lengkapi juga peralatan medis lainnya disini, kita buat klinik ini senyaman mungkin untuk pasien,” ujar dr. Izzam.
“Kamu udah pikirin mau dipadukan dengan konsep apa?” tanya dr. Izzam. Aku mengangguk dengan berpikir memadukan dengan konsep apa lagi. Kemudian, aku mengajaknya pergi berbelanja furniture sekarang juga. Sebelum waktu benar-benar gelap dan agar furniture nya bisa cepat sampai. Aku melihat dr. Izzam seperti sedang bingung lalu, aku tanyakan padanya.
“Are you okay, Canım?” tanyaku. dr.Izzam kaget dan gugup saat menanggapi pertanyaan ku.
“Yes, I am okay,” jawab dr. Izzam. Aku tak yakin dengan jawabannya karena, berbalik dengan jawaban bahasa tubuhnya.
“Kita mau tidur dimana malam ini?” tanyaku pada dr. Izzam.
“Kita tidur di rumah Bunda lagi, gimana?” sarannya. Aku mengangguk tak faham dengan dr. Izzam. Sampai aku overthinking, apakah dia sedang ada masalah dengan keluarganya. Aku mencoba untuk memancingnya terbuka padaku.
“Aku bersanding dengan Canım sebagai apa, sih?” tanyaku.
“Kenapa memang?” tanya dr.Izzam.
“Jawab aja!” perintahku.
“Sebagai istri, teman hidup,” jawabnya.
“Apakah teman hidup tidak bisa membantu memecahkan masalah?” tanyaku.
“Bukan begitu maksudku,” jawabnya mencoba menjelaskan padaku.
“Lalu? Cerita lah!!” saran ku.
dr. Izzam mulai menyerah dan menceritakan kegundahannya.
“Ini masalah rumah sakit,” jawabnya.
“Rumah sakit?“ tanyaku.
“Iya, Mahbub ingat kemarin Canım ceritakan tentang pasien yang nyawanya hampir tidak selamat?” tanyanya.
“Iya, kenapa?” jawabku.
“Itu pasien pindahan dari rumah sakit yang ada di Yogyakarta. Dia sudah lama tidak siuman tapi, dia masih bertahan hidup sampai sekarang,” jelasnya padaku.
“Dan Canım bingung harus ambil tindakan apalagi untuk membuatnya sadar.” keluhnya.
Aku yang mendengarkan cerita dr. Izzam juga menjadi bingung. Tapi, aku tetap harus menenangkannya.
“Kalau Canım butuh bantuan Mahbub, Canım ngomong aja sama Mahbub,” saran ku menenangkannya.
“Nanti Mahbub coba pikirkan cara lain untuk membantu pasien itu,” ucapku.
“Terimakasih, ya Mahbub,” ucapnya. Ucapan terimakasih ini yang membuatku selalu merasa bersalah.
“Jangan berterimakasih terus padaku!” ujar ku. Aku ternyata sudah su'udzon dengan dr. Izzam. Aku pikir ia sedang ada masalah dengan keluarganya. dr. Izzam menceritakan kalau dirinya tidak pernah pulang ke rumah kalau ia memiliki pasien yang belum bisa sadar ataupun ada perkembangan setelah ia tangani. Aku terharu dengan cerita perjuangannya dan cinta pada pekerjaannya. Ia juga suka menolong tanpa harapan imbalan. Aku sudah lama mengetahui semua hal baik tentang dr. Izzam karena, Danita selalu menceritakan dr. Izzam untuk menjodohkan ku dengannya. Dan akhirnya, aku benar-benar menikah dengan dr. Izzam. Bagiku sebuah tuntutan untuk meninggalkan teka teki yang belum usai. Namun, kebahagiaan yang selalu dr. Izzam berikan padaku membuat ku berhasil rehat sejenak memikirkan masa lalu.
Sesampainya di toko furniture aku langsung masuk dan memilih beberapa furniture untuk rumah baru. Aku menanyakan warna apa yang dr. Izzam suka agar ia juga nyaman berada di rumahnya sendiri. Setelah aku tahu warna kesukaan dr. Izzam aku padukan warna itu dengan warna kesukaan ku. Jadi, furniture yang aku beli serba berwarna hitam dan biru. Hitam warna kesukaan dr. Izzam dan biru warna kesukaanku. Aku memilih furniture modern karena, aku ingin memadukan antara design rumah yang sederhana dengan furniture didalamnya yang tetap modern. Dan aku menyarankan pada dr. Izzam untuk meminta pada pemilik toko agar mengirimkan barangnya esok. Setelah memilih furniture rumah kami pergi mencari furniture untuk menghiasi klinik dan juga memperlengkap peralatan klinik. Seharusnya aku pergi mencari semua peralatan ini dengan lelaki yang ku cintai tapi, aku malah pergi dengan lelaki lain. Salahkah aku, jika bahagia bersamanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Kakak Dokter
Romancedr. Keyla Kiyomi Kekira, begitulah orang mengenal diriku. Aku seorang dokter yang dikenal oleh banyak orang. Paras, sikap, tampang dan imanku membuat banyak orang yang mendambakan diriku bersanding dengan salah satu dari mereka. Kesuksesanku dalam...