Malam ini Ate sangat gelisah, dia tidak bisa tidur. Pikirannya masih ada di tempat tadi sore. Tempat dimana si Engko mengakui hal yang tidak pernah Ate sangka-sangka. Ate melihat hapenya, banyak SMS dari si Engko yang belum dia buka, tidak hanya SMS, si Engko juga menelepon Ate beberapa kali tapi sengaja dia abaikan.
Ate sedang berpikir keras harus bagaimana dia menyikapi hal ini? Di satu sisi, dari beberapa hari kemarin, Ate sudah demen kesemsem pake banget sama si Engko, tapi setelah tahu kalo si Engko adalah agnostik, Ate mendadak kaku. Dia tahu kalau perasaannya ke si Engko dilarang, ya maksudnya Ate, agama manapun tidak mengharamkan sesama manusia untuk saling mencintai dan menyayangi, tapi Ate seperti kepalang sayang gitu loh sama si Engko, jadi terkesan Ate mau pacaran.
Iya Ate tahu itu dilarang dalam islam, yang boleh itu ta’aruf. Atau mending sekalian langsung menikah bukan, untuk meminimalisir adanya zina. tapi bagaimana? Ate sudah kepalang suka sama si Engko yang ganteng banget itu.
Ate mengangkat kepalanya, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul dua pagi. sudah jam segini Ate masih muter-muter memikirkan si Engko. Tidak ingin membuang waktu lagi, mengambil hapenya di samping tempat tidur, dia melihat SMS dari si Engko yang jumlahnya hampir ada dua puluh. Dan jumlah panggilannya ada sepuluh kali.
Tadinya Ate mau balik menelepon si Engko, tapi tidak tahu kenapa tiba-tiba dia merasa. Hape itu dia letakkan kembali di tempat sebelumnya, dan Ate yang simalakama lanjut mengheningkan cipta dengan posisi berbaring sampai akhirnya dia tertidur.
Besoknya, Ate bangun pagi-pagi sekali, untuk menghindari pertemuan dengan si Engko yang pasti menjemputnya. Sesampainya di kampus, Ate mencari spot yang sepi di Perpus, paling pojok. Supaya si Engko tidak menemukannya.
Sejauh ini aman, semuanya aman terkendali, Ate tidak menemukan keberadaan si Engko dari tadi pagi disini. Sampai akhirnya setelah Ate selesai memberi materi ke mahasiswa, Ate buru-buru pulang, tapi saat Ate baru saja mengangkat pantatnya, eh si Engko tiba-tiba datang dan duduk di depannya.
"Kenapa berangkatnya pagi sekali?" tanya si Engko.
Ate tidak bergeming.
"Apa hal yang saya sampaikan kemarin membuat kamu berubah seperti ini?" si Engko kembali mengajukan pertanyaan.
"Gue nggak berubah kali K.o" balas Ate senyum tipis."Kamu yakin?"
"Gue duluan ya Ko, gue kurang enak badan nih." Ate langsung berdiri dan pamit meninggalkan si Engko yang duduk sendirian. Ate tidak menoleh ke belakang, padahal biasanya dia akan berhenti di langkah ketiga dan berharap dikejar. Tapi sekarang, dia terus berjalan, jadi dia tidak tahu si Engko masih duduk disana atau mungkin juga mengikutinya dari kejauhan.
"Maaf Ko, gue butuh sedikit waktu." bisik batin Ate.
Keesokan harinya, Ate melakukan hal yang sama seperti kemarin, masih subuh, Ate sudah siap-siap buat berangkat ke kampus. Tapi eh tapi, pas Ate baru aja keluar pintu kamar, si Engko sudah mejeng di depan gerbang rumah.
‘Ebusyettt.. serius nih?’
Ate kembali menutup pintu pelan-pelan. Mumpung si Engko tidak melihat kearahnya, Ate mengendap-endap lewat pagar samping dapur supaya tidak ketahuan si Engko. Akhirnya usahanya itu berhasil, Ate berhasil keluar dari area rumah tanpa diketahui si Engko.
Eh tapi, Ate jahat gak si? Ate ngerjain orang yang dia sayang? Secara kan Ate sebenernya sayang sama si Engko, dia cinta sama si Engko. Tapi ya gimana? Ate sepertinya benar-benar sedang butuh ruang sendiri untuk mikir.
"Maafin gue Ko.. Allah memang memperbolehkan kita untuk mencintai setiap makhluk ciptaan-NYA. Tapi gue belum yakin Ko, apa gue bisa mencintai lu dengan yang Allah perbolehkan?"
Tidak terasa ternyata sudah dua minggu Ate menghindari si Engko. Bukannya Ate sudah tidak cinta sama si Engko. Tapi ya, Ate masih shock, orang yang ternyata Ate sayang banget, eh ternyata dia kayak gitu. Huhuhu.. gimana mau jadi imam Ate coba?
Tapi selama waktu menghindarnya Ate dari si Engko ini, beberapa hari kebelakang Ate malah jarang melihat si Engko. Si Engko tidak seperti di hari-hari pertama Ate menghindar, biasanya dia masih stand by di depan rumah Ate atau menyusulnya ke perpus.
'Apa si Engko mulai bosen ama gue? Atau dia udah nyerah?'
Oke! Ate seharusnya tidak boleh soudzon dulu sama si Engko, dia harus positif thinking kalo si Engko juga mungkin lagi butuh waktu yang lebih banyak dibandingkan Ate.
Dua minggu berlalu, si Umay mungkin juga merhatiin Ate kali ya? Sampai saat mereka berdua sedang nongkrong di kursi kayu, si Umay bilang. "Lu kenapa sama tu orang Cina?" Tanya Umay.
''Orang Cina?" Ate heran.
"Itu si Kokoh itu." jelasnya
"Ohh, si Engko?" Ate mengangguk.
"Aman kok." lanjutnya.
"Hahh? Aman?" Umay ketawa meledek.
"Cowok yang nyaris sempurna kayak si Engko itu langka, bakal susah lu kalo nyari lagi pacar yang speknya kayak doi." Umay menyeruput cokelat hangatnya.
"HEH? Maksud lu apaan?"
"Lahhhh?" Umay kembali mengejek Ate.
"Lu pikir gue bocah ingusan? Tanpa lu kasih tahu gue, insting penelitian gue berjalan nih." Umay mengetuk kepalanya dengan telunjuk.
"Si Kokoh sendiri bilang sama gue." sambung Umay.
"Bilang apa dia?" Ate penasaran.
"Nahkan? Penasaran juga kan lu? Hahaha."
"Hihh kampret!" Ate menggeplak kepala Umay.
"Ehh, sakit kunyuk." Umay bales menggeplak Ate.
"Dia bilang apaan?"
"Dia nggak bilang banyak, dia cuma bilang kalo dia tertarik sama lu. Kayaknya sih dia mau jadi pacar lu kali? Tapi gue liat kok lu nya malah ngindar."
Ate terdiam.
"Dia agnostik kan?"
Ate mengiyakan.
"Ya anggep aja lu dakwah, menyiarkan agama islam. Barangkali si Kokoh mau jadi muslim, kan kita nggak tahu?"
Ate tertegun, apa yang diomongin Umay ada benernya juga, kenapa nggak Ate mengajak si Engko buat jadi muslim.
"UMAYYYYYY." Ate berdiri tegak di depan Umay, menengadah sambil nyengir.
"KAMU TELAH MEMBERIKU SEBUAH IDE YANG LUAR BIASA! SEKARANG AKU TAHU APA YANG HARUS AKU LAKUKAN." ucap Ate layaknya sedang berpidato. Dengan senyum kecil , Ate menoleh ke Umay.
"MEMBUAT SI ENGKO MASUK ISLAM KAN?" Ate nyengir.
"Heeee." Umay mengapresiasi ide Ate dengan senyum garingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAJADAH MERAH [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]
Lãng mạnDiatas dermaga yang langsung menghadap lautan luas, Ate memeluk dirinya dengan tatapan kosong yang mendalam, melihat surya yang sebentar lagi istirahat meninggalkan indahnya senja sore ini. Air matanya menetes membasahi pipi kanannya yang merona bak...