10

73 11 4
                                    

This chapter kinda 18+. 

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam dan itu artinya, sudah tiga puluh menit mereka berdua berteduh di depan pelataran toko begini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam dan itu artinya, sudah tiga puluh menit mereka berdua berteduh di depan pelataran toko begini.

Seharusnya mereka berempat (Nora, Nada, Bintang dan Rami) berangkat menuju tempat makan yang dimaksud Nada. Namun sayang, hujan deras turun begitu saja dan membuat Nora-Rami terpisah dari Bintang-Nada yang melaju mendahului di depan.

Sekarang dirinya menyesal tidak menolak ide brilian Bintang dan Nada untuk pergi jalan-jalan malam dengan menggunakan sepeda motor. Seharusnya dia tetap di rumah, bergelung di dalam selimut dengan secangkir cokelat hangat sembari marathon original series dari Marvel.

Ingin sekali dirinya menangis dan mengumpat sekarang. Dirinya sudah menggigil kedinginan dan jaket tebal milik Rami sama sekali tidak membantunya.

Ah iya, laki-laki itu belum kembali juga dari toiletnya. Apa sejauh itu? Bukannya minimarket hanya berjarak empat bangunan saja ya?

Jika ada yang bertanya, mengapa mereka tidak berteduh di minimarket— maka jawabannya adalah teras minimarket tersebut sudah dipenuhi orang-orang yang lebih dahulu berteduh di sana.

Alhasil, Rami dan Nora mencari pelataran toko yang cukup untuk mereka berdua berteduh.

Nora terkejut saat tiba-tiba saja ada seseorang yang menyodorkan dua tangkai mawar merah muda di hadapannya. Hampir saja dirinya mengumpat, jika saja orang yang memberikannya bunga tidak cepat-cepat bersuara.

"Dua tangkai mawar untuk perempuan cantik yang sangat cengeng. Satu tangkai aku berikan supaya kamu berhenti nangis, dan satu lagi cuma buat pelengkap doang sih. Soalnya cewek jelek kalau lagi nangis. Terus air mata juga bikin pandangan buram, kalau kamu tersandung, aku yang repot,"

Sialan. Umpat Nora dalam hati.

Awalnya dia sangat tersanjung dengan tindakannya yang tiba-tiba saja memberikan bunga, tapi setelah mendengar kelanjutannya ... membuat Nora ingin mencakar wajahnya yang kini terpasang senyum jenaka yang selalu membuatnya muak.

Rami menarik tangan Nora dan memindah tangankan bunga mawar tadi. ""Ini. Ambilah. Ayolah, jangan sok malu-malu begitu. Biasanya kau kan memalukan, tidak cocok untukmu yang biasanya membuat onar menjadi pemalu,"

Nora berdecak seraya memandangi mawar yang ada di tangannya. "Aku nggak nangis kok. Mataku berkaca-kaca, soalnya aku mengantuk, kau tahu?"

"Ummm ... terima kasih untuk bunganya. Omong-omong, kamu dapet darimana sih? Nyolong punya orang ya?" lanjutnya dengan wajah penuh selidik.

"Enak aja. Itu tadi aku beli di minimarket tempat aku numpang pipis tadi. Kan gak enak kalau kesana cuma numpang pipis doang," jawabnya sambil melihat langit yang tak kunjung menunjukkan tanda-tanda hujan akan reda.

"Ya beli sesuatu yang bermanfaat kek. Minum atau cemilan gitu,"

Rami menoleh cepat ke arah Nora yang sedang mengomel, "Cerewet banget sih. Yaudah sini kalau ngga mau, aku buang atau aku kasihin ke orang lain," ucapnya yang hendak merebut bunga itu kembali.

Hi Annora! [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang