"Assalamu'alaikum!! Permisi!!” teriakku dari pagar rumah di alamat yang diberikan Savas.
Berharap ada yang menjawab dari dalam rumah tapi,
“Mbaknya, cari siapa ya?” tanya tetangga yang lewat.
“Penghuni rumah ini kemana ya, Bu?” tanyaku.
“Rumah ini kosong, Mbak. Orangnya pindah sekitar tiga tahun yang lalu,” jawab Ibu itu.
“Eumm, Ibu tahu pindahnya kemana?” tanyaku.
“Kurang tahu jelasnya, Mbak,” jawabnya.
“Coba mbaknya ke alamat ini!” ujar Ibu itu dengan memberikan alamat rumah Savas.
Setelah Ibu itu menuliskan alamat rumahnya aku langsung pergi,
“Terimakasih ya, Bu,” ucapku.
“Iya, Mbak. Saya tinggal duluan ya, Mbak,” ucapnya.
Aku langsung beranjak ke alamat rumah yang di tuliskan oleh Ibu itu.
Namun, saat aku mengunjungi rumah itu hanya ada satpam yang berdiri didepan gerbang rumah.
“Permisi, Pak,” ucapku.
“Iya, Mbak?” jawabnya terkejut melihat kedatanganku.
“Ada apa ya, Mbak?” tanya satpam yang menjaga gerbang rumah.
“Boleh saya bertemu dengan pemilik rumah ini?” tanyaku sekaligus meminta izin untuk masuk.
“Maaf, mbak tapi, pemilik rumahnya tidak ada. Saya hanya ditugaskan untuk menjaga rumah ini saja. Tapi, saya tidak bekerja di rumah ini.” jelas satpam penjaga rumah.
“Eumm, maksudnya, Pak?” tanyaku yang masih tidak faham dengan apa yang dimaksud satpam.
“Iya, Mbak. Pemilik rumah ini sudah lama berada di rumah sakit. Mungkin hanya pembantunya yang pulang membersihkan rumah atau mengambil pakaian,” jelas satpam.
“Saya ditugaskan oleh tuan saya untuk menjaga rumah sahabatnya ini,” jelasnya.
“Ini sahabat tuan Bapak?” tanyaku.
“Iya, mbak,” jawabnya.
“Saya bisa bertemu dengan tuan Bapak?” pintaku.
“Maaf, Mbak. Tuan saya sekarang sedang di luar negeri,” jawab satpam.
“Haduhhh..” bisik sesal ku sendiri.
“Kenapa, Mbak?” tanya satpam.
“Tidak apa-apa, Pak. Kalau begitu saya pergi dulu ya, Pak,” pamitku.
“Terimakasih, ya Pak,” ucapku pada satpam dan kemudian pergi dari tempat itu.
Karena satpam itu mengatakan kalau pembantunya sering pulang, aku pun setiap hari datang dengan harap bisa bertemu dengan pembantu pemilik rumah itu. Dan aku harap juga rumah itu benar-benar milik Savas. Begitupun hari ini, aku menunggu pembantu itu datang ke rumah Savas. Aku bertahan sampai satu jam didepan gerbang rumah Savas. Namun, benar bahwa usaha tak pernah mengkhianati hasil. Ada pembantu yang datang dengan taxi dan aku langsung menemui pembantu itu.
“Mbak!!” panggilku pada pembantu yang baru turun dari taxi dan akan masuk ke rumah Savas.
“Iya, Mbak. Ada apa?” jawab pembantu itu.
“Mbak pembantu dari pemilik rumah ini?” tanyaku.
“Iya, Mbak. Mbaknya siapa, ya?” jawab pembantu Savas dengan bertanya balik padaku.
“Eumm, saya Kiyomi,” ucapku.
“boleh saya tanya sesuatu?” tanyaku pada pembantu Savas.
“Silahkan, Mbak!” jawab pembantu Savas.
“Pemilik rumah ini kemana ya, Mbak?” tanyaku.
“Pemilik rumah ini di rumah sakit, Mbak,” jawabnya.
“Kalau boleh tahu, siapa yang sakit ya, Mbak?” tanyaku.
“Maaf, Mbak saya buru-buru,” jawabnya menghindar dari pertanyaan ku dan beranjak pergi meninggalkanmu di depan gerbang.
“Mbak!! Mbak!!!” teriakku menghentikannya tapi, pembantu itu tak sedikit pun menoleh kebelakang.
“Arghh... Susah banget sih nemuin kamu, Savas,” geram ku sendiri.
Aku pun memutuskan kembali ke rumah dan akan mencari tahu lagi esok hari.
Setidaknya hari ini aku hari ini sudah memastikan kalau itu benar-benar rumah Savas. Semoga esok aku bisa menemukan dimana keberadaannya, batinku.
Handphone ku terus berdering dan terpaksa ku angkat telpon dari dr. Izzam.
“Assalamu'alaikum, maaf saya lancang menelpon,” ucap dr. Izzam.
“Dokter dimana? Orang tua Dokter mencari Dokter,” tanyanya mengkhawatirkan ku.
Aku tak sadar kalau aku sudah seharian diluar mencari kabar tentang Savas.
“Iya, saya mau pulang ini,” lirihku yang kelelahan berjalan, mencari dan menunggu kabar.
“Apa mau saya jemput?” tanya dr. Izzam.
“Tidak, saya bisa pulang sendiri,” jawabku.
Lalu ku matikan panggilan tanpa salam penutup percakapan.
Aku langsung pulang ke rumah karena, khawatir Bunda dan Ayah semakin cemas mencari keberadaan ku.
Sesampainya aku di rumah,
“Assalamu'alaikum,” ucapku tanpa tenaga. Tak lama kemudian Bunda membukakan pintu rumah.
“Kamu dari mana aja, Key?” tanya Bunda dengan cemas.
“Keyla gak apa-apa, Bun,” jawabku.
“Tapi, lihat kondisi kamu yang seperti habis meluntang lantung mencari makan,” bentak Bunda.
Aku hanya masuk dan duduk di sofa dengan terlamun dan mendengarkan Bunda berbicara tanpa henti mengkhawatirkan ku.
“Bunda!! Keyla baik-baik aja,” tegas ku pada Bunda yang terus-terusan berbicara dengan mengkhawatirkan ku.
Kemudian aku naik ke atas membersihkan diri dan beristirahat.
Hari ini terlalu lelah, sangat lelah tanpa penenang di samping ku, batinku.
Aku pun tertidur pulas sampai pagi,
“Key!!” panggil Bunda.
“Iya, Bun,” jawabku.
“Kamu gak shalat apa?” tanya Bunda dari luar kamar.
“Enggak, Bun,” jawabku sambil membuka pintu kamarku.
“Ini jam berapa? Kamu belum siap-siap berangkat ke rumah sakit?” tanya Bunda.
Aku melihat jam di handphone dan bergegas bersiap-siap berangkat ke rumah sakit dan mencari Farihah lagi.
Saat aku turun kebawah untuk sarapan,
Ting... Tong... Ting... Tong...
Suara bel rumah,
“Keyla buka ya, Bun.” ucapku pada Bunda dengan berjalan menuju pintu.
“Paket, Dok,” ucap tukang paket.
"Iya, untuk siapa?" tanyaku.
“Ini paket untuk dr. Kiyomi,” bacanya.
Kemudian aku terima paket itu,
“Terimakasih ya, Pak.” ucapku sebelum tukang paket pergi.
“Siapa, Key?” teriak Bunda.
“Paket, Bun,” jawabku dengan berjalan menuju meja makan.
“Paket dari siapa, Key?” tanya Bunda.
“Kurang tahu nih, Bun,” jawabku yang sedang membuka paket.
“Wow, cantik banget ya kan, Bun,” ucap kagum ku.
Sebuah lukisan bunga tulip dengan sentuhan grafiti di atas lukisan.
“Bukankah itu kado yang kamu mau dari Farihah dulu, ya?” tanya Bunda yang melihat lukisan itu.
“Iya, Bun. Tapi, disini gak ada nama pengirimnya,” ucapku dengan mencari nama pengirim dan saat aku membalik lukisan.
From: Farihah
To: dr. Kiyomi/Beymi Savas's
“Iya, Bun. Ini dari Farihah,” teriak kejut ku.
Aku langsung berpamitan dengan Ayah dan Bunda dan pergi mencari tukang paket yang mengantar paket ku tadi.
“Keyla, berangkat dulu, ya Bun, Yah,” pamit ku.
“Hati-hati, Key!” ujar Ayah.
“Iya, Yah. Assalamu'alaikum,” jawabku.
Aku pergi kekantor pengurus paket dan mencari tukang paket yang datang kerumah tadi pagi. Tapi, ternyata Bapak itu sedang mengantarkan paket-paket ketempat lain. Aku pun menutup pesan pada salah satu karyawan untuk menyampaikan pada Bapak itu,
“Pak, tolong carikan pengantar paket saya tadi pagi!!” pintaku pada salah satu karyawan.
“Mbak siapa, Mbak? Soalnya banyak pengantar paket disini,” jawabnya.
“Saya dr. Kiyomi, Pak,” jawabku.
“Tolong, ya pak! Katakan kalau saya tunggu dia di rumah saya,” pesanku.
“Iya, Mbak nanti saya sampaikan,” jawabnya.
“Terimakasih ya, Pak,” ucapku.
Bapak itu tersenyum menganggukkan kepala dan meninggalkan tempat. Aku harap bisa bertemu dengan Farihah sebelum akad esok. ucapku dalam hati dengan penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Kakak Dokter
Romancedr. Keyla Kiyomi Kekira, begitulah orang mengenal diriku. Aku seorang dokter yang dikenal oleh banyak orang. Paras, sikap, tampang dan imanku membuat banyak orang yang mendambakan diriku bersanding dengan salah satu dari mereka. Kesuksesanku dalam...