Bad Self

289 22 48
                                    

Ini hari ketiga mereka menghabiskan waktu di rumah sakit. Kondisi memprihatinkan masih saja belum usai —Jaki belum juga sadar dari masa kritisnya. Kenzy kerap melamun dengan tatapan kosong, sementara Alexa lebih banyak diam dan minim mengeluarkan suara walau bersama Alata sekalipun.

Trauma?

Tidak. Bukan.

Lebih tepatnya keduanya masih menyalahkan diri mereka atas ketidaksadaran Jaki dari tidur panjangnya. Kalau saja Kenzy tidak diberikan suntikan pelemah otot ketika disekap. Kalau saja ia bisa lebih berani melawan Gogon. Kalau saja Alexa tak melibatkan Jaki di kandang singa. Sahabatnya itu tak akan susah payah menahan sakit dari alat medis hanya demi memperlancar oksigen masuk ke dalan tubuhnya.

Keduanya tenggelam dalam rasa penyesalan dalam pengapnya petak masing-masing, yang seharusnya tak perlu dirasakan.

Berulang kali para sahabatnya dan Alata menegaskan kalau ini semua bukan kesalahan —mereka hanya kurang beruntung.

Sekarang pikiran mereka hanya tertuju pada Jaki.

Tuhan pasti punya rencana lain mengapa ini harus terjadi. Bukankah akan ada obat dibalik luka, akan ada pelangi setelah gelapnya hujan, dan akan ada angin mengusir awan hitam?

Tenang.

Semuanya pasti ada hikmahnya.

Semuanya pasti ada sisi positifnya.

Meski begitu. Alexa kini masih diam termenung. Meratapi nasib sahabatnya dan juga mamanya.

Berat bukan?

Amat berat!

Ia merasa tercekik setiap saat.

Kini, di bangsalnya. Tatapannya kosong.

Keheningan menyelimuti jiwa dan raganya.

Gogon ya?

Mengingatnya saja membuat sakit kepala. Alexa menghela nafas panjang. Kenapa sahabatnya harus berubah menjadi iblis hanya karna obsesi semata?

Ruangan kembali di dominasi oleh senyapnya jam siang.

Dari kejauhan Alata melihat Alexa. Menghela nafas kasar. Memikirkan bagaimana cara menciptakan distraksi, kemudian kembali menatap lamat gadisnya.

Ia harus bisa meyakinkan Alexa bahwa ini benar-benar bukan salahnya, namun sebelum itu ia harus memastikan gadis dengan bibir pucat itu  segera menelan sepiring nasi meskipun hanya mampu ditelan segenggam.

"Jangan banyak mikir, ada aku yang bakal beresin semuanya." Ucap Alata lembut sembari menghapus halus kerutan di kening gadisnya.

"Aku ngerasa bersalah banget sama Jaki, Al. Terlalu banyak 'perandaian' di kepala aku sekarang."

Semuanya layak seperti kaset rusak berputar ulang seolah-olah menghantui kepalanya.

"Kita sama-sama hidup tanpa kontribusi orang tua beberapa bulan ini, bahkan mama sama papanya lebih mentingin rapat saham daripada kondisi dia sekarang."  Ya, keluarga Jaki sudah dihubungi tapi bisa-bisanya mereka beralasan belum bisa hadir untuk saat ini.

ALEXA: Universe Pluto [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang