BAB 19 : TETAP SEORANG AYAH!

2K 380 7
                                    

Sesampainya Ate di alamat yang dituju, dia kaget dengan bentuk rumah yang sangat besar itu. Rumahnya sangat besar dengan halaman yang cukup luas. Terlihat jelas kalau rumah ini bukan rumah orang sembarangan, ini rumah orang kokay. Eh, orkay. ORANG KAYA.

Tanpa ba bi bu lagi, Ate meminta izin ke satpam untuk bertemu dengan pemilik rumahnya, Ate bilang kalau dia mau mengembalikan dompet yang terjatuh kemarin.

Tapi satpam itu malah terkejut keheranan, bukannya berterimakasih atau apa? Dia malah menyuruh Ate masuk ke pos satpam dan menahannya disana.

'Oh.. mungkin ini maksud si Engko ya? Gue disangka maling nih pasti.'

Tidak berselang lama, sepertinya pemilik rumah keluar menemui Ate, wajahnya sama persis dengan yang Ate lihat di KTP. Dia memeriksa dompetnya sebentar, setelah selesai memeriksa, dia tersenyum dan mengajak Ate untuk masuk.

Bapak itu mengajak Ate masuk kedalam rumah gedongnya. Nama bapak itu pak Atma, begitu beliau menyuruh Ate memanggilnya.

Pak Atma bercerita bahwa dia tinggal sendiri di rumah besar itu, lebih tepatnya, hidup sebatang kara tanpa keluarga. Hanya ada beberapa pembantu. Istrinya sudah meninggal dan anak satu-satunya sedang berkuliah.

Ate duduk di ruang tamu, memandangi beberapa barang mewah yang ada disana, pandangannya terhenti saat melihat sebuah pigura besar dengan satu foto disana.

'Ada si Engko diantara pak Atma dan seorang Wanita.'

"Itu anak saya." ucap pak Atma saat menyadari Ate sedang memperhatikan foto itu.

Ate mengangguk tersenyum datar.

Entahlah? Ate merasa tiba-tiba hatinya bergejolak panas, otaknya juga mendidih. Dia tidak tahu Allah sedang membukakan rahasia apa di depannya sekarang? Kenapa Si Engko tidak mau mengembalikan dompetnya sendiri ke Bapaknya? Ada apa?
Tapi demi apapun Ate panas!

Ate tidak berlama-lama di rumah pak Atma, dia segera pamit untuk capcus pulang. Hingga sesampainya di rumah, Ate membanting pintu dan melihat si Engko baru aja selesai solat. Dia menghampiri si Engko dan berdiri di depannya.

"Lu tahu kan siapa pak Atma?" tanya Ate.

Si Engko mengangguk.

Oke, Ate tahu si Engko pasti mengaku. Karena si Engko bukan tipe penipu dan tukang kibul.

"Terus kenapa lu nggak mau anter gue buat ngembaliin dompetnya?"

Si Engko terdiam.

"Kenapa diem? Lu malu? Lu gengsi? Lu ketahuan bikin bunting kambing tetangga? Atau lu malu pacaran sama gue yang jelek ini? Hah?" Ate menunjuk si Engko kasar.

"....."

"Ngomong Ko, ngomong!"

"Kenapa? Lu udah bosen sama gue? Lu udah gak cinta sama gue? Lu nemu yang lebih cakep daripada gue? Kenapa jawabbbbb!" Ate berteriak, membuat si Engko berdiri dan mengangkat tangannya menyuruh Ate untuk berhenti bicara.

Tangisan Ate pecah seketika, suaranya mulai parau karena berteriak.

"Istighfar Athena, istighfar." ucap si Engko.
Ate mendorong si Engko, tapi badan itu terlalu kuat sehingga dia tidak mampu menjauh.

"Ibu meninggal beberapa bulan sebelum saya bertemu kamu di kereta. Tujuan saya ke Jakarta awalnya untuk mencari ketenangan, tapi akhirnya Allah mempertemukan saya dengan kamu di kereta malam itu, akhirnya membuat saya mengubah perjalanan dan kembali ke Jogja." si Engko menatap Ate.

"Ayah beragama Islam, sementara ibu beragama Nasrani. Dan saya, sejak kecil saya hanya memperhatikan mereka beribadah dengan cara yang berbeda. Tapi diluar itu, memang ayah dan ibu memberikan kebebasan pada saya untuk memilih agama.”

"Waktu itu ibu ada acara di gereja, ibu meminta ayah untuk ikut menemani ibu. Tapi ayah menolaknya, ayah seorang muslim, tidak bisa untuk masuk dan mengikuti acara di gereja.”

"Hari itu terjadi pertengkaran hebat antara ayah dan ibu, saya hanya duduk di kamar, tidak berani melerai mereka, Hingga ibu akhirnya untuk memutuskan berangkat sendiri. Allah sudah mempunyai takdirnya sendiri, ibu mengalami kecelakaan di jalan, beliau meninggal di tempat." suara si Engko terdengar sayu saat mengakhiri ceritanya, gue terkejut mendengar cerita si Engko ini.

"Ko?" panggil Ate.

Si Engko menunduk.

"Ini alasan saya ragu untuk beragama. Tapi dengan adanya kamu, saya disini-

"Engkooooo." ingin rasanya Ate memeluk si Engko, tapi dia kepalang malu, si Engko juga pasti menolak. Jadi Ate cuma berdiri mematung sembari meremas jemarinya menahan derasnya tangisan.

"Maafin gue Ko, gue gatau." Ate ikut menangis.

‘Biarkan saya dan Allah yang tahu luka ini Athena, saya berharap Allah menyudahi ini semua.” bisik si Engko dalam hati.

---

SAJADAH MERAH [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang