Jejak Lama

1 0 0
                                    

Harapan baru muncul dari berita yang nyonya Gracellia infokan padaku. Nomor telpon Farihah pun sudah kudapatkan.
"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi," jawaban yang kudengar saat menelpon Farihah. Berkali-kali aku telpon Farihah tapi, nomornya tidak dapat dihubungi.
Untuk apa aku nelpon Farihah? Pikirku.
Benar yang dikatakan nyonya Gracellia, jangan menoleh kebelakang lagi! Fokus untuk jalan ke depan! Pikirku meyakinkan diriku untuk bisa fokus pada masa depanku. Cukup sudah memikirkan Savas karena, belum tentu Savas memikirkan ku dan mencari keberadaan ku.
Handphone ku berdering menandakan ada panggilan masuk. Aku mengambil handphone yang ada di samping ku.
"Assalamu'alaikum, Dok," ucapnya.
["Wa'alaikumussalam, bapak kepala rumah sakit?"] tanyaku.
["Iya, Dok. Dokter besok bertugas di rumah sakit UNIVERSITAS MEDIPOL,"] ucap kepala rumah sakit.
"Baik, Pak," jawabku.
["Dokter disana hanya membantu pasien agar cepat pulih. Karena ia hanya ingin dirawat dengan Dokter,"] ucapnya.
"Baik, Pak," jawabku.
Begitu telpon berakhir, aku terpikirkan aneh dengan ucapan terakhir Pak ketua. Pasien hanya ingin dirawat denganku? Pikirku. Padahal banyak Dokter hebat di negara ini.
Aku penasaran dengan pasien itu dan beranjak pergi ke rumah sakit melihat keadaannya. Saat aku sampai di ruangan nya, aku melihat keadaanya penuh dengan alat bantu. Aku memeriksa keadaannya dan saat aku mau beranjak pergi, pasien itu mulai sadar. Aku langsung memeriksanya lagi untuk memastikan keadaannya. Saat aku tanya dengan dokter yang merawat pasien itu sebelumnya, dokter itu mengatakan bahwa ia terluka parah saat kecelakaan jatuhnya pesawat. Ia sudah tidak sadarkan diri selama empat bulan terakhir ini. Dan selama itu ia sempat sadarkan diri sebentar dan berkata,
"dr. Kiyomi," lirihnya dan kemudian ia tak sadarkan diri sampai hari ini. Karena itu rumah sakit ini mencari ku dan memintaku untuk merawatnya. Mereka mengira aku salah satu saudaranya.
Aku mengetahui cerita itu jadi penasaran dengan identitas pasien itu. Aku mencari identitasnya tapi, identitasnya hilang saat ia kecelakaan. Aku juga tak dapat mengenali wajahnya yang asing bagiku.
Beberapa hari kemudian, ia dipindah kan ke ruangan lain karena keadaanya sudah lebih baik.
"Are you okay?" tanyaku.
"Iya, aku sudah lebih baik," jawabnya.
Aku terkejut karena ia menjawab dengan bahasa indonesia.
"Kamu bisa berbicara dengan bahasa indonesia?" tanyaku.
"Iya, Kak," lirihnya.
Aku ingin bertanya tentang identitasnya tapi melihat kondisinya yang masih lemah aku tak tega.
"Kakak siapa?" tanyanya.
Aku merasa heran dengan pertanyaan nya.
"Apa kamu ingat kalau kamu sempat sadar sebelumnya?" tanyaku.
Ia menggelengkan pelan kepalanya, mengisyaratkan kalau ia tak mengingat nya.
"It's okay, sekarang kamu istirahat dulu," ujarku padanya.
Aku beranjak pergi menemui dokter yang menanganinya sebelum aku.
Saat aku tanya tentang kondisinya sebelum nya, ternyata kemungkinan pasien itu mengalami benturan yang sangat keras sehingga ia mengalami amnesia sementara. Ia bisa pulih kembali seiring berjalannya waktu.
Aku hanya bisa membantu untuk menghiburnya agar pikirannya selalu tenang dan bisa mengingat segalanya kembali.
"Bagaimana perasaan kamu sekarang? Lebih baik?" tanyaku pada pasien itu.
Ia menjawab ku dengan mengangguk pelan dan tersenyum.
"Nama kamu siapa?" tanyaku dengan harapan ia masih bisa mengingat namanya.
"Iyah," jawabnya.
"Iyah?" tanyaku dengan terkejut.
Kenapa panggilannya sama dengan Farihah? Batinku. Apa mungkin dia Farihah?
"Farihah?" lanjut ku dengan harapan bahwa dia bukan Farihah.
"Bukan, Azzamiyah," sahutnya.
Aku menghela nafas lega mendengar jawabannya sesuai dengan yang aku harapkan.
"Apa kamu punya keluarga?" tanyaku.
"Gak tau," jawabnya dengan menggelengkan kepalanya, ia tertunduk sedih.
"It's okay, kamu anggap saja aku kakak kamu," ujar ku menenangkan nya.
Ia masih menangis sedih karena pertanyaan ku tadi.
"I am Kiyomi," ucapku memperkenalkan diriku padanya.
Setelah mendengar namaku ia memegang kepalanya dan merintih kesakitan.
"Kenapa? Sakit?" tanyaku panik.
Aku langsung memeriksanya dan sepertinya ia mengingat sesuatu setelah mendengar namaku.
Ia memperhatikan wajahku berusaha mengingat ku. Karena ia merasa tak asing dengan namaku namun, ia tak menemukan ingatan itu. Malah membuat kepalanya semakin sakit.
"Kamu mengalami amnesia tapi, jangan khawatir itu hanya amnesia sementara," ucapku.
"Seiring berjalannya waktu semua ingatanmu akan pulih kembali," lanjutku.
"Tapi, jangan dipaksakan kalau kamu merasa sakit di kepalamu," ujar ku.
"Saya tinggal dulu," ucapku.
Kenapa Iyah langsung merasa sakit kepala saat mendengar namaku? Batinku. Aku teringat janjiku pada Syakira dan langsung ku menghubunginya.
"Assalamu'alaikum?" ucapku.
["Wa'alaikumussalam, gimana besok Kacan?"] tanyanya.
"Maaf, Sya. Besok saya gak bisa pergi sama kamu. Soalnya saya harus mengurus pasien saya," jelas ku padanya.
["It's okay, Kacan. Kita bisa berkunjung ke masjid itu lain waktu,"] jawabnya.
"Ya sudah, saya mau lanjut urus pasien dulu.
Assalamu'alaikum," ucapku mengakhiri pembicaraan di handphone.
["Wa'alaikumussalam,"] jawabnya.
Aku harus mencari tau tentang Azzamiyah di internet, pikirku. Namun, saat aku cari tau banyak yang bernama Azzamiyah tapi, bukan pasien aku ini.
Aku masih belum menyerah mencari tau keberadaan Savas dan keluarganya. Aku mencoba datang ke rumah lamanya.
Saat aku tanya pada tetangganya, mereka tidak kenal dengan orang yang bernama Savas. Berarti kemungkinan Savas belum pernah kembali ke rumah ini selama empat tahun terakhir ini.
Ckling....
Suara notifikasi pesan di handphone.
[Key, Zarrah udah di Turki,] pesan singkat dari bunda.
Aku khawatir mengetahui bahwa Zarrah sudah di Turki. Aku khawatir kalau dr.Izzam benar-benar nekad ingin menikah di Turki. Dan aku juga masih ingin lama di Turki,aku masih ingin mencari keberadaan Savas. Aku memang keras kepala, setiap apa yang aku inginkan harus bisa kudapatkan. Waktu sudah malam,aku kembali ke hotel.
"Kamu mencari dan mencoba menghubungi Farihah?" tanya nyonya Gracellia saat aku baru sampai di hotel.
"Kenapa nyonya bisa tau?" tanyaku.
"Saya sudah peringatkan padamu jangan menoleh kebelakang lagi! Kamu harus fokus untuk masa depan kamu," geram nyonya Gracellia. Aku terduduk di sofa dan nyonya Gracellia masih melanjutkan bicaranya.
"Jangan tanya saya tau dari siapa tentang kamu mencari keberadaan keluarga Savas," kecam nya. Aku hanya terdiam tak mengerti dengan semua kejadian ini.
"Aku hanya berusaha mencari keberadaanya untuk mendengar penjelasannya," sahutku pada nyonya Gracellia.
"Agar aku bisa tenang melanjutkan kehidupanku dengan orang lain," lanjut ku.
"Aku juga tak mau disakiti untuk kedua kalinya. Aku hanya datang untuk sebuah penjelasan bukan untuk menyakiti diriku untuk kedua kalinya," jelas ku dan beranjak pergi meninggalkan nyonya Gracellia di mini bar.

Cinta Kakak DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang