CHAPTER 4

1.4K 157 10
                                    

"Kita masih bisa memperbaiki keluarga kita yang udah hancur. Nadira masih mau papah kembali jadi papah yang selalu sedia dan setia di samping Nadira, kita perbaiki ya?" Ujar Nadira sembari memeluk sang ayah dan menangis sedu.

"Apa yang mau di perbaiki Nadira? Semua udah hancur dan apa yang udah hancur terbelah udah enggak bisa di perbaiki, meskipun bisa enggak akan seindah dulu! Papah udah nyaman jadi waria, papah dapat uang dari sini dan papah pun enggak perlu capek-capek menghindari berita yang menjelekkan nama papah dan almarhumah mama kamu" Balas sang ayah Nadira melepaskan pelukan tersebut.

Nadira memilih duduk di samping ayahnya lalu menatap hampa ke depan, dadanya sangatlah sesak melihat penampilan papahnya seperti perempuan. Ia tak bisa lagi menahan air matanya, air mata itu adalah saksi bisu betapa hancurnya Nadira.

"Beasiswa Nadira di cabut, pah"

Setyo, selaku ayah Nadira langsung menatap terkejut ke arah Nadira. Ia sangatlah tau kalau putrinya memang sangatlah pintar. Setyo selalu bahagia saat putrinya mendapatkan beasiswa, juara, dan penghargaan lainnya. Ia selalu merasa beruntung saat melihat Nadira tersenyum kebahagiaan, karena senyuman Nadira adalah dunianya.

"Ada masalah apa di sekolah?" Tanya Setyo tanpa mau menatap mata Nadira padahal Nadira sedang menunggu mata papahnya bertemu dengan matanya, ada rindu yang enggak bisa dikatakan.

"Bukan di sekolah tapi di rumah yang berdampak ke sekolah, Nadira harus kerja biar bisa hidup otomatis waktu Nadira selalu habis di tempat kerja akhirnya enggak belajar dan ketinggalan banyak pelajaran. Nadira suka ketiduran saat jam pelajaran karna pulang kerja jam 11 kadang 12 malam, pah" Balas nadira, dengan nada lemah seperti sangatlah capek.

"Pulang udah malam, papah mau kerja, sama halnya dengan kamu yang harus kerja demi hidup maka papah pun sama harus kerja demi hidup. Pergilah jangan temui papah lagi, papah enggak mau ada yang lihat kita nanti kamu bisa di ledekin lagi, papah enggak mau kamu di ledekin" Ujar setyo mendorong pelan badan nadira agar menjauh darinya.

"Nadira pulang, pah"

Nadira menaiki angkutan umum menuju rumahnya, sepanjang perjalanan ia hanya melamun diam dengan segala perdebatan dalam otaknya yang tak bisa ia tunjukkan.

Matahari telah terbit di timur dan sudah mengeluarkan sinarnya untuk menerangi bumi. Pagi ini SMA Pelita Bangsa tengah di hebohkan dengan kabar tawuran dimana ada dua korban SMA Pelita Bangsa yang meninggal dunia di tempat. Semua siswa-siswi SMA Pelita Bangsa di kumpulkan di lapangan untuk diberikan arahan oleh kepala sekolah.

"Pengumuman. Selamat pagi semuanya dan salam sejahtera untuk semua siswa-siswi, dan guru-guru semua. Saya selaku kepala sekolah SMA Pelita Bangsa turut berdukacita atas meninggalnya siswa kita yaitu Dito dan Mahesh karna tawuran. Maka dari itu saya meminta kepada kalian semua, terutama para lelaki yang sangatlah sering tawuran untuk stop! Kenapa? Karna tawuran adalah hal yang salah dan tak pantas kalian lakukan! Sekarang saya tanya kalau sudah begini salah siapa? Pikirkan ibu kalian dan ayah kalian yang bekerja demi kalian bisa mendapat pendidikan yang baik, tapi kalian malah tawuran! Jahat kalian namanya?!" Ujar kepala sekolah.

"Jauhi tawuran mulai sekarang! Dan pengumuman untuk AGRA untuk datang ke ruangan saya ada hal penting yang mau saya bicarakan dengan kalian semua! Terutama untuk sang ketua AGRA yaitu Kelvin untuk datang dengan teman-teman kamu! ini penting sekali?!. Sekian terimakasih, untuk yang lain bisa kembali ke kelas dan belajar dengan baik dan benar".

"Siap pak".

Siswa-siswi langsung meninggalkan lapangan dan berjalan ke kelas masing-masing semua. Sedangkan AGRA bersama sang ketua sudah berjalan menuju ruang BK, dari banyaknya anggota AGRA hanya anggota inti saja yang masuk.

WILTED FLOWER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang