Chapter 1 - Dialog Minta Tolong

168 21 48
                                    

1

Dialog Minta Tolong

Ada langkah sepatu flat yang mengayun di lorong sekolah. Ali ragu-ragu, setiap langkahnya seperti diikuti. Sekejap dia segera membalikkan punggung, lalu mendapati pengikutnya di belakang melonjak kaget. Hiiy! Gadis itu serupa hantu yang teramat rupawan. Cowok itu mencubit pipi sendiri—memastikan ini mimpi atau bukan—dan mengerjap berlebihan.

'Dia punya anemia akut?' Ali membatin.

"Ses," panggilnya pelan. Jarak di antara mereka sekitar seratus meter dan kian mendekat. Dia agak gelagapan dan terus membatin menenangkan diri, "Stay calm, Ali. Nggak akan ada yang mau dipenjara cuma karena kemarin."

"Iya," jawabnya. Gadis itu mengelak ketika ditatap. Mereka berdua yang sejajar tinggi cukup sulit mengabaikan satu sama lain. Udara seolah menguap, ada kejar-kejaran dalam curi-curi tatap sepersekian detik itu.

Ali menggaruk tengkuknya canggung. "Hai."

"Ehm, aku mau ngomong soal sesuatu. Minta tolong, sih, lebih tepatnya," buka Sea kontan. "Kalau kamu nggak—"

Kepalanya menggeleng. Cowok itu tersenyum simpul sambil menatapnya dalam. "Asal yang kemarin dilupain, apa pun bakal kubantu."

"Sungguh, ya?" Sea sudah tidak enak hati, tetapi mendengar jawaban itu dia jadi waspada dengan gerak-geriknya.

Ali mengangguk. "Janji sampai selesai."

Angin berhembus pelan, menyusuri langkah dan menelisik sepanjang kulit terpapar. Ini adegan yang mereka tidak sengaja lakukan. Sinar senja menyingsing dari luar pembatas lorong. Ini sudah pukul setengah lima sore. Di saat banyak langkah kaki berpulang ke rumah inang, kedua manusia ini memilih sendiri di senja remang-remang.

Dasarnya saja mereka yang memang amat biasa penampilannya, sehingga kejadian roman picisan ini bahkan tidak menarik perhatian. Terluput, mereka berdua meremehkan kekuatan tarik-menarik antar keduanya. Sinyal magnet yang menyambung di antara semakin menguat—berbahaya.

Mata Sea berbinar pelan, seolah ada semburat kemilau bintang berkumpul di bola matanya. Canggung membuat sekujur tubuhnya bergidik. "Kenapa rasanya kayak kita harus kenalan lagi?"

"Aku nggak keberatan."

Sea menganggukkan kepala. "Senang ketemu, aku Sea. Kayak begitu?"

Cowok itu mengangkat kedua sudut bibirnya lembut. "Ya. Aku Ali," balasnya, "mau minta tolong apa?"

***

Permintaan tolong itu tidak pernah terpikirkan di benak Ali, sehingga dia banyak menghabiskan waktu-waktu dekat dengannya. Tidak terlalu banyak juga, sih. Sekadar menemuinya di bibir pintu kelas, mengantar ke tempat bimbel, dan makan malam kecil dengan keluarganya.

"Sea makin dekat sama Ali, ya," celetuk orang yang duduk persis di belakang mereka. "Pas aku banget yang harus jadi nyamuk? Pas seleksi Ketos dan pas cuma ada aku di kelas?"

Gadis itu menyergah, dia menggeleng kontan. "Aku cuma mau surprise Mamaku!" belanya, menatap kesal.

Ali terkekeh. "Aku balik dulu, ya. Nggak enak halangin jalan."

"Hm. Hati-ha ... ti." Pipinya memerah sekilas. Dia melambaikan tangan pelan, menjawab Ali yang cekikikan.

"Adegan menjijikkan ini bisa kalian simpan nanti, nggak?" Anak tadi menghela napas berat. Dia mendongakkan kepala dari lipatan tangannya. "Dia mau balik ke kelasnya di lantai satu, bukan merantau ke Belanda. Pake dada-dadaan, gila!"

TolongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang