BAB 6 : PANGGIL SI ENGKO

3.3K 580 32
                                    

Sesampainya di rumah Ate, rumah mungil yang seperti pondok itu. Ate turun dari sepeda dengan tertatih. Si Engko memarkirkan sepedanya terlebih dahulu, dia kemudian membantu membopong Ate. Ate yang jalannya seperti orang mabuk pun, terpaksa menerima bantuan si Engko.

"Kamu tinggal sama siapa?" tanya si Engko.

"Gue tinggal berdua doang sama temen, tapi dia di kamar yang itu." Ate menunjuk kamar Umay. Si Engko Ate persilahkan duduk di kursi kayu, sementara itu dia pamit ke kamar untuk mengambil kotak P3K.

Setelah Ate mendapat kotak P3K, dia keluar lagi dan menemui si Engko. Walau bagaimanapun, si Engko sudah menolong Ate, dan si Engko juga adalah korbannya. Ate tidak mungkin membiarkan si Engko duduk sendirian diluar.

"Sini biar saya bantu bersihkan lukanya." ucap si Engko meraih kotak P3K yang Ate bawa.

"Gausah Ko, gue bisa sendiri kok."

"Yakin?"

"Yakinlah." jawab Ate songong. Dia membuka kotak P3K itu, melihat semua barang yang ada disana, namun sudah sekitar 5 menit, Ate tetap memperhatikan alat-alat di kotak itu. Sejujurnya, Ate tidak tahu dia musti pakai alat yang mana untuk membersihkan luka.

"Jadi? Kamu tahu atau tidak apa yang harus kamu lakukan?"

"......"

Si Engko mengambil sebuah kapas yang ada di dalam plastik bening itu, lalu mengambil sebuah botol kecil yang bertuliskan 'Alkohol'

"Sini, biarkan saya yang mengobatimu, tetap diam dan tidak bergerak ya. Ini akan terasa sedikit menyakitkan." si Engko meraih kaki Ate perlahan, Ate menyodorkan kakinya di depan si Engko, mempersilahkan laki-laki itu melakukan apa yang dia mau. Sekarang kaki Ate berada diatas kedua paha si Engko yang berlutut di depannya.

Pelan-pelan si Engko mengusap luka di lutut Ate, Ate meringis kesakitan saat kapas itu nyocol di lututnya yang terluka. Rasanya perih, panas dan menyakitkan.

"Sakit ya? Maafkan saya." si Engko yang melihat Ate meringis kesakitan lalu meniupi lukanya lembut.

Ate hanya melihat kepala si Engko yang menunduk dengan hawa dengkulnya yang adem di tiup si Engko. Etdahh Engko, disini Ate yang jadi pelaku, kenapa Ate yang di perlakukan seperti korban? Kenapa?

Hampir saja lupa, kalau memang di negeri Wakanda ini terkadang pelaku bisa jadi korban, begitupun sebaliknya.

Setelah selesai membersihkan luka Ate, si Engko menempelkan plester di lukanya. "Ini akan membantu mengurangi infeksi." si Engko tersenyum.

"Makasii ya Ko." Ate nyengir.

Si Engko mengangguk.

"Oh iya, nama lu siapa ko?"

"Arthur Royhan. Kamu bisa panggil saya Arthur" balas si Engko menatap Ate.

"Ohh." Ate mengangguk.

"Tapi panggil Engko kayaknya lebih enak ya, hehehe."

"Senyamannya kamu saja, saya tidak masalah dengan itu."

Tidak terasa sudah maghrib aja, Ate ngajak si Engko buat solat maghrib dulu, sekalian nanti abis solat dia mau masak mie, ya karena mau bagaimana lagi? Orang Ate aja nggak jadi beli makan iya kan?!

Tapi tawaran itu ditolak si Engko, si Engko bilang kalau ada hal yang harus dia lakukan, jadi tidak bisa solat dan makan bareng Ate. Ate pun mengangguk dan mengiyakan saja. Si Engko akhirnya pamit pulang setelah terdengar adzan maghrib.

Setelah si Engko pulang, Ate masih duduk dan meniupi lukanya yang sudah di plester itu, aslinya itu luka masih terasa perih, tadi tadi Ate so aja bergaya depan si Engko biar keliatan cool!

Tidak lama Umay keluar kamar melihat Ate dengan lutut yang selesai di dandanin.

"Etdah.. kenapa tu? Jadi tuh otak di pindah ke dengkul?" tanya Umay berdiri depan pintu dengan mukena putih legendnya.

"Heh kudanil, lu ngomong lagi gue jahit ya mulut lu." Ate nunjuk Umay dengan wajah kesal.

"Perlu gue bantu gak ngejaitnya?"

"Bacot!"

Setelah maghrib, Ate masuk kamar dan tiduran di kasur, dia masih memikirkan kejadian tadi sore, Ate pikir-pikir kok dia polos banget ya? Tadi dia yang nabrak si Engko, tapi dia juga yang diobatin si Engko, dia juga malah tidak mengobati si Engko sama sekali.

“Kira-kira si Engko terluka juga nggak ya?” Gumam Ate.

Insiden kecil tadi cukup membuat badan Ate remuk, encok dan pegel-pegel. Membuatnya ingin beristirahat cepat, karena besok juga sudah harus datang ke kampus.

Suasana sudah hening dan sepi, sudah pas vibesnya untuk tidur. Tapi baru Ate mau tidur, dia mendengar suara pintu kamarnya di ketuk seseorang.

"Assalamualaikum."

Ate tetep tiduran di kasir tanpa membuka mata.

"Ate, bangun wouyyyyy."

"ATHENAAAAAAAAAAAAAAAAAAA."

Ate langsung bangun dari kasur dan membuka pintu dengan wajah kesel dan mumet.

"Apaan nyet? Gue mau istirahat."

"Tuh ada yang nyariin lu." Umay menunjuk seseorang dengan dagunya.

Ate melirik seseorang yang ditunjuk Umay di gerbang.

'Si Engko? Ngapain si Engko malem-malem gini nemuin gue? Ha? Apa si Engko mau minta pertanggung jawaban gue ya? Sama apa yang gue lakuin sama dia tadi sore.’

"Ehh.. bilangin gue gaada." bisik Ate pada Umay lalu menutup pintu.

"Punya masalah apa lu ama tuh orang?" tanya Umay yang masih berdiri dibalik pintu.

"Udahhh pokoknya bilang aja kalo gue kagak ada."

"Gak! Gue tau nihh lu punya masalah kan ama tuh orang? Gilakkkk! Baru juga kemaren sampe sini, udah bikin onar aja lu."
"Athena sedang apa?" tiba-tiba Ate mendengar suara si Engko menanyakannya.

Mampuss lo Ate!!

"Dia ada kok di dalem, masuk aja gapapa, halal kok, gue ke kamar dulu ya." Umay pergi ke kamarnya.

"Athena?" panggil si Engko.

Nafas Ate engap-ngapan, dia panik di hampiri si Engko lagi.

"Athena?"

"....."

‘Oke, gue boleh lari dari kesalahan gue sendiri, bakal lebih ribet kalo gue ngindar.’

Akhirnya Ate membuka pintu kamarnya perlahan, dia melihat si Engko berdiri di depan pintu membawa sebuah kantong plastik hitam.

"Bagaimana kabarnya?" tanya si Engko.

"Baik."

"Kebetulan tadi saya lewat sini, jadi saya sengaja membelikan buah ini untuk kamu, sekaligus saya mau memastikan kalau kamu baik-baik saja." ucap si Engko tersenyum.

‘Subhanallah! Ini Engko gantengnya luar biasa banget dah, senyum yang merekah dari kedua bibir tebal dan sexy itu bikin gue ngiler aja.’

"Bikin repot aja’" Ate garuk-garuk kepalanya yang padahal tidak gatal.

"Diterima ya." si Engko menyodorkan buah tangannya.

"Makasih banyak Ko." Ucap Ate canggung.

"Sama-sama."

"Kalau begitu, saya pamit pulang dulu, kamu jaga kesehatan ya. Disitu juga ada obat pereda nyeri,  di minum ya, semoga lekas sembuh." si Engko berpamitan lalu pergi meninggalkan pondok mungil Ate.

‘Haa? Si Engko ngasih gue buah? Ngasih gue obat? Apa nihh? apa ini maksudnya? Apa si Engko?’ Mata Ate celingukan melihat buah yang dibawakan si Engko.

‘Ahh tidakkkkkk!! Gue nggak tahu kenapa si Engko datang lagi dan ngelakuin ini sama gue? Selama ini, gue punya banyak temen cowok. Tapi kok baru kali ini gue dapet perlakuan dari cowok yang gue nya ngerasa nggak biasa?’ Ucap Ate pada dirinya sendiri.

DASAR ATE GILAK!

SAJADAH MERAH [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang