first Time

0 0 0
                                    

Aku belum pernah menginjakkan kaki di rumah orang tua dr. Izzam. Langkah pertama ku ini disertai dengan harapan baik untuk hubungan dua keluarga. Aku berharap kebaikan mereka tidak memudar dan aku harap aku bisa memberikan yang terbaik untuk mereka. Walaupun bukan balasan cinta yang ku beri pada dr. Izzam. Aku bisa memberikan perhatian lebih untuk keluarganya. Dalam satu malam mereka bisa membuatku tertawa bahagia dengan hal yang sederhana. Berkumpul dengan keluarga baru ini melukiskan banyak warna di lebaran baru ku. dr. Izzam mengajak ku ke taman yang ada di rumahnya. Aku mengikuti tanda bunga di setiap jalan yang telah di sebarkan oleh dr. Izzam sebagai petunjuk jalan. Di ujung akhir terbatas bunga terlihat dari mataku sebuah ayunan yang telah dihias ranting bunga dan beberapa bunga. Dan di ayunan itu sudah ada seseorang yang menunggu ku.
Kemudian, aku berdiri tepat dibelakang orang yang ada di taman itu. Orang itu ternyata dr. Izzam, ia memandangi langit malam yang indah. Tempat ini memang tempat sederhana tapi, indah sekali walau tanpa hiasan. Karena, sudah terhias dengan tanaman yang tumbuh.
“Langitnya indah, ya?” ujar dr. Izzam
“Aku tidak sadar, kalau di rumah ini ada surga yang indah, surga sederhana yang cukup dengan berdiri disini dan menikmati indahnya langit malam,” ucapnya yang kemudian menghela napas dan berbalik badan ke arah ku.
Ia menuntun ku duduk di atas ayunan bersama dengannya. Kemudian ia memegang tanganku, memandangiku seraya berkata,
“Terimakasih, sudah menerima ku sebagai teman hidup mu. Terimakasih sudah membantu ku melukis senyum di wajah orang tua ku. Terimakasih, kamu mau menjadi bidadari yang menemani ku di surga kelak,” kata-kata manis yang terlontar dari mulut dr. Izzam.
Tanganku menggenggam tangan dr. Izzam dan berkata,
“Jangan berterimakasih padaku karena,aku tidak bisa membalas semua cinta yang telah Dokter beri pada ku. Aku hanya bisa memberikan perhatian dan sayang sekedarnya untuk Dokter. Tapi, mengertilah kalau aku tidak bisa memberikan cinta yang tulus untuk Dokter,” ucapku menjelaskan padanya karena, aku tidak mau kalau ia berlanjut terlalu dalam mencintaiku.Aku tahu, kalau saat ini aku adalah istri dari dr. Izzam. Tapi, aku juga seorang manusia yang mempunyai perasaan. Aku hanya akan berusaha menjadi istri yang baik walau hati tak bisa berdamai dengan dr. Izzam.
“Aku menerima kamu apa adanya, aku juga akan berusaha menjadi suami yang baik untuk kamu. Aku percaya kalau Rabb kita maha membolak-balik kan hati manusia,” jawab dr. Izzam.
"Apapun yang aku lakukan nantinya, itu adalah wujud cinta dari ku. Jangan tolak cinta ku walau kamu tidak bisa membalasnya," ujar dr. Izzam.
“Boleh, aku panggil kamu Mahbubah?” tanya dr.Izzam.
“Boleh,” jawabku.
“Mahbubah artinya tersayang atau kesayangan. Kamu boleh panggil aku apa saja, tapi jangan panggil aku Dokter lagi,” ujar nya.
“Canım, aku panggil kamu, Canım,” ucapku
Canım dalam bahasa Turki yang artinya sayang. Bukan cinta tapi, sayang yang kuberikan. Seperti panggilan yang kuberikan pada dr. Izzam.
“Sudah malam, kita masuk yuk!!” ajak dr. Izzam.
Malam pertama aku tidur bersandingan dengan seorang lelaki tapi, dia sudah menjadi mahrom ku. Aku masih canggung untuk membuka kerudungku di depan dr.Izzam. Aku juga risih tidur berdua dalam satu ranjang dengan lelaki. Aku terbangun di tengah malam Aku tidak bisa memejamkan mataku.
“Mahbub? Kenapa?” tanya dr. Izzam yang terbangun karena ku.
“Enggak, cuma gak bisa tidur aja,” jawabku.
Kemudian aku kembali tidur tapi, mataku belum tertutup. dr. Izzam juga belum menutup matanya dan kemudian mengangkat kepalaku agar ke atas lengannya yang di lentangkan. Ia menidurkan ku seperti, aku ini seorang anak kecil. Namun, ia berhasil membuatku terlelap. Aku beraktifitas seperti di rumah sendiri. Jadwal agak berubah karena, aku sudah menjadi seorang istri dan tinggal di rumah mertua. Saat aku membuka mata, tampak di depan mataku wajah dr. Izzam yang membuat ku terkejut. Aku bangun tahajjud lebih awal dan membangunkan dr. Izzam. Ia beranjak bangun dan shalat tahjjud. Aku meluangkan waktu untuk mengingat-ingat kembali hafalan. Karena, untuk mengingatnya bukan menunggu waktu luang tapi meluangkan waktu. Shubuh pertama ku dengan kau sebagai imam ku. dr. Izzam mencium keningku saat selesai shalat shubuh. Itu membuatku merasakan kecanggungan dan gugup yang bisa ditutupi lagi. Kemudian, aku beranjak dari tempat untuk menghindari dr. Izzam. Menyiapkan sarapan bersama dengan mertua dan Adik ipar ternyata sangat menyenangkan. Mereka juga sangat mengerti dengan profesi ku. Oleh karena itu mereka masak lebih pagi agar aku tidak terlambat ke rumah sakit dan tidak lupa mempersiapkan dr. Izzam yang akan pergi ke rumah sakit juga.
Aku bersiap lebih awal dari dr. Izzam dan menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan. Jujur aku merasa bingung saat memilihkan baju kerja dr. Izzam. Aku minta Zarrah untuk membantu ku dan ia malah mengejek ku karena, di wajah ku terlihat perasaan yang begitu bingung dan canggung.
“Kakak, belum terbiasa dengan semua ini, Zarrah,” ucap ku menandakan aku menyerah memilihkan baju untuk dr. Izzam. Karena, memang tak mudah memadu madankan pakaian dr. Izzam. Zarrah mengatakan bahwa dr.Izzam mengenakan baju sesuai dengan mood nya. Jadi kita pasti sulit memilihkan pakaian yang akan ia kenakan. Tak lama kemudian dr. Izzam kembali dari joging paginya bersama dengan Ayah mertua ku. dr. Izzam masuk ke kamar dan tertawa saat melihat ku dan Zarrah memilihkan pakaian kerja untukku sampai membongkar almari.
“Kalian ngapain?” tanya dr. Izzam dengan menunjukkan pakaian kerja yang telah ia pilih sendiri. Aku kesal dan juga tersipu malu telah membongkar pakaian dr. Izzam hanya karena, memilihkan baju untuknya. Zarrah keluar dari kamar kami dan aku menata kembali pakaian-pakaian dr. Izzam. Aku bergegas ganti pakaian saat dr. Izzam mandi karena, sampai saat ini aku belum menunjukkan bentuk rambut ku. Saat aku melepas kerudung dan akan mengganti dengan kerudung yang lain,
“Masyaallah, indah sekali rambut mu, Mahbub,” ucap kagum dr. Izzam yang baru keluar dari kamar mandi. Aku langsung menutupi kepalaku dengan kain yang sedang aku pegang. Kemudian, dr. Izzam menghampiriku dan menarik kain yang menutupi kepalaku. Aku teriak karena,terkejut kain di atas kepalaku tertarik olehnya. dr. Izzam mengatakan,
“Kamu istri ku, mahrom ku, kenapa kepalamu kamu tutupi? aku bukan lagi orang asing yang bukan mahrom mu,” cetusnya.
Aku tetap menutupi kembali kepalaku dengan kain dan beranjak pergi ke kamar mandi untuk mengenakan kerudung. Setelah selesai mengenakan kerudung lalu aku membantu dr. Izzam yang sedang mengenakan baju.Aku muncul tepat dihadapannya dan membantunya memasangkan kancing baju. Ia terus saja memandangiku saat aku membantunya. Aku berpura-pura tidak sadar dengan pandangannya padaku. Aku selalu menghindar dari pandangan penuh makna yang selalu dr. Izzam tunjukkan padaku. Begitupun dengan detik ini, aku beranjak pergi ke bawah untuk menyiapkan sarapan dr. Izzam. Di meja makan pun dr. Izzam masih sempat mencuri pandang yang selalu aku pergoki mata penuh makna itu. Aku cepat-cepat membersihkan tempat makan dan beranjak pergi dari tempat itu. Saat aku akan pergi dan sampai di halaman depan rumah, aku baru sadar kalau aku tidak membawa mobil. Umma dan dr. Izzam tersenyum meledek ku dari depan pintu. Kemudian,
“Sayang, kamu pergi ke rumah sakit bersama dengan suamimu ya!” ujar Umma yang masih tersenyum melihat ku tersipu malu. Kesal, malu tapi, kondisi ini mengharuskan ku ikut besama dengan dr. Izzam.

Cinta Kakak DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang